Misteri Pertapaan Suci Airlangga yang Tersirat Dalam Prasasti Pucangan

Misteri Pertapaan Suci Airlangga yang Tersirat Dalam Prasasti Pucangan

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Kamis, 17 Nov 2022 15:16 WIB
Pertapaan suci Airlangga di prasasti pucangan
Salah satu lokasi yang disinyalir sebagai pertapaan suci Airlangga. (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Mojokerto -

Pemulangan Prasasti Pucangan dari Indian Museum di Kolkata, India menjadi langkah krusial di bidang sejarah. Prasasti tersebut sarat sejarah tentang Airlangga, pewaris tahta Mataram Kuno 1019-1043 masehi. Di prasasti itu tersirat misteri pertapaan suci Airlangga.

Penelitian ilmiah karya Vernika Hapri Witasari dari program studi Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) menjelaskan, Prasasti Pucangan Jawa Kuno berisi maklumat Airlangga yang memerintahkan wilayah Pucangan, Barahem, Bapuri tanah milik Wargga Pinhai sebagai sima untuk pembangunan pertapaan suci.

Dalam skripsi berjudul 'Prasasti Pucangan Sansekerta 959 Saka: Suatu Kajian Ulang', Vernika merinci, setidaknya 4 kali kata Pucangan diukir di Prasasti Pucangan Jawa Kuno. Yaitu di baris ke-32 berbunyi 'patapan in Pucangan' atau pertapaan di Pucangan, di baris ke-37 'patapan i Pucangan' atau pertapaan di Pucangan, di baris ke-38 'patapan ring Pucangan' atau pertapaan di Pucangan, serta di baris ke-43 'san hyan dharmma patapan i Pucangan' atau pertapaan suci Pucangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari beberapa kalimat tersebut, jelas lah di dalam Prasasti Pucangan Sansekerta maupun Jawa Kuna menceritakan mengenai pembuatan pertapaan suci di Pucangan. Karena kedua prasasti mencantumkan nama pertapaan suci tersebut, maka kemungkinan prasasti ini disebut Prasasti Pucangan," terang Vernika dalam skripsinya yang dikutip detikJatim, Kamis (17/11/2022).

Isi Prasasti Pucangan itu diukir di sebuah lempengan batu menggunakan Aksara Jawa Kawi akhir. Isi prasasti di salah satu sisinya menggunakan Bahasa Sansekerta yang dibuat tahun 1037 masehi. Sedangkan isi prasasti berbahasa Jawa Kuno dibuat tahun 1041 masehi.

ADVERTISEMENT

Vernika menilai, Prasasti Pucangan Sansekerta dan Jawa Kuno saling melengkapi satu sama lain. Isinya mulai dari silsilah keluarga Airlangga, Airlangga naik tahta tahun 941 saka atau 1019 masehi, sampai pendiri Kerajaan Kahuripan itu menumpas musuh-musuhnya tahun 959 saka atau 1037 masehi sehingga ia bisa berkuasa dengan damai.

Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid dan prasasti Pucangan (dok. Instagram Hilmarfarid)Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid dan prasasti Pucangan (dok. Instagram Hilmarfarid) Foto: Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid dan prasasti Pucangan (dok. Instagram Hilmarfarid)

"Hal tersebut membuat prasasti Pucangan menjadi salah satu prasasti terpenting, ibarat ringkasan sejarah kehidupan Airlangga yang panjang," cetusnya.

Vernika menyebut, Airlangga membangun pertapaan suci di lereng Gunung Pugawat. Data tersebut merujuk pada isi Prasasti Pucangan Sansekerta.

Jika diselaraskan dengan isi Prasasti Pucangan Jawa Kuno, pertapaan suci dibangun Airlangga di sebuah tempat bernama Pucangan di lereng Gunung Pugawat. Hipotesis Vernika tentang pertapaan suci Pucangan dibangun Airlangga di Gunung Penanggungan didasari pada penemuan 81 lebih situs purbakala di gunung tersebut. Bangunan kuno di gunung berjuluk Pawitra ini antara lain berupa punden berundak, pertapaan di gua maupun yang dipahatkan langsung pada dinding lereng, serta saluran air kuno yang banyak terdapat di lereng barat dan juga pada sebelah utara dan tenggara.

Namun, letak pasti Gunung Puguwat itu ternyata masih diperdebatkan.

