Riwayat Prasasti Pucangan yang Menguak Silsilah Raja Airlangga

Riwayat Prasasti Pucangan yang Menguak Silsilah Raja Airlangga

Tim detikJatim - detikJatim
Senin, 14 Nov 2022 13:49 WIB
Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid dan prasasti Pucangan (dok. Instagram Hilmarfarid)
Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid dan prasasti Pucangan (dok. Instagram Hilmarfarid)
Surabaya -

Prasasti Pucangan akan dipulangkan tahun depan. Prasasti Pucangan saat menjadi koleksi di Indian Museum di Kolkata. Sayang, kondisinya disebut tidak terawat dengan baik.

Rencananya, prasasti itu akan dibawa pulang ke Indonesia pada momen KTT G20 tahun depan di India.

Prasasti ini bisa sampai ke sana setelah dibawa dari Indonesia ke India oleh Thomas Raffles. Saat itu, Raffles menemukan prasasti ini di Gunung Penanggungan, Trawas, Mojokerto. Oleh Inggirs, prasasti kemudian dibawa ke luar negeri pada 1814 atau dua abad yang lalu. Selanjutnya, prasasti menjadi koleksi Royal Asiatic Society, India.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arkeolog dari Pusat Arkeologi Nasional, Titi Surti Nastiti mengatakan, prasasti Pucangan ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan satu sisi bahasa Sansekerta. Untuk itu, ia mendukung langkah pemerintah memulangkan pasasti Pucangan.

"Sebagai ilmuwan, prasasti ini menarik sekali," kata Titi pada wawancara dengan detikcom 2015 silam.

ADVERTISEMENT

Silsilah Raja Airlangga, dimulai dari Sri Isanatungga yang mempunyai anak Sri Isanatunggawijaya. Dari perkawinan anaknya dengan Lokapala, lahir Sri Makutawangsawardhana. Anak Makutawangsawardhana yang bernama Gunapriyadharmapatni (Mahendradatta) kawin dengan Udayana, dan lahirlah Airlangga.

Dalam prasasti itu juga disampaikan bahwa Airlangga menikah dengan putri raja sebelumnya, tetapi pada pernikahan itu keraton terbakar sehingga Airlangga harus melarikan diri ke hutan ditemani Narottama. Airlangga kemudian didatangi rakyat yang dipimpin oleh para Brahmana, mereka meminta agar Airlangga bersedia menjadi raja.

Kemudian di tulisan itu juga disampaikan pertempuran-pertempuran yang dimenangkan Airlangga, sehingga semua musuhnya ditaklukan satu persatu dan akhirnya pada tahun 959 saka (1037) Airlangga berhasil duduk di atas takhta dengan meletakkan kakinya di atas kepala semua musuhnya. Selanjutnya disebutkan juga bahwa Airlangga mendirikan sebuah pertapaan di Pugawat sebagai tanda terima kasihnya kepada para dewa.

Sedang pada bagian yang berbahasa Jawa Kuna disebutkan pada tanggal 10 paro terang bulan kartika 963 saka (6 November 1041), Airlangga yang bergelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawiramottunggadewa memerintahkan agar daerah-daerah Pucangan, Brahem, dan Bapuri dijadikan Sima untuk kepentingan sebuah pertapaan yang telah didirikannya.

Hal itu dilakukan untuk memenuhi janjinya ketika Pulau Jawa mengalami pralaya sebagai akibat serangan Raja Wurawari yang menyerbu lawan pada tahun 938 saka (1016) dan mengakibatkan raja yang memerintah sebelumnya berikut beberapa pejabat tinggi lainya tewas.




(abq/dte)


Hide Ads