Prasasti Pucangan selama 2 abad tersimpan di Museum Kolkata, India. Prasasti yang rencananya akan dipulangkan ke Indonesia tahun depan itu berisi tentang perjalanan kekuasaan Airlangga, pewaris tahta Medang Kamulan dari Mataram Kuno pada 1019-1043. Salah satunya adalah kisah pelarian Airlangga dari serbuan Raja Wurawari dan pasukannya.
Vernika Hapri Witasari dari program studi Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) tahun 2009 dalam penelitianya 'Prasasti Pucangan Sansekerta 959 Saka: Suatu Kajian Ulang' menyebutkan, kisah pelarian Airlangga di Prasasti Pucangan dimuat dalam Bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno. Pelarian Airlangga terjadi karena serbuan pasukan Raja Wurawari tahun 1016 masehi. Di Prasasti Pucangan Jawa Kuno, peristiwa ini disebut dengan Pralaya.
Kala itu, Airlangga baru berusia 16 tahun. Airlangga merupakan putra Raja Udayana dari Wangsa Warmadewa di Bali. Ibunya, Mahendradatta adalah keturunan Mpu Sindok, pendiri Kerajaan Medang Kamulan di Jatim sekaligus Wangsa Isana dari Mataram Kuno. Pasukan Raja Wurawari menyerbu ketika pesta pernikahan Airlangga dengan putri Raja Medang Kamulan, Dharmawangsa Teguh sedang digelar. Malam yang begitu meriah, mendadak menjadi mencekam.
"Peristiwa penyerangan terjadi saat pesta pernikahan berlangsung, tiba-tiba keraton dibakar hingga hancur tak bersisa. Cuplikan cerita tersebut ada pada prasasti Pucangan Sansekerta pada bait ke-24. Sedangkan, kejadian tersebut lebih jelas tercantum dalam prasasti Pucangan Jawa Kuna yang disebut dengan peristiwa Pralaya," terangnya.
Berdasarkan Prasasti Pucangan Jawa Kuno, lanjut Vernika, penyerangan Wurawari dari Lwaram terhadap Medang Kamulan menewaskan banyak petinggi kerajaan. Salah satunya Raja Dharmawangsa Teguh yang merupakan saudara sepupu Airlangga. Dharmawangsa lantas dicandikan di Dharma Parhyangan di Watan pada bulan Caitra tahun 939 Saka atau 1917 masehi.
Menurut Vernika, Raja Wurawari berkuasa di daerah Banyumas, Jateng. Ia menyerbu dari Lwaram yang bisa jadi berada di sebelah selatan Cepu, Blora, Jateng atau di Ngloram, Kudus. Pusat kerajaan Dharmawangsa Teguh kala itu diperkirakan berada di Madiun. Sedangkan Watan diperkirakan terletak di Maospati, Magetan.
Ketika Kerajaan Medang Kamulan dihancurkan Wurawari, Airlangga selamat karena berhasil kabur ke hutan bersama abdi setianya, Narottama.
"Selama di hutan mereka hidup dengan para rsi, berpakaian kulit kayu dan memakan apapun yang dimakan oleh penduduk tersebut," jelasnya.
Berdasarkan data dari Prasasti Pucangan, tambah Vernika, Airlangga akhirnya dikukuhkan menjadi raja tahun 941 saka atau 1019 masehi. Ia mendapatkan gelar Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmmwangsa Airlangga Anantawikrama Uttunggadewa.
"Pengukuhan Airlangga sebagai raja direstui oleh rsi, para pemuka agama Budha, Siwa, dan Brahmana. Prasasti Pucangan Sansekerta dan Jawa Kuno menggambarkan peristiwa tersebut," tegasnya.
Airlangga melarikan diri ke hutan Wanagiri. Baca halaman selanjutnya.
Simak Video "Video: Airlangga Ungkap Negosiasi Tarif Trump Rampung 2 Minggu Lagi"
(dpe/dte)