"Semula para ahli berpendapat bahwa Pugawat atau Pucangan itu ada di Gunung Penanggungan. Tetapi Stutterheim menunjukkan bahwa gunung itu mesti dicari di sekitar daerah Ngimbang (Lamongan), mengingat sebagian besar prasasti Airlangga, terutama yang ditulis di atas batu, terdapat di sekitar daerah Ngimbang," terangnya.

Pertapaan masa Jawa Kuno banyak dibangun di lereng-lereng pegunungan yang dianggap suci. Baca halaman selanjutnya.

Alasan Airlangga Membangun Pertapaan Suci

Pembangunan pertapaan suci Airlangga di Prasasti Pucangan juga disebutkan dalam penelitian Yori Akbar Setiyawan dari Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dengan judul 'Latar Belakang Penetapan Sima Bagi Pertapaan pada Masa Pemerintahan Airlangga 1019-1043 Masehi'. Menurut Yori, Prasasti Pucangan Jawa Kuno menyebutkan penetapan Desa Barahem, Pucangan, dan Sapuri sebagai sīma untuk menunjang pembangunan sebuah pertapaan suci.

"Prasasti Pucangan berbahasa Sanskerta juga menceritakan pembangunan pertapaan suci oleh Airlangga di lereng Gunung Pugawat. Dapat disimpulkan bahwa pertapaan pada masa Jawa Kuno banyak dibangun di lereng-lereng pegunungan yang dianggap suci," jelasnya.

Menurut Yori, sima adalah sebidang tanah atau desa yang diberi batas dan dibebaskan dari pajak dan sejumlah kewajiban lainnya oleh raja atau pejabat tinggi. Sima diberikan kepada seseorang, kelompok, atau penduduk desa karena alasan tertentu. Pada masa pemerintahannya, Airlangga setidaknya membuat 33 prasasti yang semuanya berisi sima.

Dalam penjelasannya, Yori mengutip dari tesis Agus Aris Munandar tahun 1990 berjudul 'Kegiatan Keagamaan di Pawitra: Gunung Suci di Jawa Timur Abad 14-15'. Ditunjang juga dengan informasi dari Prasasti Cunggrang 929 masehi yang menyebut Penanggungan sebagai gunung suci atau dharmma karsyan pada masa Mpu Sindok. Sebab, banyak arca, punden berundak, dan batur di gunung berjuluk Pawitra tersebut.

"Agus Aris Munandar menjelaskan bahwa komponen karsyan berbentuk patapan atau pertapaan. Seperti yang ditemukan di Gunung Penanggungan adalah arca-arca batu berbagai bentuk berukuran 0,5-1 meter, beberapa punden berundak sebagai tempat menyiapkan sesaji dan pemujaan oleh para rsi dan petapa, serta dua buah batur dari batu polos yang diduga merupakan sisa pendapa terbuka sebagai tempat berkumpul dan menerima peziarah," jelasnya.

Pembangunan pertapaan suci, lanjut Yori, dilakukan Airlangga karena beberapa alasan. Pertama motif politik, Airlangga ingin memperkuat legitimasinya sebagai raja dari kaum rsi.

Kedua motif sosial, pendiri Kerajaan Kahuripan itu ingin membalas jasa-jasa seseorang, kelompok, dan penduduk desa yang telah membantunya selama masa konsolidasi atau penyatuan kerajaan.

Ketiga motif religi, Airlangga membangun pertapaan suci untuk memajukan kehidupan religi di kerajaannya. Khususnya kehidupan religi kaum rsi dan petapa. Penghasilan dari tanah yang ditetapkan sebagai sima, digunakan untuk memelihara bangunan suci tersebut, mendukung kegiatan ritual, serta menunjang kehidupan golongan agamawan sebagai pengelola bangunan suci. Sima adalah sebidang tanah atau desa yang diberi batas dan dibebaskan dari pajak dan sejumlah kewajiban lainnya oleh raja atau pejabat tinggi.

"Adapun pembagian pendapatan dari tanah sīma, yaitu kerajaan mendapatkan sepertiga, bangunan keagamaan sepertiga, dan sepertiga lagi diserahkan kepada kepala sima," ungkapnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Airlangga soal Diskon Tarif Trump: Kita Harap Dapat Lebih dari Vietnam"
[Gambas:Video 20detik]
(abq/dte)


Hide Ads