Suriah atau Syria dalam bahasa Inggris menjadi salah satu negara yang terus mendapat sorotan dunia. Terutama setelah beberapa waktu terakhir negara ini mengalami konflik perang saudara. Meski begitu, nyatanya Suriah bukan baru-baru ini saja menjadi sorotan.
Padahal negara ini adalah rumah bagi salah satu peradaban tertua di dunia dengan warisan seni dan budaya yang kaya. Dikutip dari berbagai sumber, berikut informasi tentang sejarah Suriah dirangkum detikEdu, Selasa (17/12/2024).
Sejarah Suriah Dari Masa ke Masa
Suriah Kuno
Suriah merupakan negara yang terletak di pantai timur Laut Mediterania, Asia Barat. Wilayahnya termasuk daerah Dataran Tinggi Golan yang telah diduduki Israel sejak tahun 1976.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun letak ini ternyata berbeda dengan wilayah Suriah Kuno. Mengutip Encyclopedia Britannica, wilayah Suriah kuno digambarkan sebagai jalur tanah subur yang terletak di antara pantai Mediterania timur dan guru di Arab utara.
Ibu kotanya adalah Damaskus di Sungai Barada. Sungai ini juga sebuah oasis yang ada di kaki Gunung Qasioun.
Klaim negara peradaban tertua berkaitan dengan banyaknya temuan arkeolog di negara ini. History menjelaskan, sisa-sisa manusia tertua yang ditemukan di Suriah berasal dari sekitar 700 ribu tahun yang lalu.
Selain itu ditemukan juga satu kota kuno bernama Ebla. Ebla diperkirakan ada sekitar tahun 3.000 SM dan menjadi salah satu pemukiman tertua yang pernah digali.
Sepanjang zaman kuno, Suriah diperintah oleh beberapa kekaisaran. Seperti Mesir, Het, Sumeria, Mitannia, Asyur, Babilonia, Kanna, Fenisia, Aram, Amori, Persia, Yunani, dan Romawi.
Suriah kuno menjadi salah satu wilayah yang paling sering disebutkan dalam Alkitab. Salah satu kisah yang terkenal berkaitan dengan rasul Paulus.
Ia menyebutkan jalan menuju Damaskus (ibu kota Suriah) adalah tempat ia mendapat penglihatan terkait pertobatannya menjadi seorang Kristen. Hingga akhirnya kekaisaran Romawi runtuh.
Suriah menjadi bagian dari kekaisaran Timur atau Bizantium tepatnya pada 637 M. Kala zaman ini, agama Islam menyebar dengan cepat ke seluruh wilayah dan menjadikan Damaskus menjadi ibu kota dunia Islam.
Pada tahun 1516, kekaisaran Bizantium takluk oleh Kekaisaran Ottoman dan berkuasa hingga 1918. Kala periode ini, negara tersebut dianggap relatif damai dan stabil.
Perang Dunia I dan II
Selama Perang Dunia I, diplomat Prancis dan Inggris diam-diam membagi Kekaisaran Ottoman menjadi beberapa zona. Hal ini berkaitan dengan Perjanjian Sykes-Picot tahun 1916.
Perjanjian ini menyatakan wilayah Arab di bawah kekuasaan Kekaisaran Ottoman harus dibagi menjadi wilayah pengaruh Inggris atau Prancis setelah berakhirnya Perang Dunia I.
Pasukan Inggris akhirnya merebut Damaskus dan Aleppo pada 1918. Sedangkan Prancis menguasai wilayah yang sekarang menjadi Suriah dan Lebanon pada 1920. Perjanjian ini juga mengakhiri kekuasaan Ottoman di wilayah Suriah.
Perebutan wilaya ke Prancis tidak berjalan baik. Dari tahun 1925 hingga 1927, rakyat Suriah bersatu melawan pendudukan Prancis.
