Pesugihan adalah sebuah ilmu yang mengikat seseorang dengan makhluk halus, untuk mendapatkan imbalan kekayaan atau penglaris berupa jimat dan sejenisnya. Ada tiga cerita pesugihan paling terkenal di Jawa Timur.
Ritual pesugihan di Jawa kerap berkaitan dengan keberadaan tokoh legenda maupun historis. Tokoh-tokoh tersebut dianggap sebagai orang suci.
Oleh karena itu, cara mendapatkan pesugihan biasanya dilakukan dengan ziarah ke makam tokoh tersebut. Ziarah juga dilakukan pada hari dan cara tertentu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cerita Pesugihan di Jawa Timur
Dikutip dari jurnal berjudul Cerita-cerita Pesugihan di Jawa Pola Kekerabatan Sastra dan Paradoks Teks-Konteks karya Mashuri, ada tiga cerita pesugihan yang beredar di wilayah paling timur Pulau Jawa.
Cerita pesugihan itu mulai dari pesugihan Gunung Kawi di Malang hingga pesugihan Roro Kembang Sore dan makam Ngujang di Tulungagung. Berikut penjelasan selengkapnya tentang cerita pesugihan di Jawa Timur.
1. Gunung Kawi
![]() |
Gunung Kawi terletak di Kabupaten Malang. Gunung ini dikenal sebagai gunung mistis karena digunakan sebagai tempat ritual pesugihan. Beberapa peziarah datang ke Gunung Kawi untuk ritual atau ngalab berkah dengan beragam tujuan sesuai keyakinan masing-masing.
Cerita pesugihan yang beredar berkaitan dengan sosok Eyang Djoego (Kanjeng Kyai Zakaria II) dan R.M. Iman Soedjono. Kedua tokoh ini dikenal sebagai sosok yang memiliki kekuatan magis mampu menyembuhkan penyakit dan suka berbagi.
Dalam jurnal berjudul Mistisisme Islam-Jawa dalam Ritual Haul RM. Iman Soedjono di Pasarean Gunung Kawi karya Dwi Sulistyorini, makam Eyang Djoego dan Iman Soedjono terletak di lereng Gunung Kawi.
Selain digunakan sebagai tempat ritual pesugihan, masyarakat setempat juga ada yang menggelar kirab sesaji. Ritual dilakukan dengan cara mengenakan pakaian adat Jawa berwarna hitam tanpa alas kaki, dan membawa sesaji sebagai persembahan.
Masyarakat juga membawa bunga dan dupa sebagai media berdoa, membaca mantra untuk membuka pintu pendapa. Kemudian berjalan dengan posisi jongkok ketika mendekat ke makam. Ada pertunjukan campursari diiringi gamelan asli, juga pembacaan doa-doa dengan tahlil dan sholawat nabi oleh peserta kirab.
Tak hanya itu, area makam memiliki pohon dewandaru yang dianggap sebagai pohon keramat yang ditanam Eyang Djoego dan Eyang R Iman Soedjono. Keberadaan pohon dewandaru terdapat dalam cerita pewayangan.
Dewandaru digambarkan sebagai pohon sakti dan keramat yang tumbuh di kayangan. Seorang raja yang mempunyai pohon ini akan menjadi raja agung karena kerajaannya akan berkembang menjadi sebuah negeri yang makmur.
2. Roro Kembang Sore
Roro Kembang Sore merupakan cerita pesugihan yang beredar di wilayah Gunung Bolo, Tulungagung. Cerita ini terbagi ke dalam dua versi, yaitu cinta terlarang Roro Kembang Sore dengan Pangeran Lembu Peteng, dan Roro Kembang Sore dengan Joko Budeg.
Dalam jurnal berjudul Menimbang Spiritualitas dan Seksualitas: Simbolik Efisiensi dalam Praktik Pesugihan Kembang Sore di Tulungagung karya Nadya Afdholy & Ghanesya Hari Murti, tujuan ritual pesugihan oleh para ziarah sebagai jalan penghubung untuk mencapai keinginan terutama kekayaan.
Kisah cinta tak sampai yang dialami Roro Kembang Sore terhadap Pangeran Lumbu Peteng, Adipati Kalang, dan Joko Budheg adalah penyebab utama yang menjadikan makam Roro Kembang Sore menjadi lokasi keramat.
Ritual pesugihan Roro Kembang Sore cukup identik dengan ritual zina yang dilakukan orang-orang yang mencari kekayaan. Salah satu syarat pengadaan ritual ini adalah tidak adanya rasa berdosa.
Ritual diawali dengan para perempuan penjaja tubuh berdatangan dengan sendirinya. Setelah melakukan ritual ini, seseorang akan merasa percaya diri untuk memperoleh kekayaan.
Syarat lain yang harus dilakukan pelaku pesugihan adalah menyembelih kambing di makam Roro Kembang Sore pada hari Jumat Pon. Syarat ini dimaknai sebagai bentuk upeti yang membawa kepatuhan terhadap Roro Kembang Sore.
3. Makam Ngujang
![]() |
Makam Ngujang terletak di Desa Ngujang, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung. Masyarakat percaya terhadap kemunculan kera-kera yang tidak diketahui asal-usulnya.
Sehingga makam Ngujang juga dikenal dengan nama kethekan dalam bahasa Jawa yang artinya kera. Keberadaan kera itulah yang membuat makam ini dijadikan tempat berburu pesugihan oleh sebagian masyarakat.
Mengutip jurnal berjudul Ritualitas dan Pemaknaan Pesugihan Situs Makam Ngujang di Kabupaten Tulungagung karya Devi Valen Chrismu, terdapat legenda yang beredar di masyarakat setempat, di mana suatu hari ada dua santri laki-laki dan perempuan yang sengaja membolos dari kegiatan pengajian.
Mereka bermain di sekitar makam yang pada saat itu dibangun sebuah pondok dan ditumbuhi pohon-pohon besar. Seorang kiai keluar dari pondok tersebut mengutuk kedua santri tersebut menjadi monyet. Konon, monyet yang sering dijumpai di sekitar makam itu merupakan keturunan dari dua santri itu.
Berdasarkan cerita tersebut, ritual yang dilakukan di makam Ngujang berkaitan dengan pesugihan kera. Pelaku pesugihan datang meminta bantuan kepada jin kera untuk mendapatkan rezeki atau kekayaan berlimpah. Mereka bersekutu dan melakukan perjanjian dengan jin.
Ritual ini diawali dengan membawa sesajen, melakukan meditasi atau bertapa di punden tersebut. Kemudian para pelaku hanya tinggal menunggu datangnya kekayaan dan menaati perjanjian dengan jin tersebut.
Itulah sederet cerita pesugihan yang beredar di wilayah Jawa Timur. Semoga menambah wawasan ya detikers!
Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/sun)