Informasi dalam artikel ini bisa mengganggu pembaca, terutama bagi ibu hamil yang tidak disarankan untuk membaca artikel ini.
Polisi telah menuntaskan pemeriksaan terhadap pihak terkait dugaan ibu dipaksa lahiran normal di RSUD Jombang. Hasil temuan dari pemeriksaan seluruh pihak telah dikoordinasikan ke organisasi profesi.
Kasat Reskrim Polres Jombang AKP Giadi Nugraha menyatakan bahwa polisi telah menganggap pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait dalam kasus dugaan ibu dipaksa lahiran normal di RSUD Jombang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagi kami proses pemeriksaan pihak-pihak yang terlibat sudah selesai," ujar Giadi ketika dihubungi detikJatim, Jumat (5/8/2022).
Proses selanjutnya, kata Giadi, Satreskrim Polres Jombang telah mengirimkan surat dan hasil temuan pemeriksaan kepada organisasi profesi terkait. Yakni Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jatim dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim.
"Hari ini (Jumat) kami sudah ke IBI dan IDI Jatim. Sudah, kami sudah kirim tadi. Suratnya juga sudah diterima di sana, tinggal menunggu jawaban," katanya.
Giadi memastikan bahwa polisi telah memeriksa memeriksa sejumlah tenaga kesehatan RSUD Jombang terkait kasus pasien Rohma Roudotul Jannah (29) yang diduga dipaksa menjalani lahiran normal hingga bayinya meninggal.
"Sudah, kami sudah memeriksa 10 nakes (RSUD Jombang) dan 1 (terduga) korban," ujar Giadi.
Ia menjelaskan, pemeriksaan terhadap 10 nakes RSUD Jombang itu telah dilakukan pada Rabu (3/8/2022). Pemeriksaan itu dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap terduga korban yakni Rohma pada Kamis (4/8/2022).
"Kemarin itu kami memeriksa 1 korban. Kemarinnya lagi kami memeriksa nakes. Ada 10 (nakes) yang kami periksa," katanya.
Sebelumnya, suami Rohma, Yopi Widianto (26) telah melaporkan RSUD Jombang ke polisi dengan dugaan telah memaksa istrinya lahiran normal. Proses persalinan normal itu berujung meninggalnya bayi pertama mereka dan harus menjalani pemisahan kepala untuk mengeluarkannya dari kandungan Rohma.
Begitu mendapat laporan polisi langsung menyelidiki kasus ini. Selasa lalu Giadi mengatakan bahwa penyelidikan kasus kematian bayi di RSUD Jombang telah dimulai sejak Selasa (2/8) kemarin setelah sehari sebelumnya, Senin (1/8) sore, Yopi melapor ke SPKT Polres Jombang.
"Yang dilaporkan pasal 359 KUHP, UU Kesehatan, UU Tenaga Kesehatan dan UU Perlindungan Konsumen," kata Giadi kepada wartawan di kantornya, Jalan KH Wahid Hasyim, Selasa (2/8/2022).
Saat iu Giadi menjelaskan kasus persalinan Rohma yang berakhir bayinya meninggal di RSUD Jombang bukan tergolong delik aduan. Artinya, polisi bisa melakukan penyelidikan meskipun Yopi tidak melapor ke Polres Jombang. Sehingga penyelidikan tetap berjalan meski Yopi setiap saat mencabut laporannya.
"Kasus ini bukan delik aduan. Tanpa ada laporan pun kami bisa melakukan penyelidikan. Tidak berpengaruh (kalau laporan dicabut)," tegasnya.
Giadi mengatakan, pihaknya menjadwalkan pemeriksaan para saksi dalam kasus ini. Mulai dari para tenaga kesehatan di RSUD Jombang maupun Puskesmas Sumobito yang menangani Rohma, korban, hingga saksi-saksi terkait lainnya. Keterangan para saksi tentu saja akan dituangkan dalam berita acara.
"Nanti akan kami konstruksikan, tindakan-tindakan yang dilakukan dokter dan perawat memenuhi standar atau tidak? Sesuai SOP atau tidak? Atau apakah ada pelanggaran kode etik? Ketika ada pelanggaran kode etik, ini lalai apa tidak? Konstruksinya (akan) panjang," terangnya.
Berkas hasil penyelidikan itu, kata Giadi waktu itu, akan lebih dulu dikirim kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jatim. Karena pihaknya tidak mempunyai keahlian untuk menilai perbuatan para tenaga kesehatan dalam kasus ini.
"Nantinya IDI sebagai ahli yang menilai perbuatan dokter.PPNI yang menilai perbuatan perawat. Karena kami tidak mempunyai keahlian untuk menilai itu. Apakah nanti masuk (pelanggaran) kode etik profesi, apakah ternyata kode etik yuridis. Yuridisnya larinya bisa di sana, misalnya si dokter izin praktiknya dicabut, atau ke pidana, atau bisa saja mereka menilai itu sudah benar," jelasnya.
Giadi mengimbau agar masyarakat tidak terburu-buru menghakimi tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan RSUD Jombang dalam kasus persalinan Rohma.
"Masyarakat harus paham kita tidak bisa menghakimi tindakan tenaga kesehatan. Biarkan orang yang ahli yang menilai itu," tandasnya.
Cerita Rohma Roudotul Jannah yang mengalami preeklamsia tapi diduga dipaksa menjalani lahiran normal di RSUD Jombang hingga bayinya meninggal.
Rohma Roudotul Janna (29) yang siap melahirkan dirujuk oleh Puskesmas Sumobito ke RSUD Jombang karena mengalami preeklamsia, serta mempunyai riwayat diabetes dan hipertensi pada Kamis (28/7) pagi. Ibu muda asal Desa Plemahan, Sumobito masuk ke RSUD Jombang sekitar pukul 10.50 WIB.
Pemeriksaan awal di rumah sakit pelat merah ini menunjukkan Rohma dalam kondisi baik. Dia sudah bukaan 7. Kepala janin pada posisi di pangkal panggul. Sehingga dokter spesialis kandungan yang menanganinya memutuskan untuk Rohma menjalani persalinan normal.
Benar saja, jalan lahir Rohma akhirnya membuka secara lengkap. Tim dokter pun memberikan pertolongan sesuai prosedur persalinan normal. RSUD Jombang tidak mengabulkan permintaanya operasi caesar karena ia pasien peserta BPJS Kesehatan.
Pihak rumah sakit menilai tidak ada indikasi klinis yang menjadi dasar bagi Rohma untuk dioperasi caesar. Jika dipaksakan operasi tanpa dasar, manajemen RSUD Jombang bakal terkena audit terkait pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan.
Persalinan normal sempat berjalan lancar sampai kepala bayi Rohma keluar. Saat itulah terjadi distosia bahu yang menyebabkan tubuh bayi tidak bisa keluar. Tiga dokter spesialis kandungan ikut menolongnya dengan berbagai cara. Setelah lebih dari 10 menit, bayi perempuan itu meninggal.
Sehingga, tim dokter mengalihkan fokusnya untuk menyelamatkan nyawa Rohma. Kepala bayi yang terlanjur lahir dipisahkan dari tubuhnya. Selanjutnya, tubuh bayi dikeluarkan dari rahim Rohma melalui prosedur operasi. Kepala dan tubuh bayi lantas disatukan kembali dengan dijahit untuk selanjutnya diserahkan kepada keluarga.