Sejarah Kopi Dimulai dari Para Sufi, Begini Kisahnya hingga Mendunia

ADVERTISEMENT

Sejarah Kopi Dimulai dari Para Sufi, Begini Kisahnya hingga Mendunia

Novia Aisyah - detikEdu
Selasa, 01 Apr 2025 14:00 WIB
Ilustrasi biji kopi dan toples
Ilustrasi biji kopi. Foto: Unsplash/Wojciech PaczeΕ›
Jakarta -

Detikers tentunya kerap mendengar jenis kopi Arabica, bukan? Sejarah kopi sebenarnya berkaitan dengan para sufi berabad-abad lalu.

Kopi memang diproduksi di negara-negara beriklim panas seperti Amerika Latin, Sub-Sahara Afrika, Vietnam, dan tak lupa Indonesia.

Namun, sejatinya kopi berasal dari Yaman dan berkaitan dengan peribadatan para sufi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Kopi dan Para Sufi

Kopi baru populer di Eropa pada abad ke-16 dan ke-17, pada waktu yang hampir bersamaan dengan tembakau dan cokelat.

Kopi pada dasarnya berasal dari dataran tinggi negara-negara di di ujung selatan Laut Merah, yakni Yaman dan Ethiopia.

ADVERTISEMENT

Meskipun minuman yang terbuat dari tanaman kopi liar pertama kali diminum oleh seorang penggembala legendaris di dataran tinggi Ethiopia, penanaman kopi paling awal dilakukan di Yaman.

Orang-orang Yaman menamainya qahwa, yang menjadi asal usul kata kopi dan kafe.

Qahwa awalnya berarti anggur. Para sufi di Yaman menggunakan kopi untuk membantu mereka berkonsentrasi dan ketika tenggelam dalam spiritualisme melantunkan nama Tuhan.

Kopi Sempat Ditentang Pemuka Agama

Dikutip dari BBC, pada 1414 kopi dikenal di Mekkah dan pada awal 1500-an menyebar ke Mesir dari pelabuhan Mocha di Yaman. Pada saat itu kopi masih diasosiasikan dengan kaum sufi.

Namun, sejumlah kedai kopi tumbuh di Kairo di sekitar universitas keagamaan Al-Azhar. Kafe-kafe ini juga dibuka di Suriah, khususnya di kota kosmopolitan Aleppo dan kemudian di Istanbul, ibu kota Kekaisaran Turki Ottoman pada 1554.

Di Mekkah, Kairo, dan Istanbul, berbagai upaya dilakukan untuk melarangnya oleh para pemuka agama. Para syekh terpelajar membahas apakah efek kopi serupa dengan efek alkohol. Sebagian bahkan menyatakan mengedarkan teko kopi memiliki kesamaan dengan mengedarkan kendi anggur, minuman yang dilarang dalam Islam.

Kedai kopi kemudian menjadi semacam wadah baru tempat para lelaki berkumpul untuk berbincang, mendengarkan penyair, dan bermain permainan seperti catur dan backgammon. Kedai kopi menjadi pusat kehidupan intelektual dan dapat dilihat sebagai saingan tersirat bagi masjid sebagai tempat pertemuan.

Beberapa ulama berpendapat kedai kopi bahkan lebih buruk daripada gudang anggur. Para pemuka agama juga menilai tempat-tempat ini dapat dengan mudah menjadi sarang pemberontakan.

Akan tetapi, semua upaya untuk melarang kopi gagal, meskipun hukuman mati telah diterapkan pada masa pemerintahan Murad IV (Sultan Kekaisaran Ottoman pada 1623-1640). Para ulama akhirnya mencapai konsensus yang masuk akal bahwa kopi pada prinsipnya diperbolehkan.

Kopi menyebar ke Eropa melalui dua rute yaitu dari Kekaisaran Ottoman dan melalui laut dari pelabuhan kopi yang asli, Mocha.

Baik Perusahaan Hindia Timur Inggris maupun Belanda merupakan pembeli utama Mocha pada awal abad ke-17. Kargo mereka dibawa pulang melalui Tanjung Harapan atau diekspor ke India dan sekitarnya. Namun, mereka diperkirakan hanya mengambil sebagian kecil dari produksi kopi Yaman, karena sisanya dikirim ke utara ke seluruh Timur Tengah.

Kopi juga tiba di Eropa melalui perdagangan melintasi Mediterania dan dibawa oleh tentara Turki saat mereka berbaris di Sungai Danube. Seperti di Timur Tengah, kedai kopi menjadi tempat bagi para pria untuk berbincang, membaca, berbagi pendapat tentang isu-isu terkini, dan bermain game.

Kesamaan lainnya adalah mereka dapat menampung pertemuan bagi elemen-elemen subversif. Maka, Charles II mengecamnya pada 1675 sebagai "tempat orang-orang yang tidak puas bertemu, dan menyebarkan skandal mengenai perilaku Yang Mulia dan para Menterinya".

Di Eropa Sempat Dicurigai sebagai Minuman Muslim

Seabad kemudian, Procope, kedai kopi terkenal di Paris, memiliki pelanggan tetap seperti Marat, Danton, dan Robespierre yang bersekongkol di sana selama Revolusi.

Pada awalnya, kopi dipandang dengan curiga di Eropa sebagai minuman Muslim, tetapi sekitar tahun 1600 Paus Clement VIII dikabarkan sangat menikmati secangkir kopi. Sehingga ia mengatakan, akan salah jika umat Muslim memonopoli kopi dan karena itu kopi harus dibaptis.

Konon, kebiasaan minum kopi di Austria meningkat pesat saat pengepungan Turki di Wina pada 1683 berhasil dipatahkan. Para pemenang Eropa berhasil merampas persediaan kopi dalam jumlah besar dari negara-negara yang kalah.

Mungkin itulah sebabnya kopi disajikan di Wina dengan segelas air seperti halnya cangkir-cangkir kecil berisi kopi Turki yang kuat dengan endapan yang kental di Istanbul, Damaskus, atau Kairo.

Minuman yang disebut kopi Turki sebenarnya sebagiannya adalah salah penamaan karena Turki hanya salah satu negara tempat minuman ini dikonsumsi. Di Yunani mereka menyebutnya kopi Yunani, meskipun orang Mesir, Lebanon, Suriah, Palestina, Yordania, dan lainnya tampaknya tidak terlalu peduli dengan penamaan tersebut.

Namun, ada tradisi minum kopi lainnya di dunia Arab. Kopi terkadang dibumbui dengan kapulaga atau rempah-rempah lainnya.




(nah/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads