Polisi menyelidiki dugaan penggelapan dana koperasi para guru, KPRI Budi Arta di Mojokerto. Total dana koperasi yang diduga digelapkan pengurus lama disebut-sebut mencapai Rp 11,197 miliar.
Ketua I KPRI Budi Arta, Yuswanto mengatakan gejolak di koperasi para guru di Kabupaten Mojokerto itu terjadi sejak 2018. Ketika itu, sekitar 280 guru SMA dan SMK berstatus PNS memutuskan keluar dari anggota KPRI Budi Arta. Karena status kepegawaian mereka beralih dari Kabupaten Mojokerto ke Pemprov Jatim.
Sesuai peraturan internal KPRI Budi Arta, setiap anggota koperasi berhak menerima simpanan wajib paling lambat 30 hari setelah mengundurkan diri sebagai anggota. Koperasi di Jalan RA Basuni, Sooko, Kabupaten Mojokerto ini beranggotakan 976 guru TK, SD, SMP, pensiunan guru, serta guru SMA dan SMK. Setiap anggota selama ini membayar simpanan wajib Rp 100 ribu per bulan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pembayaran dana simpanan wajib anggota berbelit sejak 2018 sampai tahun ini. Simpanan wajib mereka paling sedikit Rp 8 juta, paling banyak Rp 15 juta per orang. Anggota yang pensiun ingin mencairkan simpanan wajib juga tidak terlayani. Alasan pengurus menunggu giliran gitu aja, katanya antrean banyak, tidak pernah dijanjikan berapa lama," kata Yuswanto kepada wartawan, Senin (29/8/2022).
Masalah pencairan simpanan wajib, lanjut Yuswanto, akhirnya memantik reaksi anggota lain. Sekitar 24 anggota yang mempunyai simpanan mana suka di KPRI Budi Arta pun menarik tabungan mereka. Namun, dana simpanan mereka diduga sudah digelapkan pengurus koperasi sebelumnya.
"Simpanan mana suka adalah simpanan yang diberikan anggota untuk mendukung perputaran kas koperasi dan anggota menerima uang jasa. Jumlahnya sampai Rp 3,4 miliar dan itu tidak ada. Masing-masing paling sedikit Rp 70 juta, paling banyak Rp 800 juta. Seluruhnya belum kembali," ungkapnya.
Gejolak di internal koperasi berbuntut rapat anggota tahunan (RAT) luar biasa 26 Juni 2022. RAT ini, kata Yuswanto untuk merombak pengurus lama. Ketua KPRI Budi Arta yang dijabat MK, akhirnya digantikan Ustadzi Rois. Tidak hanya itu, pengurus baru juga melaporkan MK dan putrinya berinisial WW ke Polres mojokerto pada 27 Juli lalu. WW alias Y selama ini menjadi karyawan yang mengatur keluar masuk dana koperasi.
"Kami laporkan indikasi penyelewenangan dana KPRI Budi Arta. Kami ingin menyelamatkan aset koperasi karena itu uangnya anggota. Indikasi uang hilang dari kas KPRI Budi Arta Rp 11,197 miliar. Terlapornya hanya dua orang, MK dan WW," jelasnya.
Selain simpanan wajib dan simpanan mana suka, menurut Yuswanto, pihaknya juga melaporkan MK dan WW terkait dugaan penggelapan dana KPRI Budi Arta bermodus kredit fiktif. Dia menyebut dugaan kredit fiktif itu mencapai Rp 2,4 miliar. Data dugaan kredit fiktif ia peroleh dari bendahara koperasi berinisial NS.
"Total sekitar 89 (anggota KPRI Budi Arta) yang namanya dipakai, ada nilainya, tapi orangnya tidak melakukan utang atau utangnya sudah lunas. Kami verifikasi per kecamatan, sebagian terbukti bahwa mereka tidak utang," terangnya.
Terakhir, kata Yuswanto, pihaknya melaporkan MK dan WW ke polisi terkait dugaan penggunaan kas KPRI Budi Arta tidak pada tempatnya. "Terduga pelakunya Manajer Koperasi dulu, BK yang mengeluarkan Rp 2,4 miliar hanya berdua dengan WW saja," ujarnya.
Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Gondam Prienggondhani menuturkan laporan dugaan penggelapan dana KPRI Budi Arta telah ia terima Juli lalu. Sampai saat ini, pihaknya masih melakukan penyelidikan dengan melakukan klarifikasi ke semua pihak terkait. Yaitu dari pihak pelapor, pengurus dan pengawas koperasi.
"Kami masih melakukan klarifikasi atau penyelidikan. Karena kami tidak mau sepihak dari pelapor, kami cek ke pihak terlapor juga. Klarifikasi untuk mendapatkan apakah ini ada unsur pidananya atau tidak, kami belum bisa menyimpulkan karena masih tahap klarifikasi," tandasnya.
(iwd/iwd)