Berawal dari Momen Hijrah, Begini Sejarah Tahun Baru Hijriah

Berawal dari Momen Hijrah, Begini Sejarah Tahun Baru Hijriah

Alifia Kamila - detikJatim
Kamis, 27 Jun 2024 15:55 WIB
Ilustrasi 1 muharram 2024
Foto: Ilustrasi: Jelita Nurisia Fajrina
Surabaya -

Tahun Baru Islam 1 Muharram 1446 H tinggal menghitung hari. Rupanya, penentuan awal tahun hijriah ini memiliki sejarah panjang.

Ditetapkan Muharram sebagai bulan pertama hijriah bermula pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA. Seperti apa awal mulanya?

Simak penjelasan selengkapnya berikut seperti dilansir laman Nahdlatul Ulama (NU) Online.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Muharram Sebagai Bulan Pertama Hijriah

Muharam adalah bulan pertama dalam kalender umat Islam yang menggunakan sistem penanggalan qomariyah. Berdasarkan riwayat para ulama pakar tarikh, penanggalan Islam ditetapkan oleh Umar bin Khattab RA kala menjadi khalifah pada tahun 17 hijriah.

Dikisahkan pada waktu itu, Umar bin Khattab RA menerima surat dari salah seorang sahabat, Abu Musa Al-Asy'ari RA. Namun, tidak ada tanggal dan hari pengiriman yang jelas dalam suratnya.

ADVERTISEMENT

Hal tersebut menyulitkan Umar bin Khattab RA dalam menyeleksi surat yang harus terlebih dahulu diurusnya. Oleh karena itu, Umar bin Khattab RA kemudian menundang para sahabat untuk mengadakan musyarawah mengenai penyusunan masalah tarikh Islam.

Selama musyawarah berlangsung, terdapat beberapa pilihan yang bisa menjadi patokan bergantinya tahun. Antara lain saat tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW, waktu diturunkannya wahyu, tahun wafat Nabi Muhammad SAW, atau ketika Nabi Rasulullah SAW melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah.

Di antara pilihan yang ada, momen hijrah ditetapkan sebagai awal tahun hijriah. Ini merupakan usulan dari Ali bin Abi Thalib RA.

Terdapat sejumlah alasan yang melatarbelakangi ditetapkannya waktu hijrah sebagai awal tahun. Hal ini disebabkan oleh kejayaan dakwah Islam setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Terlebih, Islam pun memiliki kedudukan yang kuat dengan adanya peraturan, pimpinan, serta undang-undang tersendiri dalam sebuah negara Islam.

Sebagai awal kekuatan umat Islam, momen hijrah Nabi Muhammad SAW tentukan akan selalu dikenang setiap tahun. Ini turut menunjukkan bahwa Allah SWT telah memisahkan dan membedakan antara yang haq dan bathil.

Diriwayatkan, Nabi SAW meninggalkan Makkah pada akhir bulan Safar dan keluar dari tempat persembunyian di Gua Tsur pada 2 Rabiul Awal untuk segera menuju ke Madinah. Menurut Al-Mas'udi, Rasulullah SAW memasuki Madinah pada malam hari 12 Rabiul Awal.

Meski hijrah terjadi pada Rabiul Awal, para sahabat dan Umar bin Khattab RA memutuskan bulan Muharram sebagai awal tahun hijriah. Ini berdasarkan pada bulan yang menjadi awal mula niat Nabi SAW untuk berhijrah.

Selain itu, bulan Muharam juga menjadi penanda rampungnya ibadah haji yang dilakukan para jemaah. Dengan begitu, Muharam pun ditetapkan sebagai penanda awal tahun hijriah.

Kemuliaan Bulan Muharram

Muharam turut menjadi salah satu bulan asyhurul hurum atau dimuliakan oleh Allah SWT. Selain Muharam, ada pula ketiga bulan lainnya, yakni Zulqa'dah, Zulhijah, dan Rajab.

Kemuliaan ini juga datang dari serangkaian peristiwa yang terjadi sebagai bentuk pertolongan Allah SWT. Antara lain Nabi Musa AS dan kaumnya selamat dari kekejaman Raja Fir'aun dan Nabi Nuh dan kaumnya selamat dari banjir bandang.

Dalam satu kesempatan, Imam Ibnu Katsir berkata tentang kemuliaan bulan Muharam sebagaimana berikut ini.

"Bulan Muharram termasuk salah satu bulan yang dimuliakan Allah. Oleh karena itu, jika seseorang berbuat dosa pada bulan-bulan itu akan lebih besar dan lebih jelas balasannya dari pada bulan-bulan yang lain, laksana maksiat di tanah haram juga akan berlipat dosanya, sebagaimana firman Allah, "Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih." (QS. Al-Hajj: 25)

Sebagai bulan yang diagungkan, umat musim sangat dianjurkan untuk mengerjakan amal saleh. Sebab, pahala yang didapatkan akan berlipat ganda. Begitu pula dengan dosa yang dilipatgandakan atas maksiat yang diperbuat.


Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(irb/fat)


Hide Ads