Tugu Pahlawan di Surabaya merupakan ikon atau simbol perjuangan Arek-arek Suroboyo melawan penjajah di pertempuran 10 November 1945. Di lokasinya yang sekarang, sempat berdiri bangunan sebelum Tugu Pahlawan dibangun.
"Jauh sebelum monumen Tugu Pahlawan dibangun, sebenarnya berdiri gedung Raad van Justitie, gedung pengadilan tingkat tinggi pemerintah kolonial Belanda. Kemudian, di zaman Jepang gedung ini diduduki oleh Kempetai (polisi tentara Jepang). Tetapi, sebelum itu ada Alun-alun Keraton Surabaya," kata Sejarawan Surabaya Historical Community, Nur Setiawan ketika dikonfirmasi detikJatim, Kamis, (14/11/2024).
Alun-alun Keraton Surabaya saat itu hilang berganti dengan dibangunnya gedung Pengadilan Kolonial Belanda. Menjelang peristiwa 10 November, gedung ini kemudian diambil alih oleh arek-arek Suroboyo saat akan berperang. Kala itu, Jepang dikepung dan terjadi baku tembak sehingga senjata Jepang dan gedung itu berhasil diambil alih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasukan Jepang dikepung, terjadi baku tembak termasuk gedung ini dapat diambil alih. Saat dijadikan markas pejuang, pihak tentara Inggris (sekutu) kemudian membombardir gedung Raad Van Justitie ini. Makanya di sisi selatan Tugu Pahlawan ada replika pilar 4 yang melambangkan gedung Raad Van Justitie dan diduduki oleh para pejuang," urainya.
![]() |
Nur menyebut perang ini merupakan perang semesta. Sebab, perang ini tidak hanya diikuti oleh kalangan militer tetapi juga masyarakat sipil, wanita, anak-anak muda, berbagai elemen buruh, organisasi massa, kalangan santri. Mereka semua berperang dan bersatu padu mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.
"Karena, pada perang ini, tidak hanya ada arek-arek Suroboyo saja. Tetapi juga dari Malang, dari Jombang, Jawa Tengah, Kalimantan, Bali. Sehingga wajar kalau yang tumbang bisa sampai 50 ribu lebih nyawa saat perang itu," jelasnya.
Setelah perang 10 November 1945 itu usai dan telah mengorbankan banyak nyawa, Wali Kota Surabaya kala itu, Doel Arnowo yang menjabat pada tahun 1950-1952 berinisiatif untuk membangun Monumen Tugu Pahlawan sebagai simbol peringatan hari Pahlawan.
"Perang semesta ini banyak sekali tumbal negara, para pejuang banyak yang mengorbankan nyawanya. Maka ada inisiatif dari Pak Doel Arnowo ingin mendirikan Tugu Pahlawan untuk memperingati mereka. Karena tidak mungkin diperingati satu-persatu, karena saking banyaknya. Jadi harus bikin Tugu monumental untuk memperingati semua pejuang," terang Nur.
"Akhirnya gagasan ini didengar oleh Presiden Soekarno, kemudian diamini inisiatif ini. Karena Pak Soekarno seorang arsitek juga, saat itu Pak Soekarno bilang 'wah iki apik, menarik iki, wis disayembarano aja siapa yang bisa membuat katakanlah bagus dan sakral itu yang menang. Sayembara berhasil dimenangkan oleh Ir. Tan sama Ir. R. Soeratmoko. Di antara dua orang itu yang akhirnya memenangkan sayembara membuat desain Monumen Tugu Pahlawan. Nah, saat itu, Ir. R. Soeratmoko yang mengerjakan perencanaan gambarnya," pungkasnya.
Selain mengenang pertempuran 10 November 1945, peristiwa tersebut juga terkait dengan Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945, yang kemudian menjadi dasar peringatan Hari Santri Nasional (HSN).
Saat itu, warga Surabaya dengan berani melawan pasukan Sekutu yang berusaha menguasai kembali Indonesia, dengan banyak yang kehilangan nyawa dalam perjuangan tersebut.
Kini, Tugu Pahlawan tidak hanya menjadi simbol sejarah perjuangan Indonesia, tetapi juga merupakan destinasi wisata yang menarik. Pengunjung dapat menikmati kemegahan tugu serta merasakan suasana khidmat di sekitarnya.
Di dalam kompleks Tugu Pahlawan, terdapat museum yang menyimpan berbagai koleksi yang berkaitan dengan pertempuran Surabaya, menjadikan monumen ini tidak hanya sebagai tempat sejarah, tetapi juga sumber inspirasi semangat nasionalisme.
Artikel ini ditulis oleh Firtian Ramadhani, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(abq/iwd)