Saksi Ahli Sebut Unsur Pidana Kasus Mas Bechi di Dakwaan JPU Tak Terpenuhi

Saksi Ahli Sebut Unsur Pidana Kasus Mas Bechi di Dakwaan JPU Tak Terpenuhi

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Selasa, 27 Sep 2022 17:04 WIB
Mas Bechi jalani sidang di PN Surabaya
Mas Bechi (Foto: Praditya Fauzi Rahman)
Surabaya -

Sidang kasus dugaan kekerasan seksual di Ponpes Shiddiqiyyah Jombang dengan terdakwa Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi di Ruang Cakra, PN Surabaya kali ini mendengar saksi ahli. Saksi yang dihadirkan kuasa hukum Mas Bechi itu menyebutkan unsur pidana di dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terpenuhi.

Saksi ahli itu adalah Prof Dr Suparji Ahmad. Ia merupakan Ketua Senat Akademik Universitas Al Azhar Indonesia di Jakarta. Ia menegaskan bahwa perbuatan terdakwa tidak sesuai dakwaan dan pasal yang dikenakan oleh JPU dalam dakwaan, yakni pasal 285, 289, maupun 294 KUHP.

"(Pasal) 285 kan harus ada perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa itu mengancam kekerasan atau ada unsur kekerasan. Kalau lihat dari kronologisnya tidak ada tindakan atau ancaman kekerasan untuk dilakukan persetubuhan atau pencabulan," ujar Suparji usai sidang, Selasa (27/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menyimpulkan itu dari bukti-bukti yang diungkap. Tidak ada tindakan dari terdakwa melakukan kekerasan atau kontak fisik, seperti memukul atau menendang kepada korban. Bahkan, ia meyakinkan hakim tak ada bukti-bukti terdakwa hendak melakukan kekerasan kepada korban bila tidak menuruti kemauan.

Karena tidak ada unsur keterpaksaan dan ancaman yang dibuktikan dengan bukti-bukti yang disampaikan dalam persidangan, hal itulah yang membuatnya menyimpulkan bahwa Pasal 285 dan 289 tidak terpenuhi dalam dakwaan yang disampaikan oleh JPU.

ADVERTISEMENT

"Dalam pandangan saya, secara teoritis tidak ada ancaman atau tindakan, sehingga korban tidak merdeka atau terancam. Itu tidak terbukti. Berarti (pasal) 285 dan 289 tidak masuk di situ, karena tidak semata-mata hanya ada unsur persetubuhan saja, tapi (harus) ada ancaman dan kekerasan," ujarnya.

Suparji juga menyoroti dakwaan terakhir soal relasi kuasa yang dianggap menyebabkan terjadinya pencabulan. Ia menganalogikan adanya ketergantungan antara murid dengan guru, pasien dengan dokter, dan lain sebagainya. Padahal, menurutnya Mas Bechi bukan guru korban secara langsung.

"Kalau terjadi relasinya ini, kan, diduga pelaku bukan guru secara langsung kepada korban. Sehingga unsur 294 tidak masuk ke situ, itu KUHP merupakan warisan dari Belanda, ya. Jangan sampai orang yang tidak salah diperlakukan tidak adil, lagi-lagi kembali pada fakta persidangan, ini patut dipertanyakan," ujarnya.

Tanggapan JPU, pengacara terdakwa Mas Bechi, dan pengacara terduga korban. Baca di halaman selanjutnya.

JPU Tengku Firdaus menanggapi pernyataan yang disampaikan ahli pidana dari pihak terdakwa. Ia mengatakan bahwa apa yang disampaikan saksi ahli kali ini sifatnya sama dengan pernyataan ahli pidana yang ia hadirkan sebelumnya.

"Keterangan dari ahli pidana hampir sama (bersifat pendapat). Beliau menyampaikan pendapatnya terkait peristiwa pidana yang terjadi. Ada pembahasan beberapa lah, terkait unsur pasal, ancaman kekerasan, hingga alat bukti," ujar JPU Tengku Firdaus.

Meski demikian Firdaus mengaku tidak mempermasalahkan apa yang disampaikan saksi ahli dari terdakwa. Menurutnya, pendapat dari ahli itu dinilai netral dan sesuai dengan keabsahan hukum yang ada.

"Ini (agenda sidang dan keterangan) pendapat ahli, jadi netral, apa yang ditanyakan kami (JPU, Hakim, dan PH), dia menjelaskan pendapatnya terkait keabsahan alat bukti, surat, dan sebagainya, kurang lebih sama dengan ahli pidana sebelumnya, nggak begitu berbeda, ada teori-teori pidana juga," ujarnya.

Ketua Tim Penasihat Hukum Mas Bechi Gede Pasek Suardika mengatakan ahli pidana yang ia hadirkan kali ini untuk memberi perspektif berbeda tentang perkara pidana asusila yang menjerat kliennya.

Dia mengatakan bahwa saksi ahli yang ia hadirkan membedah kembali sejumlah bukti seperti status visum, proses hukum, persyaratan formil dan materiil, hingga kesaksian tunggal korban yang dia nilai tidak didukung nama-nama yang disebutkan korban.

"Lebih pada penggalian hukum pidana, untuk memberikan perspekfif dan penguatan, termasuk kami tanyakan posisi keyakinan hakim di dalam perkara yang harus dilakukan. Apakah murni harus berangkat dari alat-alat bukti persidangan atau datang dari luar alias opini?" ujar Gede usai sidang.

Gede yang yakin bahwa perkara pidana terhadap kliennya adalah rekayasa mengaku sempat menanyakan kepada saksi ahli tentang cara mengatasinya. Ia juga menyimpulkan bahwa perspektif saksi ahli yang ia hadirkan dalam perkara ini hampir serupa. Terlebih, dalam validitas pernyataan terkait visum.

"Saya tanya, ada enggak mekanismenya? Ternyata beliau kesulitan juga menggambarkan itu, karena ini (perkara) kan 1 rangkaian. Dan ketidaksempurnaan penyidikan bagaimana? Nah itu belum ada instrumennya. Artinya, kalau tidak cukup bukti, saksi tidak kuat, dan dakwaannya tidak sesuai fakta, memang terungkap semua. Terdakwa berhak untuk mendapat keadilan!" ujarnya.



Hide Ads