Belasan UMKM di kawasan Surabaya Barat menjadi korban penipuan modus mencatut nama pegawai pemkot. Akibatnya para korban mengalami kerugian hingga ratusan juta.
Salah satu korban, pasutri Ardi Sumarta (46) dan Febriana Risanti (39). Keduanya mengaku merugi Rp 26 juta. Modusnya, pelaku mengaku sebagai pegawai bagian umum Pemkot Surabaya.
Ardi menceritakan dari awal ia didatangi oknum yang mengaku pegawai pemkot. Kemudian pada 24 Oktober 2025 para PKL diundang oleh ketua paguyuban dari undangan ketua LPMK Sememi, Benowo berkumpul di kelurahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di kelurahan terdapat tim Bramasta Afrizal Riyadi yang mengaku dari Bagian Umum Pemkot Surabaya. Bram memberi sosialisasi kepada PKL terkait program bantuan pinjaman UMKM tanpa bunga 0% Wali Kota Eri Cahyadi, bila menjadi nasabah harus mengunduh aplikasi Kredivo dan Shopee.
"Dua aplikasi ini menurut Mas Bram resmi di bawah naungan OJK dan sponsor resmi yang ditunjuk oleh pemkot. Banyak yang unduh, waktu ada 35 pelaku UMKM," kata Ardi saat ditemui detikJatim di stand miliknya, Selasa (4/2/2025).
Lalu, beberapa hari kemudian, Bram mendatangi tempat usahanya. Bram menjelaskan programnya dan meyakinkan bahwa dia benar-benar pegawai Pemkot Surabaya.
"Di sini baru ngomong, saya tanya, katanya programnya Pak Eri, katanya orang pemkot bagian umum, nunjukkan id card, nunjukkin di akun resmi ada nama dia, nomor pegawai, sama pekerjaan bagian umum, mulai kerja kapan," ujarnya.
Setelah itu, Bram menjelaskan ke Ardi terkait sistem program tersebut. Dalam program itu, bagian umum ditugaskan pemkot untuk menggandeng sponsor, di antaranya Gramedia, dua aplikasi Shopee dan Kredivo sebagai penyandang dana.
"Dia bilang, ini mau mendaki pilkada bapak (Eri) bikin program untuk kerakyatan. Karena istri sudah unduh aplikasi, besoknya dibantu daftar, katanya harus masuk akun dan verifikasi wajah sambil ngecek limit Rp 14 juta untuk satu akun. Kalau Kredivo acc, ya pemkot bersedia ngasih (dana)," ceritanya.
Keesokan harinya, Bram kembali menemui istri Ardi untuk mendaftarkan bonus, karena terpilih sebagai produk UMKM ungulan sambil menemui vendor dari Kredivo yang ditunjuk pemkot, yakni Joko.
Bram masih meyakinkan Ardi, bahwa itu program perdana Pemkot Surabaya. Di mana Surabaya Barat menjadi percontohan, ditambah Eri Cahyadi saat itu mencalonkan lagi sebagai Wali Kota.
"Katanya, kalau gagal kasihan lurah, camat, apalagi bagian lapangan seperti dia. Karena tahu proram ada dampak ke lurah, camat, akhirnya saya dukung, hutang lah Rp 1-5 juta. Rencananya nggak hutang," ujarnya.
Setelah itu, pada 5 November harusnya menandatangani berkas, namun diundur terus sampai beberapa hari dan akhirnya sulit dihubungi. Ada pun kejanggalan yang dirasakan Ardi ketika mengingat kalimat Bram.
"Nanti setelah jadi nasabah pemkot, tolong jangn transaksi atau melakukan bentuk kerja sama dengan Shopee atau Kredivo, karena supaya nggak ada tumpang tindih," kata Bram yang ditirukan Ardi.
"Berdasarkan informasi, akhirnya tak cek, ternyata di situ sudah ada tagihan per tanggal 25 November, dibelanjakan Rp 12 juta untuk liontin dan Rp 14 juta untuk kuku palsu. Saya nggak merasa ngajukan, cuma cek limit," tambahnya.
Karena Bram sulit dihubungi, akhirnya Ardi menghubungi Joko selaku salah satu vendor dan mengatakan bila proyek dilimpahkan ke Rengga selaki komusaris CV Grand Jaya Ambassador.
