Kasus balon udara dan petasan di Ponorogo turun drastis dibanding tahun 2021. Pemkab, DPRD, pemerhati sosial mengapresiasi kesadaran masyarakat terkait menurunnya kasus tersebut.
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko mengaku senang dan mengucapkan terima kasih sekaligus mengapresiasi kesadaran masyarakat.
"Terimakasih atas kesadaran masyarakat juga apresiasi kepada semua," tutur Giri kepada detikJatim, Selasa (10/5/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua DPRD Ponorogo Sunarto menambahkan tahun ini merupakan upaya yang baik. Kesadaran masyarakat sekaligus upaya aparat kepolisian untuk menekan angka balon dan petasan.
"Harapan kita, dipertahankan. Sehingga timbul kesadaran masyarakat, tidak ada korban lagi dari petasan maupun balon. Terima kasih kepada semua pihak, tokoh masyarakat, Kades, polisi serta semua stake holder," terang Sunarto.
Kasat Reskrim Polres Ponorogo AKP Jeifson Sitorus menambahkan pihaknya bersama stake holder terus melakukan tindakan preventif berupa memberikan imbauan, sosialisasi baik dengan media sosial, radio, tv dan lain-lain bahkan polres sampai mengadakan sayembara.
"Satu hal yang sangat kami syukuri tahun ini tidak ada korban jiwa di wilayah hukum Polres Ponorogo," papar Jeifson.
Menurut Jeifson, pihaknya tidak mendahulukan penegakan hukum dalam kasus ini. Pencegahan menurutnya akan lebih maksimal.
"Kalau ada saran atau masukan kami terbuka dan sangat berterima kasih kepada masyarakat yang mau membantu pemerintah dalam menyelesaikan persoalan ini," imbuh Jeifson.
Terkait dengan restorative justice, lanjut Jeifson, hal ini sudah diatur melalui Perpol No. 8 Tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif, pada pasal 15 diatur syarat pelaksanaan Restorative Justice tersebut.
"Kasus balon udara berekor petasan tersebut tidak memenuhi syarat formil untuk dilakukan Restorative Justice," imbuh Jeifson.
Sementara, Pemerhati Sosial Dr Murdianto menambahkan kesadaran masyarakat saat ini merupakan dampak dari fungsi hukum yang berlaku. Sebab, meski sebelumnya dilakukan pendekatan kultural, sosiologis dan dialog tetap saja masih kecolongan.
"Tahun ini level penegakan hukum, sifat memaksa membuat orang berfikir dua kali lipat untuk melanggar," tandas Murdianto.
Dosen Tetap Program Pascasarjana INSURI Ponorogo ini menambahkan tradisi yang memiliki potensi bahaya tinggi bisa digerus dengan langkah hukum yang memaksa. Contoh, dulu masyarakat akrab dengan mirsa karena ada aturan hukum bisa memaksa masyarakat untuk menaati.
"Secara umum, dampak balon dan petasan itu kan, pelan-pelan membuka semua orang, petasan itu kan membahayakan nyawa. Sudah segitu banyak refleksi masyarakat kan sudah berjalan artinya mereka sendiri berfikir," ujar Murdianto.
Murdianto pun berharap stake holder seluruhnya kompak, tidak hanya di Ponorogo saja. Tapi juga wilayah setempat.
"Kesadaran masyarakat kini tinggi, fakta pemberitaan korban banyak, jadi masyarakat paham bahayanya," pungkas Murdianto.
(iwd/iwd)