Sidang TPPO Malang, Saksi Ahli Ungkap Perusahaan Penyalur PMI Tak Berizin

Sidang TPPO Malang, Saksi Ahli Ungkap Perusahaan Penyalur PMI Tak Berizin

Muhammad Aminudin - detikJatim
Senin, 14 Jul 2025 23:10 WIB
Sidang kasus TPPO dengan korban calon pekerja migran di Kota Malang.
Sidang kasus TPPO dengan korban calon pekerja migran di Kota Malang. (Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim)
Malang -

Sidang perkara dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan 3 terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Malang terus bergulir. Saksi ahli yang dihadirkan mengungkap perusahaan jasa calon buruh migran tak mengantongi izin.

Selain dua saksi ahli jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan Noor Rahayu Agustinawati dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur serta Dr. Lucky Endrawati dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB).

Selain itu, jaksa juga memanggil 2 orang saksi lainnya, yakni suami terdakwa Hermin dan teman saksi pelapor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Semua saksi dan ahli memberikan keterangan yang mendukung pembuktian dari jaksa," ujar JPU Mohamad Heryanto kepada wartawan di PN Malang, Senin (14/7/2025).

"Termasuk dari Disnaker Jatim yang menyampaikan bahwa izin operasional PT NSP Cabang Kota Malang baru berlaku sejak 15 November 2024. Artinya, seluruh aktivitas perekrutan CPMI sebelum tanggal itu tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Heryanto menambahkan keterangan itu memperkuat dakwaan bahwa aktivitas PT NSP dalam merekrut calon pekerja migran dilakukan sebelum mengantongi izin resmi. Sebab itu, proses ini dianggap sebagai pelanggaran administratif yang bisa mengarah pada praktik perdagangan orang.

Selain itu, ahli pidana dari Universitas Brawijaya, Dr. Lucky dalam keterangannya juga menjelaskan unsur-unsur pidana dalam TPPO dan menyebutkan bahwa pelanggaran administratif yang menyebabkan kerugian terhadap calon pekerja migran dapat memenuhi unsur pidana perdagangan orang.

"Apabila terbukti ada unsur perekrutan, penampungan, dan penempatan tanpa prosedur yang sah," sebut terpisah.

Sementara itu, Kasi Penempatan Disnaker Jatim Noor Rahayu Agustinawati mengatakan memang penting bagi perusahaan penyalur tenaga kerja migran harus mengantongi legalitas. Sebabnya, banyak harapan dan hal ini juga bisa menyangkut hajat banyak orang.

"Bahwasanya PT NSP Cabang Malang ini memiliki izin operasionalnya terhitung sejak tanggal 15 November 2024, lalu, dan itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan," pungkasnya.

Sidang selanjutnya dijadwalkan digelar Senin (21/7/2025) mendatang, dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi dan ahli.

Sebelumnya, jaksa telah menghadirkan beberapa CPMI dan kerabatnya sebagai saksi, yang mengaku direkrut oleh kedua terdakwa Hermin dan Alti.

Sementara Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang selalu hadir dalam persidangan, memberikan pernyataan tegas soal substansi dakwaan dan dinamika yang berkembang di persidangan.

Terdakwa Hermin, Dian Permana dan Alti alias Ade didakwa dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 10 UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO, serta Pasal 81 jo Pasal 69 dan/atau Pasal 85 jo Pasal 71 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Total ada lebih dari 40 saksi yang rencananya akan dihadirkan selama persidangan perkara dugaan TPPO di Malan ini.




(dpe/abq)


Hide Ads