Prasasti Pucangan yang tersimpan di Kolkata, India rencananya akan dipulangkan ke Tanah Air tahun depan. Aset berharga sejarah Indonesia itu merangkum perjalanan kekuasaan Airlangga 1019-1043 masehi, pewaris tahta Mataram Kuno sekaligus pendiri Kerajaan Kahuripan. Namun, sampai saat ini lokasi pasti penemuan prasasti berbahan batu andesit ini masih menjadi teka-teki.
Ihwal tempat penemuan Prasasti Pucangan, Arkeolog Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI Jatim Vidi Susanto sebatas mengacu catatan peneliti Belanda pada era kolonial. Salah satunya catatan yang dibuat Pieter Johannes Veth, profesor geografi dan etnologi Belanda 1814-1895.
Menurut Vidi, Veth meyakini Prasasti Pucangan ditemukan di Gunung Penanggungan, Mojokerto karena beberapa hal. Pertama, karena Raja Airlangga yang mengeluarkan Prasasti Pucangan memerintah di dataran Sungai Brantas sekitar tahun 943-965 saka atau 1021-1043 masehi dengan ibu kota pertama di Watan Mas. Selanjutnya, Airlangga membuat ibu kota baru bernama Kahuripan atau Koripan di dataran Brantas, tepatnya di kaki barat Gunung Penanggungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, banyak temuan situs purbakala di Gunung Penanggungan dari masa yang berdekatan dengan pembuatan Prasasti Pucangan. Antara lain Petirtaan Jolotundo berangka tahun 899 saka atau 977 masehi yang dibangun pada masa Ratu Sri Isyana Tunggawijaya, Putri Mpu Sindok, Raja Medang Kamulan. Mpu Sindok merupakan leluhur Airlangga dari Mataram Kuno.
Selain itu, terdapat Candi Belahan di Desa Wonosunyo, Gempol, Pasuruan, serta Candi Jedong di Desa Wontanmas Jedong, Ngoro, Mojokerto yang sama-sama di sekitar Gunung Penanggungan. Prasasti Pucangan berbahasa Sansekerta dibuat tahun 1037 masehi, sedangkan bagian yang menggunakan Bahasa Jawa Kuno dibuat tahun 1041 masehi masa kekuasaan Airlangga.
"Jadi, Veth berpendapat Prasasti Pucangan ditemukan di Penanggungan karena ada temuan-temuan signifikan terkait masa yang berdekatan dengan Prasasti Pucangan. Nama ibu kotanya Watan Mas itu masih menjadi perdebatan, apakah Wotanmas Jedong, Ngoro atau Watan di Lamongan. Makanya masih tarik ulur Prasasti Pucangan ini ditemukan di Penanggungan atau Gunung Pucangan," papar Vidi kepada detikJatim, Kamis (17/11/2022).
![]() |
Sementara itu, catatan Ahli Bahasa Sanskerta asal Belanda, Johan Hendrik Caspar Kern tahun 1885 menyebutkan, belum ada kepastian tentang lokasi penemuan Prasasti Pucangan. Menurut Vidi, Kern meyakini prasasti peninggalan Airlangga itu diboyong ke India bersama Batu Minto Steen atau Prasasti Sangguran yang ditemukan di Ngandat, Junrejo, Kota Batu berangka tahun 928 masehi.
Kedua batu prasasti tersebut diboyong dari Surabaya ke Kota Calcutta atau Kolkata, India sekitar tahun 1813 atas perintah Thomas Stamford Raffles, perwakilan pemerintah Inggris yang kala itu menjabat Letnan Gubernur Hindia Belanda. Prasasti Pucangan dan Sangguran dikirim ke India menggunakan Kapal Mathilda.
Prasasti tersebut diserahkan kepada atasan Raffles, Gilbert Elliot Murray Kynynmound atau Lord Minto yang menjabat Gubernur Jenderal India tahun 1806-1813. Selanjutnya, hanya Prasasti Sangguran yang dibawa Lord Minto sebagai koleksi keluarganya di Skotlandia. Sedangkan Prasasti Pucangan disimpan di Indian Museum sampai sekarang.
"Kern hanya menjelaskan Prasasti Pucangan dibawa ke India atas perintah Raffles," terangnya.
Dalam buku berjudul 'Prasasti Pucangan Sansekerta 959 Saka: Suatu Kajian Ulang', Vernika Hapri Witasari menjelaskan keberadaan Prasasti Pucangan di Museum Calcutta diketahui dari buku Raffles, 'History of Java vol II'. Menurutnya, Raffles mengirim prasasti peninggalan Airlangga itu kepada Lord Minto di Kolkata, India sekitar tahun 1813.
"Di dalam buku tersebut juga dicantumkan surat balasan dari Lord Minto kepada Raffles di Batavia tanggal 23 Juni 1813," jelasnya seperti dikutip detikJatim.
Dari mana asal nama Pucangan? Baca halaman selanjutnya.