Pada intinya, Bram menyampaikan bahwa pemkot memiliki program. Untuk mendapatkan tander harus ada CV untuk memenangkan tender. Rengga lah yang membuat CV, karena Bram dari pemkot dan tender dijatuhkan ke CV Rengga.
"Akhirnya kita curhat ngomong baik-baik tanggL 9 November. Sempat ketemu Mas Rengga, saya marah karena nggak mau keluar, kenapa dibelanjakan, katanya cek limit tapi belanja. Kalau belanja ngapain Eri Cahyadi urusi gini. Rengga bilang kalau nggak gini ceritanya," urainya.
Di hari yang sama, Ardi sempat bertemu dengan Rengga. Ternyata Rengga juga menjadi korban Bram membuat CV hingga mengalami kerugian ratusan juta.
"Bram bilang punya proyek, tapi harus PT nggak bisa perorangan, lalu Rengga disuruh buat usaha CV. Lalu rengga biayai buat akta pendirian CV, sewa kantor dan pinjam biaya operasional. Ketemu saya 9 November Rengga sadar beberapa hari. Dia tersadar bahwa ditipu juga, kerugiannya Rp 300 juta," ucapnya.
Pada tanggal 10 November, Ardi bertemu Bram dan ingin menyelesaikan secara kekeluargaan. Namun dari pengakuan Bram bahwa sistem belanja, mekanisme kerjanya memang seperti itu.
Dengan meyakinkannya, Bram menggunakan seragam instansi pemerintahan berwarna putih lengkap dengan Id card. Bahkan memberi tahu alamat rumahnya di Kemlaten Gang 7 no. 37.
"Bram sempat ketemu saya di luar waktu nagih, saya bilang kalau begini urusan kriminal, saya mencoba menyelesaikan secasa kekeluargaan. Katanya 'mas aku masalah gini nggak takut, karena satu polisi manapun nggak akan bisa nangkap aku, karena aku punya surat sakti', lalu dia mencet lagi buka aplikasi 'Cak Takon'. Katanya Bram 'begitulah bijaknya Pak Eri. Semua pihak nanti diuntungkan, toko yang dibelanjakan barangnya dia dapat keuntjngan, uang yang cair dri kredivo untuk UMKM . Kanan kiri dapat semua'," jelas Ardi.
Karena merasa sudah ada tagihan dan sistemnya seperti itu, Ardi pun menanyakan uangnya kemana. Karena belanjanya dikirim persis ke alamat rumahnya, bedanya dia Surabaya, tapi barang dikirim ke Cirebon, sehingga menimbulkan kecurigaan.
14 UMKM Tertipu
Setelah diselidiki, ternyata Ardi menemukan bila ada UMKM lain yang tertipu dengan kerugian berbeda-beda. Lalu berkumpul di Balai RW tanggal 9 Desember 2024.
"Saya ngontak teman UMKM ada yang kena, total 4 akun hampir Rp 76 juta, Rp 32 juta sama Rp 29 juta. Sebenarnya korbannya banyak, terakhir lapor 14 orang termasuk saya," kata dia.
Tanggal 9 Desember di Balai RW sempat berkumpul semua, termasuk Bram dan Rengga. Namun Bram dan Rengga saling lempar jawaban dan akhirnya Bram mengaku bahwa uangnya habis dipakai.
Ketika ingin meminta tanggung jawab ke LPMK kelurahan, ternyata mereka juga terkena tipu Bram. "Mereka juga kena tipu (Bram)," ujarnya.
Berujung Lapor Polisi
Saat itu Bram membawa pengacara dan masih meyakinkan bahwa program itu sudah resmi benar. Karena situasi memanas, akhirnya Bram, Rengga, dan Joko dibawa ke Polsek Benowo.
"Setelah diselidiki kerugian IT, korban banyak, kerugian sampai ratusan juga, nggak ngatasi dilimpahkan Polrestabes Surabaya. Di polrestabes sempat mediasi, Bram mengakui kesalahannya dan siap untuk mengganti, jatuh temponya 14 hari tidak terhitung hari libur. Dia mau jaminkan sertifikan. Jatuh temponya 2 Januari, tapi nggak bisa dihubungi. Tanggal 7 Januari kita bikin pengaduan. Ini nunggu panggilan. Kabur," pungkasnya.
(abq/iwd)