Makam Kyai Kromo Ijoyo di Padukuhan Ketingan, Tirtoadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman, masih berdiri di tengah pembangunan tol Jogja-Solo. Padahal, di kanan kiri makam itu kini telah dimulai proses konstruksi jalan tol.
Konon, warga sekitar dan para sesepuh percaya jika makam itu keramat. Lalu siapa sosok Kyai Kromo yang dimakamkan di situ?
Lurah Tirtoadi, Mardiharto menceritakan sejarah tentang makam dan Kyai Kromo. Dia mengaku sebagai salah ahli waris atau trah dari Kyai Kromo. Dari cerita turun temurun yang dia ketahui, Kyai Kromo atau Mbah Kromo merupakan salah satu pendiri kampung Ketingan. Dia hidup pada masa penjajahan Belanda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dari cerita itu Mbah Kromo itu masanya dari Sultan HB VII, kalau katanya masih ada hubungan darah dari Kasultanan," kata Mardiharto saat ditemui di kantor Kalurahan Tirtoadi, Senin (16/10/2023).
Menurut cerita yang beredar di masyarakat dan sudah diturunkan dari generasi ke generasi, Mbah Kromo dikisahkan mengungsi dan keluar dari Keraton Ngayogyakarta dan sampai ke Ketingan. Mbah Kromo dipercaya sebagai penduduk pertama dan pendiri Ketingan. Selain sebagai tetua kampung, dia juga disebut sebagai salah satu prajurit Pangeran Diponegoro.
"Ceritanya kalau dari orang-orang seperti itu. Tapi saya tidak tahu apakah itu ceritanya pas atau tidak, atau ditambahi saya ndak tahu," bebernya.
Mardiharto melanjutkan, dengan berbagai kisah itu makam Mbah Kromo kemudian banyak dikunjungi peziarah di hari-hari tertentu. Banyak juga pengunjung yang bersemedi di makam itu.
Menurutnya, hal itu yang kemudian menimbulkan kesan keramat di makam tersebut. Tapi, dia kembali menegaskan jika hal itu kembali ke kepercayaan masing-masing.
"Di situ banyak yang sesirih, semedi. Ziarah itu sering. Malam Jumat dan Selasa Kliwon itu masih banyak yang di sana. Di situ itu banyak yang kabul (terkabul)," ucapnya.
Kini dengan adanya pembangunan tol Jogja-Solo, makam Mbah Kromo harus dipindah. Sebagai salah satu ahli waris, Mardiharto ingin agar makam itu dipindah ke lokasi yang lebih baik dan dibuatkan bangunan baru yang lebih baik.
"Ya nunggu aja. Itu kan nanti mesti ada (lokasi pengganti). Tapi yang jelas itu ya kalau dari saya ingin penginnya dipindah di gumuk, artinya tanah yang munthuk tapi di situ kan nggak ada. Paling nanti ya makamnya akan kita naikkan, tapi itu kan nanti kesepakatan warga. Iya (bangunnya) lebih baik," pungkasnya.
(ams/dil)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan
Siapa yang Menentukan Gaji dan Tunjangan DPR? Ini Pihak yang Berwenang