10 Falsafah Hidup Orang Jawa serta Maknanya

Nadza Qur’rotun A - detikJatim
Selasa, 10 Okt 2023 20:20 WIB
Ilustrasi Jawa. Foto: Agto Nugroho/Unsplash
Surabaya -

Falsafah hidup adalah prinsip seseorang dalam menjalankan kehidupan. Orang Jawa memiliki 10 falsafah hidup yang senantiasa dipegang teguh dalam menjalani keseharian.

Melansir situs resmi Universitas Stekom, falsafah Jawa bertumpu pada pemikiran-pemikiran budaya Jawa. Falsafah Jawa sifatnya universal dan bisa dibawa ke manapun kita berpijak.

Falsafah Jawa tergolong dalam filsafat timur yang sama seperti India dan Tiongkok. Namun belum diakui seperti filsafat barat. Kedua golongan ini juga memiliki tujuan berbeda, di mana filsafat Jawa untuk mencapai kesempurnaan, sedangkan filsafat barat untuk meraih kebijaksanaan.


Falsafah Jawa:

1. Sejarah Falsafah Jawa

Sejarah kemunculan falsafah Jawa berasal dari hanacaraka (aksara jawa) dan ajaran agama Hindu Buddha. Maka dari itu, filsafat Jawa masih berhubungan dengan India.

Hanacaraka muncul berawal dari kisah Aji Saka yang datang dari Hindustan. Hal inilah yang menjadikan nama-nama orang Jawa tidak jauh berbeda dengan nama tempat atau nama orang India.

Terlebih lagi muncul nama-nama pujangga pada masa sastra Jawa. Seperti Empu Tantular sebagai penulis Kakawin Sutasoma, Empu Kanwa sebagai penulis Kakawin Arjunawiwaha, Empu Prapanca sebagai penulis Negarakertagama, dan lain sebagainya.

Sampai saat ini kisah Aji Saka masih melekat dengan kehidupan masyarakat Jawa. Alasannya cukup sederhana, kisah Aji Saka dianggap memberikan inspirasi dari segi batin atau rohani.

2. Falsafah Hidup Orang Jawa

Tujuan falsafah Jawa untuk kesempurnaan hidup membuatnya menjadi pedoman dan nilai-nilai yang dipegang teguh orang Jawa. Berikut 10 falsafah hidup orang Jawa beserta maknanya.

1. Aja rumangsa bisa (Jangan merasa bisa), nanging bisa rumangsa (tapi bisa merasakan)

Maknanya: jangan sombong, harus berempati, dan memahami orang lain.

2. Migunani tumraping liyan (Bermanfaat bagi orang lain)

Maknanya: berbuat baik kepada orang lain, nanti orang lain akan berbuat baik kepadamu.

3. Eling sangkan paraning dumadi (Ingat dari mana berasal dan tujuan hidup)

Maknanya: selalu mengingat asal-usul dan cita-cita dalam hidup.

4. Urip iku urup (Hidup itu menyala)

Maknanya: hidup untuk memberi manfaat pada lingkungan sekitar kita.

5. Sura dira jaya ningrat (Keberanian, kekuatan, kejayaan, dan kenikmatan), lebur dening pangastuti (kalah dengan kasih sayang dan kebaikan).

Maknanya: setiap keburukan pasti akan kalah dengan kebaikan. Sifat keras hati, picik, dan kemarahan bisa dikalahkan dengan sikap lembut dan sabar.

6. Ngluruk tanpa bala (maju perang tanpa pasukan), menang tanpa ngasorake (menang tanpa merendahkan orang lain), sekti tanpa aji-aji (sakti tanpa kekuatan), sugih tanpa bandha (kaya tanpa harta)

Maknanya: untuk menang tidak harus memiliki kekuatan besar. Tidak merendahkan orang lain hanya agar berada di atas. Cukup menjadi orang baik untuk bisa menaklukkan apapun. Dan, tidak menyombongkan harta tapi budi baik.

7. Datan serik lamun ketaman (Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri), datan susah lamun kelangan (jangan sedih manakala kehilangan sesuatu)

Maknanya: agar selalu ikhlas atas apapun yang terjadi pada kita. Tidak perlu terlalu kecewa ketika hal buruk terjadi dalam hidup.

8. Ojo gumunan (Jangan mudah terheran-heran), ojo getunan (jangan mudah menyesal), ojo kagetan (jangan mudah terkejut), ojo aleman (jangan manja)

Maknanya: selalu menghadapi segala sesuatu dengan tenang. Sebaiknya menilai apapun secara baik dan tidak berlebihan.

9. Ojo adigang, adigung, adiguna (Jangan sok kuasa, sok besar, dan sok sakti)

Maknanya: mengajarkan agar selalu rendah hati setinggi apapun pangkat, kedudukan, maupun kekuatan di masyarakat.

10. Ojo milik barang kang melok (Jangan tergiur barang-barang mewah), ojo mangro mundak kendo (jangan mudah berubah pikiran agar tidak menyesal)

Maknanya: jangan tergoda dengan segala sesuatu yang tampak indah dan menjanjikan. Juga diingatkan agar tidak plin-plan yang justru membawa kehancuran dan penyesalan.

Artikel ini ditulis oleh Nadza Qur'rotun A, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.



Simak Video "Keindahan Budaya dan Pariwisata Jawa Barat Menyatu dalam Kekayaan Nusantara"

(irb/sun)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork