Toleransi di Desa Balun, Kecamatan Turi, Lamongan terpupuk dengan baik. Desa ini dikenal masyarakat dengan sebutan Desa Pancasila. Sebutan ini terpatri karena sikap toleransi masyarakatnya yang tinggi meski berbeda keyakinan.
Diketahui, desa ini didiami pemeluk agama Islam, Hindu, dan Kristen yang rumah ibadahnya berdampingan. Sebutan sebagai Desa Pancasila memang sudah lama disematkan ke desa yang hanya berjarak sekitar 4 km dari pusat kota Lamongan ini.
Sebutan ini bermula ketika banyak mahasiswa dan peneliti yang datang ke desa. Mereka datang untuk meneliti keunikan desa dengan 3 agama yang masyarakatnya hidup rukun, damai dengan toleransi yang tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebutan sebagai Desa Pancasila ini bermula ketika banyak mahasiswa dan peneliti yang datang ke desa ini dan menyebutnya sebagai Desa Pancasila karena rukunnya 3 umat berbeda agama di sini," kata salah seorang warga Desa Balun, Sutrisno, Selasa (8/6/2022).
![]() |
Sementara itu, Kepala Desa Balun, Kusyairi mengatakan, ada 3 agama yang hidup berdampingan di desanya, yaitu Islam, Kristen dan Hindu. Rumah ibadah ketiga umat beragama ini pun berdampingan dan hanya dipisahkan lapangan dan jalan desa.
Di sini ada Masjid Miftahul Huda dengan menara dan arsitekturnya yang indah. Masjid ini baru diresmikan Bupati Lamongan Yuhronur Efendi pada Selasa (7/6/2022) malam. Di sebelah masjid, ada bangunan Pura Sweta Mahasuci.
Sementara di seberang masjid yang hanya dipisahkan oleh lapangan desa, berdiri Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW).
"Setiap tahun rutin kita juga menggelar peringatan Hari Lahir Pancasila yang dihadiri tokoh dan umat lintas agama, dan untuk tahun ini baru kita gelar pada Selasa malam (7/6/2022)," kata Kusyairi.
Kisah Mbah Alun, Tokoh Penting di Desa Balun
![]() |
Kusyairi mengungkapkan, nama Desa Balun diambil dari nama seorang tokoh yang dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Mbah Alun, yang akhirnya menjadi Balun. Hingga kini, makam Mbah Alun kerap didatangi banyak peziarah.
Makam Mbah Alun ini berada di sebelah utara Masjid Miftahul Huda. Nama Mbah Alun sendiri adalah Mbah Sin Arih atau Sunan Tawang Alun I yang konon adalah seorang raja dari Blambangan, Raja Tawang Alun I.
"Untuk tahun ini, peringatan Hari Lahir Pancasila terasa istimewa karena dihadiri oleh Bupati Lamongan dan dimulai dengan peresmian menara Masjid Miftahul Huda dan dilanjutkan dengan acara sarasehan di GKJW," ujar Kusyairi.
Toleransi antar-umat beragama di desa ini tak hanya nampak dalam keseharian saja, namun dalam struktur organisasi desa juga tetap mengakomodir peran masing-masing pemeluk agama. Perwakilan lintas agama di kelembagaan desa ini, menurut Kusyairi, dilakukan secara proporsional dan semua warga ikut berperan di dalamnya.
"Perwakilan dari semua agama yang ada di desa ini harus ada di kelembagaan desa sehingga suara dari semua masyarakat bisa tersampaikan untuk dibahas bersama," imbuhnya.
Tingginya toleransi ini juga ditunjukkan dalam keseharian warga. Ketika ada peringatan hari raya atau hari besar salah satu agama, maka warga yang berbeda agama akan ikut menjaga peringatan tersebut agar warga yang tengah beribadah bisa menjalankannya dengan tenang. Pun demikian ketika ada hajatan, semua warga datang tanpa membedakan agama.
"Ketika ada salat id, maka umat Kristen dan Hindu berjaga di lapangan, ketika ada pawai ogoh-ogoh, umat Muslim dan Kristen ikut berjaga, demikian pula ketika ada perayaan Natal," imbuhnya.
Di kesempatan ini, pegiat budaya Lamongan Supriyo mengungkapkan, meski belum ada bukti prasasti yang menyebut tentang Desa Balun, tapi dari jejak arkeologis yang ada di Desa Balun, menunjukkan temuan benda-benda kuno. Seperti keramik kuno masa dinasti Yuan dan juga batu bata tua masa Majapahit. Jejak ini ditemukan di sekitar kompleks makam Mbah Alun.
"Meski belum ada prasasti yang menyebut nama Balun tapi jejak arkeologis banyak ditemukan di kompleks makam Mbah Alun berupa keramik China mulai dari dinasti Yuan. Jadi usia desa Balun ya sekitar Abad 13 sampai 14 sudah ada," ungkap Supriyo.
Di kompleks makam Mbah Alun, menurut Supriyo, juga pernah ditemukan sisa struktur bangunan kuno yang hingga kini belum diketahui lagi bentuk bangunannya. Jejak toleransi di Desa Balun pun, jelas Supriyo, sudah ada sejak lama berdasarkan dengan temuan-temuan yang ada di desa ini.
"Jadi ada banyak bukti yang menunjukkan kalau Desa Balun ini memang desa tua dan bertemunya banyak agama," imbuhnya.
Kekaguman akan tingginya toleransi di desa ini juga diungkapkan oleh Bupati Lamongan Yuhronur Effendi. Menurut Pak Yes, sapaan akrabnya, Desa Balun merupakan desa yang mampu dan berhasil secara alamiah melestarikan nila-nilai keberagaman dan bisa menjadikannya harmonisasi sosial.
"Desa Balun ini adalah salah satu desa yang mampu berhasil secara alamiah bisa melestarikan nilai-nilai keberagaman. Itu bisa menjadikan harmonisasi sosial yang sangat luar biasa, dan dilaksanakan dalam keseharian tanpa rekayasa apapun. Inilah sesungguhnya Desa Pancasila, yang mampu merajut kebhinekaan dari berbagai perbedaan," pungkas Pak Yes.