Yuk Mengenal Surabaya, Mulai dari Masa Kerajaan, VOC, Hingga Sekarang

Yuk Mengenal Surabaya, Mulai dari Masa Kerajaan, VOC, Hingga Sekarang

Tim detikJatim - detikJatim
Selasa, 05 Apr 2022 05:00 WIB
patung suroboyo
Patung Suro dan Boyo (Foto: Istimewa/detikJatim)
Surabaya -

Kota Surabaya merupakan ibu kota Provinsi Jawa Timur. Kota yang dijuluki sebagai Kota Pahlawan ini menjadi kota terbesar kedua di Indonesia, setelah Jakarta.

Yuk kenal lebih dekat dengan Kota Surabaya!

Kota yang dipimpin Wali Kota Eri Cahyadi ini memiliki jumlah luas wilayah 334,51 km2. Di mana jumlah penduduknya mencapai 2.970.952 jiwa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan informasi yang diperoleh detikJatim dari Dinas Kominfo Kota Surabaya, sejarah Kota Surabaya diceritakan dalam beberapa versi.

Tonggak sejarah Surabaya yang dikatakan berdiri 1293 itu ditandai dengan kemenangan Raden Wijaya, Raja pertama Majapahit. Saat itu, ia menang melawan pasukan Cina dengan Kalimas sebagai basis strategi lautnya dalam pemenangan pertempurannya.

ADVERTISEMENT

Pertempuran sengit itu terjadi di Ujung Galuh, sebuah desa kecil yang terletak di ujung Utara Surabaya, tepatnya di muara sungai Mas (Kalimas). Daerah ini dalam perkembangan sejarah selalu menjadi pusat perhatian studi sejarah asal muasal Kota Surabaya.

Dari prasasti Kelagen peninggalan Kerajaan Majapahit abad XI, Surabaya berasal dari nama sebuah desa yang terletak di pinggir sungai tempat penyeberangan.

Menurut legenda, di sekitar Kalimas telah terjadi pertarungan antara seekor ikan Sura (sejenis ikan besar) dengan seekor Buaya (dalam bahasa Jawa disebut Boyo) untuk memperebutkan daerah kekuasaan yang berujung pada kematian keduanya. Dari tempat itu lahir lah sebutan Surabaya.

Prasasti Kelagen terdapat di Dusun Kelagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo, yang lokasinya tidak jauh dari Kota Surabaya. Prasasti ini dibuat atas perintah raja Airlangga pada tahun saka 959 atau 1037 Masehi.

Sementara nama "Surabaya" baru disebutkan secara eksplisit dalam prasasti Trowulan II (1358 masehi), yaitu tempat desa yang ditugaskan oleh kerajaan Majapahit untuk menjalankan pelayanan kepada masyarakat luas dalam jasa penyeberangan sungai, bersama-sama 40 desa lain di sekitar tepi sungai Brantas dan Bengawan solo.

Daerah itu sekarang ini di dalamnya terdapat nama sebuah kampung yang disebut kampung Surabayan, di Kecamatan Tegalsari.

Berbagai versi sejarah lahirnya Kota Surabaya pun muncul. Dalam kepustakaan kuno, Surabaya disebut-sebut sebagai salah satu kota tertua di Indonesia.

Sementara itu, Von Vaber (1953:75-93) membuat hipotesis jika Surabaya didirikan pada tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai tempat permukiman baru bagi para prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan di tahun 1270 M.

Permukiman baru yang diberi nama Surabaya itu terletak di sebelah Utara Glagah Arum, dengan batas Kalimas dan Kali Pegirian di Sebelah Timur. Sebelah utara dan sebelah Selatan adalah dua terusan (yang sekarang sudah tidak ada), lalu sebelah Selatan menjadi Jalan Jagalan. Sedangkan sebelah utara hilang sewaktu dibangun stasiun Kereta Api Semut.

Pada tahun 1612-1625, Surabaya sudah menjadi bandar perdagangan yang sangat ramai. Surabaya menjadi suatu pelabuhan transit dan tempat penimbunan barang-barang dari daerah yang subur, yaitu Delta Brantas.

Letak Surabaya yang strategis ini mengakibatkan bangsa-bangsa yang gemar berlayar dari Timur dan Barat bertemu. Kalimas pun menjadi suatu 'Sungai Emas' yang membawa barang-barang berharga dari pedalaman. Pelayaran dan perdagangan membuat Kota Surabaya menjadi besar.

Antara tahun 1830-1850, Surabaya tumbuh sebagai kota pelabuhan yang penting di Indonesia juga sebagai kota basis militer dan gudang makanan. Untuk keamanan pula, maka kemudian didirikan benteng di sekeliling kota yang salah satunya bernama benteng Prins Hendrik di muara Kalimas.

Kota ini dibangun oleh VOC untuk mendukung aktivitas perdagangan. Untuk melengkapi kebutuhan kota, berbagai infrastruktur dibangun. Mulai dari perumahan, perkantoran, institusi kota bidang pertanahan, dan pertahanan-keamanan.

Kawasan infrastruktur kota itu dikelilingi tembok. Selanjutnya kawasan yang bertembok inilah yang disebut Kota Bawah atau Surabaya Lama. Pada masa itu, jika pembangunan Surabaya Lama dibandingkan dengan kota kuno seperti Batavia dan Semarang, maka terlihat pembangunan Surabaya lebih dinamis.

Dinamika Surabaya terus berkembang dalam pasang surut pada periode Pemerintahan Kerajaan Majapahit, pendudukan Belanda, Inggris, Jepang sampai dengan masa kemerdekaan. Dalam perspektif sosio-antropologis, Surabaya adalah sebuah fenomena tentang kepahlawanan yang digambarkan dalam karakter Suro dan Boyo.

Pada setiap masanya ia mampu menghadapi segala macam tantangan dan rintangan, berbekal modal sosial yang dijiwai budaya dan nilai keagamaan sehingga Surabaya menjelma sebagai sebuah kampung besar dan sebuah komunitas yang beradab.

Hubungan sosial antaretnis dan kelompok berjalan sangat harmonis, penuh toleran dan tidak pernah terjadi ketegangan sosial atau ketegangan politik. Selain itu, perbedaan warna politik dihargai dan justru menjadi ornamen dan mozaik komunitas dalam kampung Surabaya yang multietnis.

Pluralitas budaya, agama, etnis dan struktur sosial justru menjadi kekuatan yang terwujud dalam sikap keterbukaan, sebagai bagian dari karakter Surabaya.

Dalam dinamika historisnya, terdapat satu karakter Surabaya sebagai kota perdagangan dan tumbuh menjadi komunitas pedagang kosmopolitan yang memiliki jaringan luas sampai ke Cina, Inggris, Belanda, dan Portugis.

Sejak abad ke-18 Surabaya telah memilki berbagai macam industri berbasis menufaktur. Kemudian pada 1870 Surabaya telah menjadi pelopor di bidang industri setara dengan kota-kota pelabuhan dunia seperti Shanghai, Calcuta, Singapura, dan Hongkong.




(hil/sun)


Hide Ads