Jadi Korban Eksploitasi, Calon Pekerja Migran di Kota Malang Tuntut Keadilan

Jadi Korban Eksploitasi, Calon Pekerja Migran di Kota Malang Tuntut Keadilan

Muhammad Aminudin - detikJatim
Selasa, 29 Apr 2025 05:00 WIB
Tangis Hanifah (jaket hitam) menuntut keadilan karena jadi  korban eksploitasi PT NSP
Tangis Hanifah (jaket hitam) menuntut keadilan karena jadi korban eksploitasi PT NSP (Foto: Muhammad Aminudin.detikJatim)
Malang -

Sejumlah calon pekerja migran menuntut keadilan. Mereka mengaku jadi korban eksplotasi dan kekerasan yang dilakukan pemilik PT NSP, perusahaan pengerah tenaga kerja di wilayah Sukun, Kota Malang.

Dina Nuriati Dewan Pertimbangan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengatakan, pihaknya telah menerima 6 calon buruh migran yang meminta perlindungan karena dugaan kekerasan dan eksplotasi dari PT NSP.

Dugaan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan penganiayaan terhadap salah satu calon buruh migran tersebut, sudah ditangani dan menunggu proses persidangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemlik sekaligus pelaku penganiayaan Hermin Naning Rahayu (45), telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Dina menyatakan bahwa keenam calon buruh migran mewakili 47 lainnya untuk menuntut keadilan. Karena gagal berangkat ke luar negeri, namun kini juga hidup dalam ketidakpastian, bekerja serabutan.

ADVERTISEMENT

Bahkan, berdasarkan pengakuan korban, ada yang takut pulang ke kampung halamannya karena terlilit utang dan dokumen pribadi ditahan oleh PT NSP atau perusahaan yang mengaku sebagai penyalur resmi pekerja migran.

"Kemarin ada CPMI yang gagal berangkat keluar negeri. Dokumen mereka disita karena terungkap perusahaan tidak memiliki izin atau ilegal," terang Dina kepada wartawan, Senin (28/4/2025).

Menurut Dina, sejak awal Maret 2025 lalu, pihaknya menerima laporan dari para korban yang berasal dari berbagai kabupaten dan provinsi. Para korban diduga menjadi korban TPPO dalam proses penempatan oleh PT NSP.

Perusahaan ini disebut memaksa para korban untuk mengikuti pelatihan yang disamarkan. Namun sebenarnya merupakan kerja paksa tanpa upah.

Dina menjelaskan bahwa kondisi tempat penampungan pun tidak layak, dan para korban mengalami kekerasan fisik maupun psikologis.

Kasus ini sempat viral pada November 2024 setelah salah satu korban melaporkan tindak penganiayaan ke aparat penegak hukum yang melibatkan pemilik PT NSP.

"Kami harap ini benar-benar tidak dilihat satu sisi kasusnya. Apapun pekerjaannya, tidak ada yang namanya pemukulan atau penganiayaan. Bagaimana memanusiakan manusia? Apa dibenarkan jika majikan pukuli pekerjanya. Ini sudah mencederai nilai kemanusiaan," ungkap Dina.

Dina mengaku bahwa saat ini sejumlah korban secara psikologi mengalami kondisi tertekan, bahkan ada pula yang mengalami trauma.

Oleh karena itu, SBMI akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Terbaru, SBMI terus melakukan komunikasi dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).

"Kami mendesak pemerintah untuk memberi perhatian pada persoalan ini dari kejahatan perdagangan orang," tegas Dina.

Lia, salah satu calon buruh migran yang menjadi korban PT NSP mengaku tertekan batin dan tidak bisa bertindak saat itu. Karena ia mengetahui bagaimana temannya diperlakukan oleh pihak PT NSP.

"Mereka tertekan batin, tidak bisa bertindak. Saya asli Palembang, saya malu pulang karena punya hutang," kata Lia.

Lia pun berharap kasus ini yang didalamnya ada unsur penganiayaan tidak ditenggelamkan. Karena, korban mengalami trauma yang mendalam.

"Kasus ini harapannya dimunculkan, jangan ditenggelamkan. Nasib kami tidak menentu disana itu. Dan dokumen kami ditahan semua sama mereka," imbuh Lia.

Hanifah (21), perempuan asal Kabupaten Malang, juga berharap kasus kekerasan yang dilakukan Hermin pemilik perusahaan segera bisa memiliki keputusan hukum tetap.

"Saya harap ada penegakan hukum disini," kata Hanifah sembari menangis.

Kasus dugaan TPPO yang menjerat Hermin akan memasuki sidang perdana, Rabu (30/4/2025), besok. Hanifah sendiri juga menuntut kasus penganiayaan yang menimpanya juga bisa disidangkan.

"Saya dianiaya, sudah enam bulan saya menunggu kasus ini. Sampai sekarang pelaku belum dihukum," ucapnya.

Terpisah Kasatreskrim Polresta Malang Kota Kompol M Sholeh mengungkapkan, bahwa berkas perkara TPPO serta penganiayaan sudah memasuki tahap 2. "Berkas sudah tahap 2, sudah di kejaksaan," pungkasnya terpisah.




(abq/iwd)


Hide Ads