Anak yang disiksa ibu kandung di Surabaya ternyata baru bersekolah SD di usia 9 tahun. Fakta ini diungkap oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Surabaya.
Bocah perempuan bernama GEL itu sebelumnya diberitakan duduk di bangku kelas 3 SD. Faktanya, berdasarkan informasi yang telah dihimpun oleh DP3A-PPKB Surabaya, anak itu baru disekolahkan di SD Negeri Surabaya saat berusia 9 tahun. Sebelum itu dia tidak disekolahkan oleh ibu kandungnya.
"Iya (sekolah di) SD Negeri (masih) kelas 1. Sebelumnya nggak disekolahkan, anak ini," kata Kepala DP3A-PPKB Surabaya Ida Widayati saat dihubungi detikJatim melalui telepon, Selasa (23/1/2024).
Ida mengatakan bahwa pihak SD Negeri tempat GEL bersekolah yang melaporkan kekerasan yang dialami gadis cilik tersebut kepada DP3A-PPKB. Laporan itu disampaikan ketika guru kelasnya meminta GEL membuka masker yang ternyata mulutnya luka akibat disuruh ibunya kumur air mendidih.
Sekolah untungnya tahu. Kenapa kok maskeran, pas disuruh buka ternyata mulutnya luka. Terus anak itu juga mengeluh sakit pas dibuka bajunya, melontoh (melepuh) semua kulitnya. Saya langsung minta ke UPTD gimana caranya laporkan, bawa ke Polrestabes," ujar Ida.
Hasil pendalaman yang dilakukan dinasnya, Ida menyebutkan bahwa GEL sudah cukup lama mengalami perbuatan kekerasan oleh ibu kandungnya sendiri, ACA (26). Kekerasan itu berlangsung di tempat tinggal mereka di Manyar Tirtoyoso Selatan VIII, Surabaya.
Di rumah itu GEL diasuh tanpa kehadiran sosok ayah kandung. Sang ibu hidup bersama kekasihnya, sedangkan ayah kandungnya menurut Ida entah ke mana.
"GEL tinggal dengan ibu dan pacar ibunya. Kalau untuk ayah kandungnya, seingat saya tidak jelas," ujarnya.
Tidak hanya menyiramkan air panas, memaksa kumur air mendidih, hingga mencabut gigi putrinya dengan tang, ACA juga kerap menyiksa GEL dengan cara berbeda-beda setiap kali perempuan itu menganggap bocah itu melakukan kesalahan.
"Menurut saya ibunya sakit, ya. Setiap kesalahan anak dia lakukan penyiksaan beda-beda. Ada yang ditusuk gunting, dinyunyuk rokok. Terakhir itu, telat bangun tangan diikat, disiram air panas mendidih ke badan. Sebelumnya juga, banyu umep (air mendidih) disuruh kumur. Rusak dalamnya, kulit pipi kan lembut," kata Ida.
Setelah mengalami berbagai siksaan yang dilakukan ibu kandungnya itu, secara kasat mata GEL tidak mengalami gangguan psikis. Dia bahkan terlihat tegar meski fisiknya didapatkan banyak bekas luka.
"Kalau dilihat (secara) fisik anak ini tatak (kuat) banget. Nggak nangis terus," kata Ida.
Namun, kata dia, hal itu justru mengkhawatirkan. Secara psikologis anak itu bisa jadi mengalami gangguan yang tidak diungkapkan. Buktinya, GEL mengakui perlakuan kekerasan ibunya itu sampai terbawa mimpi.
"Cuma awal saya tanya, bisa tidur nggak? Atau pas tidur mimpi inget-inget perlakuan ibu nggak? Katanya 'kadang-kadang Bu, cuma nggak bisa tidurnya karena sakit sementara' gitu," paparnya.
Ida pun khawatir bahwa GEL mengalami trauma yang tertunda. Artinya, trauma pasca-kekerasan yang dia alami dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri itu akan membekas dan akan muncul sewaktu-waktu dan mendorong anak itu di kemudian hari menjadi pelaku kekerasan.
"Menurut saya mungkin bisa jadi ini trauma yang tertunda nanti. Pas dia jadi pelaku, kan, bahaya. Kami dampingi (dengan) psikolog atau pskiater, cuma nunggu sembuh dulu. Bahaya ini, bisa jadi trauma tertunda yang bisa dilampiaskan di kemudian hari," urainya.
Kini, ACA, ibu kandung GEL yang berusia 26 tahun telah ditangkap. Polisi menangkap perempuan itu berdasarkan laporan yang dilayangkan oleh Dinsos Kota Surabaya pada 17 Januari 2023.
Selain mengamankan ACA, polisi juga menyita 2 gelas plastik, sebuah alat pemanas air merek Mayama, sebuah alat pemukul anjing, 2 buah tali karet warna biru, 1 set seragam SD warna putih dan merah, 1 ponsel, hingga sebuah flashdisk berisi foto dan video korban.
ACA dikenakan Pasal 44 ayat (2) UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT dan atau Pasal 80 ayat (2) dan (4) UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan ke dua atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Ia terancam pidana selama 10 tahun.
Simak Video "Video: Tampang 7 Pemuda yang Cabuli 3 Remaja di Bali gegara Curi Gas LPG"
(dpe/dte)