Siswi SMA Negeri 5 Surabaya, Nathania berhasil meraih juara 1 kategori Medicine Science pada Kompetisi Sains Bidang Kesehatan tingkat Internasional di Taiwan. Nathania menjadi satu-satunya pelajar Indonesia yang sukses mendobrak keketatan kompetisi sejak enam tahun silam.
Pada Kompetisi Sains Taiwan International Science Fair (TIF) 2023, penelitian yang diusung berjudul Silver Moringa Cloth. Ia membuat baju antibakteri untuk melawan bakteri MRSA dari basis ekstrak kelok yang disintesis dengan nanopartikel perak. Penelitiannya pun sukses mengalahkan 21 negara di dunia pada kompetisi sains tersebut.
Gadis kelahiran Surabaya, 10 November 2004 ini rupanya memiliki mimpi menjadi seorang dokter. Dengan kemampuan yang dimiliki dan prestasi yang diraih, ia ingin mengabdi menjadi dokter spesialis saraf seperti ayahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia ingin menjadi dokter dan orang yang berpengaruh untuk kebaikan orang lain. Dia melihat dokter bisa menyembuhkan orang sakit, tak sekadar kerja mendapat uang atau bisnis. Menjadi dokter berarti menjaga hubungan antar manusia dan membantu menyembuhkan orang.
"Dokter spesialis saraf, karena suka banget sama neurosains. Lebih lucu lagi papa itu dokter saraf, jadi papa nggak pernah maksa tapi kok bisa berakhir sama. Sebenarnya melihat papa itu inspiratif sekali, papa yang selalu berusaha menolong orang lain, sangat mengabdikan dirinya," kata siswi kelas 12 ini saat ditemui detikJatim di SMAN 5 Surabaya, Kamis (16/2/2023).
Usai meraih juara 1, Nathania akan melanjutkan penelitiannya dalam bentuk injeksi. Sebab, usai mendapatkan juara 1 bukan, Nathania tak ingin berpuas diri.
"Pasti, dilanjutkan penelitiannya dalam bentuk injeksi. Kalau sekarang kan baju antibakteri. Nanti pengennya buat injeksi bukan untuk bakteri, tapi suatu penyakit lain, ini sedang dalam proses dan pastinya berjalan terus. Kalau bisa penelitian saya ini memberi sumbangsih untuk negara saya sendiri," ujarnya.
Sebelum mengikuti Kompetisi Sains Taiwan International Science Fair (TIF), anak tunggal ini ternyata sudah mengikuti kompetisi sejak TK. Tak hanya bidang akademis, tetapi juga nonakademis.
Seperti pernah mengikuti model United Nations dan dua kali juara. Pertama di WHO mewakili Italia mendapat juara Honorable Mantion, kedua mewakili Prancis mendapat Best Delegate.
"Waktu SMP ada lomba karya ilmiah, syukurlah juara. Waktu Hari Pendidikan Nasional juga dipanggil Bu Khofifah untuk menerima penghargaan siswa berprestasi. Banyak sekali, SD itu lomba piano terus-terusan dan juara. Dari kecil suka piano dan dunia musik. Puluhan lomba yang diikuti, sejak TK lomba piano. Nggak hanya bidang akademis saja," urainya.
Keluarganya sendiri sangat mendukung apa yang dilakukan Nathania. Kedua orang tuanya juga mengarahkan bakat dan prestasinya. Support dari orang tua membuat Nathania semakin termotivasi dan berkembang lebih baik.
"Keluarga sangat mendukung, sangat diarahkan. Papa dan Mama nggak pernah memaksa, membebaskan saya punya interest di mana asal baik untuk saya dan sekitar juga," ujar siswi yang tinggal di Surabaya Barat ini.
Nathania berharap ke depannya ia ingin terus menerus berkarya hal baik. Dengan melihatnya menang, orang lain pasti berekspektasi lebih pada karya selanjutnya.
"Itu menjadi motivasi saya untuk membuat karya yang lebih baik lagi, bisa menjadi contoh untuk orang lain," harapnya.
Sementara untuk pelajar lainnya, ia berharap setiap anak bisa mengembangkan potensi yang mereka punya. Potensi sekecil apapun yang dipunya, akan bisa jadi hal yang luar biasa jika ditelateni.
"Kalau menekuni suatu potensi akan bisa berhasil baik untuk bangsa dan negara. Saya ingin teman-teman, setidaknya berusaha untuk diri mereka sendiri, menjadi contoh yang baik untuk orang lain," tandasnya.
(dpe/dte)