Prasasti Pucangan dan Legitimasi Raja Airlangga
Di dalam karya ilmiah yang dibuat mahasiswa jurusan arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI) ini juga dijelaskan alasan prasasti ini disebut Pucangan. Nama Pucangan merujuk pada sebuah tempat pembangunan pertapaan Airlangga kala itu. Seperti yang disebutkan di baris 32, 37, 38, dan 43 Prasasti Pucangan Jawa Kuno.
Sehingga, di Pucangan pula tempat prasasti itu diletakkan pada masa Airlangga. Nah, terkait lokasi penemuan prasasti ini, Vernika mempunyai beberapa hipotesis. Prasasti Pucangan bisa jadi ditemukan di Gunung Penanggungan, Ngimbangan-Lamongan, Jombang, atau Surabaya.
"Masih banyak desa-desa di sekitar wilayah kerajaan Airlangga sekitar Jombang yang masih menggunakan nama yang mirip dengan Pucangan, yaitu Desa Pucangsimo dan Pucang Ro. Kemudian di sekitar daerah Surabaya ada desa yang bernama Pucangan," sebutnya.
Berdasarkan catatan Kern, lanjut Vernika, Prasasti Pucangan berbentuk blok dengan puncak runcing yang dihiasi padmasana di bawahnya. Tinggi batu ini 124 cm, lebar bagian puncak 95 cm, serta lebar bagian bawah 86 cm. Isi prasasti diukir pada permukaan depan, belakang, serta samping kanan dan kiri batu menggunakan Aksara Jawa Kawi akhir.
Prasasti Pucangan menggunakan 2 bahasa sekaligus. Yakni Bahasa Sansekerta pada sisi yang dibuat tahun 1032 masehi dan Bahasa Jawa Kuno pada sisi yang diukir tahun 1041 masehi. Prasasti Pucangan Sansekerta terdiri dari 36 baris atau 34 kalimat. Sedangkan Prasasti Pucangan Jawa Kuno terdiri dari 46 baris.
"Prasasti Pucangan Sansekerta dan Prasasti Pucangan Jawa Kuno menggunakan aksara Jawa Kawi akhir seperti prasasti-prasasti Airlangga yang lain," ungkapnya.
Vernika menyimpulkan Prasasti Pucangan Sansekerta menjadi sarana Airlangga melegitimasi kekuasaannya kala itu, yakni dengan mencantumkan silsilah keluarganya. Selain itu dijelaskan pula perjuangan Airlangga dalam sejumlah pertempuran untuk menaklukkan musuh-musuhnya.
"Untuk membuktikan bahwa Airlanga adalah raja pelindung, raja yang kuat, raja yang mampu melindungi rakyat dan kerajaannya sebagai 'pinaka catraning bhuwana'. Selain itu, hal lain yang memperkuat prasasti ini memang sebagai prasasti legitimasi adalah tidak disertakannya tokoh-tokoh birokrasi yang umumnya ada pada sebagian maklumat raja," terangnya.
Peneliti Pusat Riset Prasejarah dan Sejarah, Organisasi Riset Arkeologi, Sastra, dan Bahasa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Titi Surti Nastiti juga mempunyai pendapat yang sama. Menurutnya, Prasasti Pucangan ditulis menggunakan Bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno. Namun, terkait lokasi penemuannya, ia meyakini prasasti peninggalan pendiri Kerajaan Kahuripan ini ditemukan di Gunung Pucangan, Jombang.
"Ditemukan di Pucangan, Desa Cupak, Kecamatan Ngusikan, Jombang. Karena tempatnya tinggi suka disebut sebagai Gunung Pucangan," terangnya.
Titi mengungkapkan, Prasasti Pucangan Sansekerta mendeskripsikan asal usul keluarga atau silsilah Airlangga. Mulai dari Mpu Sindok, Raja dari Mataram Kuno yang mendirikan Kerajaan Medang Kamulan di Jatim 929-947 masehi, sampai orang tua Airlangga. Yaitu pasangan Udayana dan Gunapriyadharmapatni atau Mahendradatta.
"Pada bait-bait berikutnya diuraikan pertempuran-pertempuran yang dimenangkan Airlangga sehingga semua musuhnya ditaklukkan satu persatu. Akhirnya pada tahun 1037 masehi Airlangga berhasil duduk di atas takhta. Selanjutnya disebutkan juga bahwa Airlangga mendirikan sebuah pertapaan di Pugawat sebagai tanda terima kasihnya kepada para dewa," urai Titi kepada detikJatim.
Sementara, pemerhati Sejarah Jombang Dian Sukarno juga berpendapat Prasasti Pucangan ditemukan di Gunung Pucangan. Selain karena toponimi Pucangan masih ada sampai sekarang, juga karena prasasti-prasasti peninggalan Airlangga banyak ditemukan di sepanjang wilayah Lamongan sampai Jombang.
"Dengan adanya nama Gunung Pucangan, prasasti-prasasti Airlangga banyak ditemukan di sepanjang Lamongan hingga Jombang, sepertinya Prasasti Pucangan ditemukan di Gunung Pucangan itu," tandasnya.