Kasus dugaan pencabulan/pemerkosaan yang dilakukan kepala desa di Magetan berakhir secara kekeluargaan. Kasus tersebut diakhiri secara damai.
"Dari laporan yang kami dapat bahwa permasalahan tersebut (dugaan pencabulan) sudah damai," ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Eko Muryanto saat dikonfirmasi detikJatim, Sabtu (4/2/3023).
Perdamaian antara kedua belah pihak, kata Eko, terjadi dalam kesepakatan tertulis yang bertempat di kampus tempat mahasiswi kuliah. Perdamaian terjadi pada Senin 30 Januari 2023.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KKN sendiri telah diakhiri oleh kampus tempat terduga korban berkuliah. Seharusnya KKN berakhir pada pertengah Februari.
"Kedua belah pihak sudah berdamai tertanggal 30 Januari 2023. Untuk lokasi perdamaian bertempat di kampus tempat mahasiswi kuliah," papar Eko.
Eko menyebut bahwa dalam pernyataan tersebut terdapat poin kesepakatan bahwa korban tidak melapor ke jalur hukum. Terkait persoalan tersebut Pemkab Magetan masih menunggu Bupati yang masih Dinas luar kota di Jakarta.
"Dalam poin kesepakatan, pihak korban tidak boleh melaporkan masalah pencabulan kades ke jalur hukum," tandasnya.
Kasus dugaan asusila yang berakhir damai itu disorot oleh pakar pidana asal Surabaya Prof. Dr Sunarno Edy Wibowo. Bowo menegaskan bahwa kasus asusila tidak bisa didamaikan. Menurut Bowo, perkara harus tetap berlanjut hingga ke meja persidangan.
"Tidak bisa (damai), apa pun itu (pidananya) tidak bisa hapus, kecuali pidana ringan, nah ini pencabulan/ pemerkosaan, berhubungan dengan asusila, ancamannya berat," kata Bowo.
"Apalagi kalau sudah dewasa dan jadi tokoh/pejabat publik, bisa lebih berat (ancaman hukumannya), sesuai pasal pasal 289 KUHP ancaman hukuman 9 tahun penjara," imbuhnya.
Saat disinggung apakah perkara itu tak diselidiki lebih lanjut oleh polisi, Bowo menegaskan perkara itu seharusnya tidak bisa dihentikan. Bahkan, tetap harus diproses, sekali pun ada perdamaian.
"Setelah pemrosesan, bisa saja ketika dia ganti kerugian dan lain-lain, hanya meringankan (pidananya), tapi tindak pidana itu tidak akan terhapus, meski memaafkan tetap jalan (pidananya), asas pidana tidak bisa dihapus," ujarnya.
Sekali pun dinikahi, sambung Bowo, pidana dalam perkara asusila tidak akan terhapus. Menurutnya, polisi juga harus bijak di kasus asusila.
"Itu kebijaksanaan kepolisian juga, itu (memaafkan dan menikahi) hanya meringankan pidana, bukan menghapuskan. Sebenarnya, visum itu bisa jadi alat bukti dan keterangan korban, lalu bisa diproses, intinya tidak masalah (kalau diproses), nah ini (pidana) tidak bisa dicabut," ujarnya.
Oleh karena itu, Bowo mempertanyakan perihal perdamaian yang berlangsung. Menurut Bowo, meski terlanjur ada perdamaian sekali pun, perkara itu masih bisa dilaporkan kembali.
"Itu ada (dugaan) hal yang lain, seperti intimidasi dan sebagainya. Kalau sudah dewasa, temannya korban bisa melaporkan, tapi dengan catatan korban memang harus mengakui kalau memang ada tindak pidana pencabulan," tutup Bowo.
(dpe/iwd)