Langgar Gantung Saksi Bisu Jejak Dakwah Islam di Kota Blitar

Jelajah Ramadhan

Langgar Gantung Saksi Bisu Jejak Dakwah Islam di Kota Blitar

Erliana Riady - detikJatim
Jumat, 24 Mar 2023 16:20 WIB
Langgar Gantung Kota Blitar
Langgar Gantung jadi saksi bisu syiar Islam di Kota Blitar (Foto: Erliana Riady/detikJatim)
Blitar -

Langgar Gantung merekam jejak dakwah Islam di Kota Blitar pada masa Perang Jawa (1825-1830). Pemkot Blitar menetapkan bangunan tua ini sebagai satu di antara cagar budaya yang wajib dilestarikan keberadaannya.

Disebut Langgar Gantung, karena posisinya memang menggantung di atas penyangga beberapa pasak beton. Dulu, pasak itu aslinya dari kayu utuh yang dilesakkan ke dalam perut bumi. Namun, zaman telah menggerusnya hingga harus diganti dengan bangunan beton. Uniknya, hampir seluruh bagian bangunan lawas itu masih orisinil sesuai aslinya.

Dindingnya dari anyaman bambu, masih terlihat kokoh dengan cat warna hijau muda. Papan kayu sebagai lantai bangunan, juga masih terjaga kondisinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ruangan imam dihiasi ornamen ukiran khas Jepara, tampak berkilau hitam oleh sinar sang fajar dari ufuk timur. Yang tampak bangunan baru, hanya bagian depan yang berubah dari semen dan lantai keramik berundak memasuki ruangan utama langgar.

Langgar Gantung berada di Jalan Kemuning No 16 Plosokerep, Kota Blitar. Saat ini, di luar warga sekitar, lebih mengenal langgar gantung dengan musala An Nur, sesuai plakat yang terpasang di tepi Jalan Kemuning.

ADVERTISEMENT

Pengunjung akan disambut dua pohon Sawo di depan langgar. Pohon inilah sebagai penanda, bahwa bangunan ini didirikan oleh Laskar Pasukan Diponegoro yang melarikan diri ke wilayah Mataraman.

"Iya benar, pohon sawo ini memang penanda laskar Diponegoro yang melarikan diri ke Mataraman. Karena langgar ini dibangun oleh H Abdul Syakur, Bupati Demak yang menyamar sebagai orang biasa dengan nama Irodikoro," tutur Isman Hadi, keturunan ke-4 Sang pendiri kepada detikJatim, Jumat (24/3/2023).

Langgar Gantung Kota BlitarBagian depan Langgar Gantung Kota Blitar (Foto: Erliana Riady/detikJatim)

Menurut Isman, buyutnya itu ikut berjuang melawan Belanda saat terjadi Perang Jawa (1825-1830). Pascapenangkapan Pangeran Diponegoro dan dibuang ke Makassar, laskarnya terpojok dengan serangan senjata kolonial. Banyak diantara mereka melarikan diri ke arah timur wilayah Mataraman. Diantaranya, Irodikoro yang menemukan lokasi aman di daerah Plosokerep.

Saat itu, situasi Plosokerep masih berupa hutan belantara yang banyak hewan buasnya. Namun kedatangan Irodikoro disambut baik oleh pembabad cikal bakal Plosokerep saat itu yang bernama Singo Dongso. Bahkan Irodikoro kemudian dijadikan menantunya. Irodikoro lalu membangun langgar dengan konstruksi menggantung agar terhindar dari serangan hewan buas.

Irodikoro kemudian memulai dakwah Islam di wilayah Plosokerep, juga atas dukungan dari Ulama bernama Syekh Abu Hasan yang disebut-sebut sebagai pembabat alas wilayah Kuningan, Blitar. Syekh Abu Hasan inilah yang konon mendirikan pondok pesantren pertama di Blitar bernama Ponpes Nurul Huda.

"Saya tidak tahu persis kapan langgar ini didirikan. Namun cerita bapak saya ya semasa Perang Jawa itu, antara tahun 1825-1830. Yang jelas, lebih dulu Pondok Nurul Huda Kuningan, lalu baru langgar ini dibangun," jelasnya.

Sejumlah literasi menyebutkan, Syekh Abu Hasan adalah putra guru agama alim dari Sleman. Separuhnya dia gunakan untuk menuntut ilmu di Mamba'ul Oeloem, satu di antara Madrasah Dinniyah milik Keraton Ngayogyakarta pascaperjanjian Gianti 1775.

Langgar Gantung Kota BlitarBagian dalam Langgar Gantung Kota Blitar (Foto: Erliana Riady/detikJatim)

Karena kecerdasannya, Syekh Abu Hasan diangkat menjadi salah satu penghulu keraton Yogya dan dianugerahi tombak Dwi Sula oleh Guru Besar Haryo Diponegoro atau yang lebih dikenal dengan Pangeran Diponegoro.

Keberadaan Langggar Gantung sangat berperan besar dalam upaya dakwah Islam di Kota Blitar. Bangunan ini tak hanya dijadikan tempat salat, namun juga mengaji warga Plosokerep dan sekitarnya. Isman mengaku keluarga besarnya tidak membangun pondok pesantren, karena telah dibangun madrasah di sisi Utara langgar.

Pada pertengahan Desember 2020, Dinas Pariwisata Kota Blitar menetapkan Langgar Gantung sebagai cagar budaya. Dengan penetapan itu, Isman berharap Pemkot Blitar juga ikut berpartisipasi dalam upaya melestarikan tempat ini.

"Bangunan ini membutuhkan banyak dana untuk renovasi. Saya ingin sekali mengembalikan semua bagian bangunan dari kayu. Seperti bagian depan ini. Tapi itu butuh dana besar. Semoga dengan dijadikan cagar budaya, Pemkot Blitar ikut merealisasikannya," pungkasnya.




(abq/dte)


Hide Ads