Tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila. Di momentum ini, yuk berkenalan dengan Desa Balun di Lamongan. Desa ini dijuluki sebagai Desa Pancasila karena keragaman agama yang dianut oleh warganya.
Di Desa Balun, Kecamatan Turi ini ada tiga agama, yaitu Islam, Kristen dan Hindu. Meskipun begitu, para warganya bisa hidup berdampingan. Desa Balun selalu menjadi contoh bagaimana kebhinekaan bisa terawat hingga sekarang.
Desa Balun terletak tidak jauh dari Jalur poros nasional Lamongan. Di desa ini 3 rumah ibadah, yaitu masjid, gereja dan pura. Tiga tempat ibadah ini berdampingan dan hanya dipisahkan oleh jalan kecil dan lapangan desa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebutan sebagai Desa Pancasila ini sebenarnya sudah lama dan viral pada tahun 2013 lalu dan yang menyematkan julukan sebagai Desa Pancasila itu pun bukan kami tapi adalah warga luar desa," kata Kepala Desa Balun Kusyairi saat berbincang dengan detikJatim, Kamis (1/6/2023).
Julukan sebagai Desa Pancasila yang disematkan untuk Desa Balun itu bukan secara tiba-tiba, melainkan penghargaan atas kebhinekaan dan toleransi beragama yang terjaga dengan baik di desa tersebut. Di desa ini terdapat Masjid Miftahul Huda, Gereja Kristen Jawi Wetan dan juga Pura Sweta Maha Suci yang telah hidup berdampingan secara rukun dan damai selama setengah abad lebih.
"Awalnya julukan sebagai Desa Pancasila itu muncul dari media dan juga dari para mahasiswa dan juga peneliti yang melakukan penelitian di desa kami terkait dengan kerukunan antar umat beragama yang ada di Desa Balun," ujar Kusyairi.
Keharmonisan umat beragama yang ada di Desa Balun tergambar dari letak tempat ibadahnya yang berdekatan. Masjid Miftahul Huda berada di sebelah barat lapangan. Hanya terpisah oleh jalan desa selebar lebih kurang 4 meter berdiri Pura Sweta Maha Suci.
Sedangkan bangunan gereja berada di sebelah timur masjid dan hanya dipisahkan oleh lapangan desa dengan jarak hanya sekitar 50 meter menghadap masjid.
"Tahun-tahun selanjutnya, yaitu sekitar tahun 2014 sampai 2015 tokoh lintas agama dan tokoh masyarakat di desa ini kemudian bermusyawarah dengan predikat sebagai Desa Pancasila itu, dan disetujui. Sejak itu lah disepakati julukan sebagai Desa Pancasila kian melekat," ungkapnya.
Desa Balun memiliki luas wilayah sekitar 621,103 hektar yang terdiri dari 2 dusun, yaitu Dusun Balun dan Dusun Ngangkrik. Sementara jumlah penduduk di sini sebanyak 4.477 jiwa. Di Dusun Balun ini lah kebhinekaan itu terajut indah dan tertanam sejak kecil.
Kebhinekaan itu bisa dilihat ketika salah satu dari agama ini melaksanakan peringatan hari raya, umat dari agama lain akan mengamankan jalannya upacara keagamaan dan hari raya.
Misalnya saat umat Kristen merayakan Natal, pemuda dari muslim yang terdiri dari remaja masjid dan anak pondok serta pemuda-pemuda dari Hindu akan ikut menjaga gereja bersama TNI dan Polri. Lalu, ketika umat Hindu menggelar pawai ogoh-ogoh sehari sebelum hari raya Nyepi, umat dari agama lain juga akan ikut berpartisipasi dalam arak-arakan.
"Setiap ada kegiatan keagamaan kami selalu berkolaborasi bersama untuk giat keagamaan tersebut. Pas bulan puasa kemarin misalnya, kami menggelar buka bersama antar umat di lapangan desa," ungkap Kusyairi.
Kusyairi memaparkan, agama Kristen dan Hindu mulai ada di Desa Balun pasca-tragedi Gerakan 30 September 1965 (G30S) yaitu sekitar tahun 1967. Pasca tragedi itu, ada seorang anggota TNI yang ditugaskan di Desa Balun yang bernama Bati.
Seiring berjalannya waktu, Bati yang kemudian diangkat menjadi kepala desa itu mendapat laporan dari warga adanya temuan potongan kitab injil, ia lalu memeluk agama Kristen diikuti beberapa warga lain.
Lalu, masuklah tokoh agama Hindu, sehingga warga desa yang menganut aliran kepercayaan kemudian diarahkan masuk Hindu seperti anjuran pemerintah.
"Praktik toleransi beragama di Desa Balun terasa ketika ada perayaan hari besar agama di mana pemeluk agama lain, turut membantu dalam pelaksanaan kegiatan agama yang sedang memperingati. Begitu pula saat ada warga yang meninggal dunia atau ketika ada hajatan, kami semua ikut membantu," terangnya.
Cerminan keberagaman di Desa Balun bahkan terlihat dari rumah-rumah yang ada di desa ini. Menurut Kusyairi, hingga kini, masih ada satu rumah yang dihuni lebih dari 1 pemeluk agama. Mereka juga rukun dan tidak pernah mempersoalkan keyakinan masing-masing.
Kendati pemeluk agama Islam menjadi penghuni yang terbanyak di Desa Balun, namun toleransi dan saling menghargai perbedaan agama tetap mereka pegang dengan teguh dan semuanya tetap membaur setiap saat.
"Sekitar 60 persen penduduk Desa Balun saat ini berprofesi sebagai petani tambak di mana lahan tambak yang dimiliki biasanya dalam setahun bisa dua kali untuk ikan dan sekali padi," pungkasnya.
(hil/fat)