Sejarah Asal-usul Patung Proklamator Ikonik di Tugu Pahlawan

Sejarah Asal-usul Patung Proklamator Ikonik di Tugu Pahlawan

Sri Rahayu - detikJatim
Senin, 13 Jan 2025 06:00 WIB
Patung proklamator di kawasan Tugu Pahlawan Surabaya
Patung proklamator di kawasan Tugu Pahlawan Surabaya (Foto: Dok. Istimewa)
Surabaya -

Patung proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, Soekarno dan Hatta, yang terletak di area Tugu Pahlawan Surabaya, tidak hanya menjadi simbol perjuangan dalam pertempuran 10 November 1945, tetapi juga dikelilingi oleh pilar-pilar tinggi yang menyerupai reruntuhan gedung.

Patung ini menggambarkan momen bersejarah saat keduanya membacakan teks Proklamasi pada 17 Agustus 1945, dengan tinggi lebih dari 4 meter dan desain yang mencerminkan keteguhan serta semangat perjuangan.

Meski sering dianggap sebagai peninggalan perang, pilar-pilar di belakang patung proklamator Soekarno dan Mohammad Hatta ternyata bukan bagian dari sejarah perang kemerdekaan, melainkan bangunan baru yang dibuat tahun 1990-an.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini diungkapkan oleh Kuncarsono Prasetyo, praktisi sejarah Begandring Soerabaia. Ia menjelaskan bahwa bangunan pilar tersebut sengaja dirancang dengan gaya yang menyerupai puing-puing bangunan perang untuk memperkuat suasana heroik di area Tugu Pahlawan.

"Ini bangunan baru, dibuat tahun 1990-an ketika ada perluasan area Tugu Pahlawan. Pilar-pilar itu hanya ornamen yang sengaja dirancang seolah-olah bangunan lama korban perang," kata Kuncarsono saat dihubungi detikJatim, Senin (13/1/20204).

ADVERTISEMENT

Menurut Kuncarsono, banyak pengunjung terkecoh dan mengira bahwa pilar-pilar tersebut adalah saksi bisu pertempuran sengit pada 10 November 1945.

"Banyak orang yang salah paham. Dipikirnya itu bangunan lama, padahal dibuat oleh arsitek Pak Ir. Gunadi dari ITS," tambahnya.

Pilar-pilar ini berdiri megah di belakang patung Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta, yang merupakan simbol proklamasi kemerdekaan Indonesia. Keberadaannya di area yang dikenal sebagai ground zero pertempuran 10 November 1945 semakin memperkuat persepsi keliru bahwa pilar-pilar itu adalah bagian dari sejarah perang.

Kuncarsono menekankan pentingnya edukasi publik terkait elemen-elemen baru dalam kawasan bersejarah. Hal ini penting sebagai pemugaran atau penambahan elemen baru.

"Harusnya ada penanda atau keterangan yang menjelaskan bahwa pilar-pilar ini bukan bagian dari sejarah perang. Ini wajib dalam pemugaran atau penambahan elemen baru di struktur lama," jelasnya.

Tugu Pahlawan sendiri dibangun untuk memperingati pertempuran besar pada 10 November 1945, di mana rakyat Surabaya berjuang mempertahankan kemerdekaan melawan pasukan Sekutu. Pertempuran ini menjadi salah satu momen heroik dalam sejarah Indonesia, hingga dijadikan Hari Pahlawan untuk mengenang keberanian para pejuang.

Namun, keberadaan pilar-pilar yang dirancang menyerupai bangunan lama ini justru menciptakan salah persepsi sehingga harus diberikan penanda agar publik tidak terkecoh.

"Bangunan baru yang sengaja dibuat terlihat seperti puing-puing perang harusnya dilengkapi dengan penanda agar publik tidak terkecoh," tegas Kuncarsono.

Ia juga menyoroti dampak dari kesalahpahaman ini akan mempengaruhi banyak persepsi orang. Dirinya mengenaskan bahwa seharusnya pihak Tugu Pahlawan memberikan keterangan jika ini bukan salah satu bangunan puing perang.

"Keberadaan bangunan baru tanpa keterangan jelas sangat memengaruhi persepsi orang, seharusnya pihak Tugu Pahlawan kasih keterangan jika ini bukan bagian dari puing perang," imbuhnya.

Menurut Kuncar, meski bangunan tersebut tidak asli dari masa perang, desainnya tetap memiliki tujuan. Namun, cara penyampaiannya harus dipahami agar sejarah tidak disalahpahami.

"Arsitektur seperti ini dibuat untuk memperingati pertempuran 10 November 1945 dan menciptakan atmosfer heroik. Namun, edukasi tetap diperlukan agar sejarahnya tidak disalahpahami," tutupnya.




(abq/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads