Kasus Dugaan Pencabulan Dokter YA, Pakar Singgung Soal Alat Bukti

Kasus Dugaan Pencabulan Dokter YA, Pakar Singgung Soal Alat Bukti

Muhammad Aminudin - detikJatim
Jumat, 25 Apr 2025 07:30 WIB
Pakar hukum Universitas Brawijaya (UB) Prija Djatmika
Pakar hukum Universitas Brawijaya (UB) Prija Djatmika (Foto: Muhammad Aminudin.detikJatim)
Malang -

Kasus dugaan pelecehan dokter YA tengah dalam proses penyelidikan oleh kepolisian. Adanya kasus ini dinilai menjadi tantangan bagi penyidik untuk dapat membuktikan kejahatan pelaku.

Pakar hukum Universitas Brawijaya (UB) Prija Djatmika menyatakan, bahwa kepolisian harus dapat membuktikan adanya dugaan tindak pidana yang sudah dilaporkan oleh korban.

Penyidik harus memiliki dua alat bukti sah sesuai hukum acara pidana yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Dua alat bukti sah yang dimaksud meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat petunjuk dan keterangan terlapor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bukti petunjuk, misalnya CCTV itu, terus keterangan ahli. Misalnya dia (korban) trauma, dia (korban) lapor tadi pagi, barusan dilecehkan, saya trauma, ada keterangan psikologis, atau fisik, ada bekasnya, itu bisa dibuktikan. Ya perkara ini bisa terus," ujar Prija Djatmika kepada wartawan, Kamis (24/4/2025).

"Kalau hanya kata-kata atau pengakuan saja tanpa ada bukti pendukung. Misalnya CCTV-nya ada enggak waktu itu? CCTV itu dalam Undang-Undang IT itu alat bukti. Screenshot CCTV itu alat bukti sekarang memperbarui 184 KUHAP. Itu yang harus dibuktikan penyelidik sekarang," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Menurut Prija, semua warga negara memiliki hak untuk melaporkan adanya tindak pidana. Namun, siapapun yang mendalilkan adanya tindak pidana wajib untuk bisa membuktikan.

"Maka dalam hukum pidana itu, dalam hukum perdata juga, siapa yang menyatakan sesuatu, mendalilkan sesuatu, wajib membuktikan," tuturnya.

Prija melihat bahwa kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami dua korban oleh oknum dokter belum kadaluarsa. Penyidik juga dapat memanggil terduga pelaku untuk dimintai klarifikasi.

"Perkara ini belum kadaluarsa. Terlapor bisa dipanggil untuk dimintai klarifikasi dan polisi harus mengumpulkan bukti-bukti, pertama ini memang jelas tindak pidana," tegasnya.

Prija menambahkan Polresta Malang Kota juga memiliki kewajiban untuk menghentikan penanganan perkara, apabila proses penyelidikan menemukan titik buntu dalam upaya pengumpulan alat bukti.

Langkah ini dilakukan agar tidak menimbulkan dampak kerugian bagi pihak lain.

"Bila tidak cukup bukti, harus ada rehabilitasi. Polresta harus mengumumkan bahwa tidak cukup bukti dalam laporan itu," imbuhnya.

Polresta Malang Kota sendiri tengah berupaya untuk mengumpulkan alat bukti dalam pengungkapan kasus ini. Beberapa orang telah dimintai keterangan sebagai saksi, satu diantaranya pegawai Persada Hospital.

"Satreskrim Polresta Malang Kota telah bergerak cepat untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya saksi, yakni dia yang mendengar, melihat, melihat dan (mengumpulkan) barang bukti," kata Kasi Humas Polresta Malang Kota Ipda Yudi Risdiyanto terpisah.

Sementara terkait rekaman CCTV, Yudi menyatakan bahwa proses analisa membutuhkan waktu lantaran kejadian dugaan pelecehan seksual itu terjadi pada tahun 2022 dan 2023.

Sehingga perlu adanya pemeriksaan berkala terhadap file rekaman CCTV pada kamera pengawas di rumah sakit tempat AY sebelumnya bekerja.

"Secara otomatis dua-duanya (rekaman kejadian dan jumlah file) tetapi kami terus berupaya semaksimal mungkin," pungkasnya.




(abq/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads