"Tensinya 140/90 mengindikasikan preeklamsi ringan. Ini (persalinan) tidak bisa dilakukan di puskesmas, SOP-nya harus di rumah sakit. Apalagi ada riwayat diabet," jelasnya.
Oleh sebab itu, dr Hexawan menegaskan, Puskesmas Sumobito tidak pernah merujuk Rohma agar menjalani operasi caesar di RSUD Jombang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di dalam rujukan tidak ada berbunyi SC (sectio caesar). Karena penentu tindakan adalah rumah sakit, bukan kami. Semuanya ada arsipnya," tandasnya.
Rohma menjalani persalinan normal di RSUD Jombang pada Kamis (28/7). Ia sempat beberapa kali meminta agar dioperasi caesar ke petugas medis yang menanganinya. Karena sejak awal Rohma merasa tidak mampu melahirkan secara normal.
Namun, tim medis RSUD Jombang tidak mengabulkan permintaan Rohma. Karena hasil pemeriksaan di rumah sakit menunjukkan ia dalam kondisi baik. Posisi kepala janin sudah di pangkal pinggul. Selain itu, pembukaan jalan lahirnya juga lancar.
Dokter spesialis kandungan yang menanganinya saat itu menilai Rohma justru berisiko mengalami pendarahan jika menjalani operasi caesar. Karena ketika itu ia mengalami preeklamsia yang salah satunya ditandai dengan tekanan darah tinggi 140/90.
Kekhawatiran Rohma pun terjadi karena persalinan normal tidak berjalan lancar. Saat itu, terjadi kondisi penyulit berupa distosia bahu, yakni bahu janin tersangkut sehingga tubuhnya tidak bisa lahir. Kepala bayi bisa keluar setelah disedot menggunakan alat vakum.
Bayi perempuan yang dikandung Rohma selama 9 bulan akhirnya meninggal saat tim dokter spesialis kandungan berupaya menangani distosia bahu. Tim dokter terpaksa memisahkan kepala dari tubuh bayi untuk menyelamatkan Rohma. Selanjutnya, tubuh bayi dikeluarkan melalui operasi caesar.
Kasus persalinan Rohma yang berujung kematian bayi tersebut diselidiki Satreskrim Polres Jombang sejak Selasa (2/8). Polisi menindaklanjuti laporan suami Rohma, Yopi pada Senin (1/8) sore.
(hil/iwd)