Putri Campa dan Sejarah Masuknya Islam ke Majapahit

Putri Campa dan Sejarah Masuknya Islam ke Majapahit

Tim detikJatim - detikJatim
Sabtu, 26 Mar 2022 13:28 WIB
Makam Putri Campa di Trowulan, Kabupaten Mojokerto
Makam Putri Campa (Foto file: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Mojokerto - Nama Putri Campa tak asing lagi di telinga masyarakat Mojokerto. Makamnya yang berlokasi di Desa Trowulan masih terawat dengan baik. Istri Raja Brawijaya V itu menjadi sosok penting di balik tersebarnya ajaran Islam di bumi Majapahit.

Kisah Putri Campa dan masuknya Islam ke Majapahit ditulis pemerhati sejarah Mojokerto, Saiful Amin dalam bukunya 'Babad Keruntuhan Majapahit Invasi Raden Patah Suatu Kemustahilan Sejarah'.

"Berdasarkan literatur puja sastra sejenis babad atau serat, Prabu Brawijaya V menikah dengan putri dari Kerajaan Campa. Putri Campa itu hadiah dari Raja Campa Indravarman VI sekitar tahun 1428 masehi," tulis Amin dalam bukunya yang dikutip detikJatim, Sabtu (26/3/2022).

Amin menjelaskan, Putri Campa bernama Darawati atau Dwarawati. Dia dikirim ke Majapahit saat berusia 17 tahun. Darawati menjadi istri selir dari Prabu Brawijaya V atau Dyah Kretawijaya sejak 1430 masehi.

"Putri Campa bukan putri bangsawan atau putri raja. Sehingga hanya menjadi istri selir Brawijaya V," terangnya.

Keberadaan Putri Campa yang menjadi istri raja, mengundang imigran asal Campa datang ke Kerajaan Majapahit. Para imigram muslim itu diperkirakan masuk ke Majapahit 1476-1478 masehi. Agama Islam sudah dianut sebagian kecil masyarakat Campa sejak abad 11. Ekspansi agama itu buah masuknya para pedagang dari Arab dan Persia ke negeri tersebut

Terdapat nama-nama ulama besar di antara imigran asal Campa yang datang ke Majapahit. Seperti Raden Rahmat atau Sunan Ampel, ayah Raden Rahmat Makdum Brahim Asmara atau Ibrahim Asmarakandi, Raden Santri Ali, Raden Ali Murtolo, serta Raden Burereh.

Makam Putri Campa di Trowulan, Kabupaten MojokertoMakam Putri Campa di Mojokerto/Foto: Enggran Eko Budianto

"Masuknya imigran muslim asal Campa ke Majapahit disebut dalam puja sastra Jawa, Madura maupun Sunda, baik berupa babad maupun serat. Tujuan mereka untuk menemui kerabat dekat yang menjadi istri raja (Putri Campa) sekaligus mencari suaka politik. Serat Wali Sana menyebutkan, para imigran itu dilarang kembali ke Campa oleh Prabu Ranawijaya. Karena kerajaan mereka hancur oleh Kerajaan Koci," terang Amin dalam bukunya.

Berdasarkan Babad Tanah Djawi, para imigran muslim itu dipimpin Makdum Brahim Asmara, ayah Raden Rahmat. Makdum Brahim keturunan Nabi Muhammad yang menikah dengan orang Campa. Dia berasal dari Tyulen, kepulauan kecil di tepi timur laut Kaspia, masuk wilayah Kazakhstan, timur barat laut Samarkand.

Serat Wali Sana menyebutkan, sebelum masuk tiba di ibu kota Majapahit, rombongan Imigran singgah di Palembang. Saat itu Palembang dipimpin Adipati Arya Damar. Persinggahan mereka membuat Arya Jin Bun, putra Raja Brawijaya V dari selir asal China, menganut Islam. Arya Jin Bun kala itu diasuh oleh Arya Damar. Saat memeluk Islam, dia berganti nama menjadi Raden Patah.

Raden Patah yang kala itu berusia sekitar 30 tahun, mengantar rombongan Imigran ke ibu kota Majapahit. Namun, Makdum Brahim wafat saat sampai di Tuban. Sampai di ibu kota Majapahit yang saat itu berada di Daha atau Kediri, Raden Patah membawa rombongan menghadap ke Prabu Dyah Ranawijaya.

"Ternyata Putri Campa yang akan mereka temui meninggal di usia muda, yaitu usia 35 tahun pada 1448 masehi atau 1370 saka. Mereka berencana kembali ke Campa, tapi dilarang Raja Ranawijaya. Atas lobi politik Raden Patah, mereka diberi tempat tinggal oleh raja," ungkap Amin.

Kedatangan imigran muslim asal Campa itu membuat Prabu Ranawijaya menggagas pendirian masjid. Dia berharap daerah pesisir seperti Surabaya, Gresik dan Tuban menjadi lebih ramai dikunjungi pedagang muslim lainnya. Sehingga memberi keuntungan ekonomi bagi Majapahit.

Oleh Raja Ranawijaya, Raden Rahmat ditempatkan di Surabaya, sedangkan Raden Santri Ali ditempatkan di Gresik. Raden Rahmat lantas ditunjuk menjadi imam masjid di Ampel Denta sehingga dijuluki Sunan Ampel. Dia menikah dengan Ni Ageng Manila, putri adipati Tuban Arya Teja. Dia lalu diangkat menjadi Adipati Surabaya menggantikan kakek istrinya, Arya Lembu Sora yang meninggal.

Babad Tanah Djawi menyebutkan, Raden Rahmat meminta Raden Patah membuat masjid besar di Demak. Raden Patah melaksanakan perintah tersebut tahun 1479 masehi atau 1401 saka. Saat itu Raden Patah menjabat sebagai pecat tonda di Bintoro. Dia menikahi adik kandung Raden Rahmat, Ni Ageng Maloka.

Raden Patah meninggal di usia 58 tahun karena sakit, yaitu tahun 1507 masehi. Posisinya sebagai penguasa Demak digantikan Pati Unus bergelar anumerta Pangeran Sabrang Lor, yaitu putra Raden Patah.

Sementara di Majapahit, tahun 1510-1511 masehi Raja Ranawijaya tutup usia digantikan Prabu Udhara. Pati Unus menolak tunduk pada Prabu Udhara karena bukan keturunan raja. Sedang dirinya keturunan penguasa Majapahit dari garis Brawijaya V. Daerah pesisir Tuban, Gresik dan Surabaya mendekat ke Demak karena sesama muslim dan punya sejarah dari imigran Campa.

"Tahun 1513 masehi, kota penting dekat Demak, yaitu Juwana diserang Prabu Udhara. Berikutnya tahun 1520-1521 masehi, giliran Pati Unus menyerang Majapahit sehingga Prabu Udhara tersingkir ke Panarukan, dekat Blambangan," tandas Amin.

Dengan begitu, Majapahit takluk di tangan Demak. Wilayah kekuasaan Majapahit pun beralih menjadi kekuasaan Kerajaan Demak yang bergama Islam.


(hse/fat)


Hide Ads