Perlawanannya sangat besar hingga dikenal sebagai Pemberontakan Bear Suriah. Pemberontakan ini terjadi hingga tahun 1936 ketika akhirnya Prancis dan Suriah merundingkan perjanjian kemerdekaan.
Selama Perang Dunia II, pasukan Inggris dan Prancis tetap menduduki Suriah. Tapi, tak lama perang berakhir Suriah resmi menjadi negara merdeka pada tahun 1946.
Goncangan Pasca Kemerdekaan
Setelah meraih kemerdekaan, kehidupan politik di negara itu sangat tidak stabil. Sebagian besar penyebabnya karena gesekan yang hebat antara kelompok sosial, agama, dan politik.
Di tahun 1960-an terjadi lebih banyak kudeta militer, pemberontakan, dan kerusuhan. Contohnya di tahun 1963, di mana Partai Baath Sosialis Arab merebut Suriah dalam kudeta yang dikenal sebagai Revolusi Baath.
Berselang empat tahun, terjadi Perang Enam Hari antara Israel dan Suriah yang memperebutkan Dataran Tinggi Golan. Konflik atas wilayah ini disebut berlanjut selama bertahun-tahun hingga kini.
Kepemimpinan Keluarga Al Assad
Politik menjadi satu masalah besar yang terjadi di negara ini. Di tahun 1970, menteri pertahanan Suriah Hafez al-Assad melakukan satu tindakan besar.
Yakni menggulingkan pemimpin yang dipilih Suriah secara de facto, Salah Jadid. Hafez adalah adalah anggota Islam Alawite, sekte minoritas Syiah di Suriah.
Selama masa kepresidenannya, Hafez dianggap berjasa dalam memperkuat militer Suriah usai mendapat bantuan Soviet. Meski sudah mulai menguat, berbagai pemberontakan terjadi.
Seperti perang saudara di Lebanon, dan pemberontakan rezim Assad di Kota Hama pada tahun 1982. Pemberontakan ini berlangsung kejam karena Assad menyelesaikannya dengan penangkapan, menyiksa, dan mengeksekusi pemberontak politik.
Banyak pakar meyakini pembalasan yang dilakukan Hafez merenggut nyawa sekitar 20 ribu warga sipil. Di tahun 1983, Israel dan Lebanon mengumumkan permusuhan selesai.
Menjelang akhir hayatnya, Hafez telah berusaha menjalin hubungan yang lebih damai dengan Israel dan Irak. Hingga akhirnya ia meninggal dunia di tahun 2000.
Sepeninggalan Hafez, kekuasaan Suriah jatuh ke tangan sang anak yakni Bashar al Assad. Bashar diketahui baru berusia 34 tahun saat menjabat.
Seharusnya, kepemimpinan digantikan oleh kakak laki-lakinya Bassel. Tetapi Bassel tewas dalam kecelakaan mobil pada tahun 1994.
Pada awal masa jabatannya, Bashar menarik simpati masyarakat dengan membebaskan 600 tahanan politik. Karena hal ini warga Suriah berharap pemimpin baru bisa memberikan banyak kebebasan dan sedikit penindasan.
Namun fase 'honeymoon' dalam pemerintahan Bashar hanya setahun. Setelahnya ia menggunakan ancaman dan penangkapan untuk menghentikan aktivis pro-reformasi.
Perang Saudara Suriah
Pada tahun 2011, demonstrasi anti pemerintah dimulai di Suriah. Para pemberontak membentuk Free Syrian Army (FSA). Pemberontakan ini berakhir dengan perang saudara besar-besaran tahun 2012.
Diperkirakan sedikitnya 321 ribu orang tewas sejak dimulainya perang. Pemberontakan menjadi lebih rumit usai hadirnya Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) melawan rezim Suriah.
Di tahun 2014, ISIS menguasai sebagian besar wilayah Irak dan Suriah. Sejak saat itu, Amerika Serikat (AS) ikut turut serta membom target-target ISI.
AS telah menyatakan penentangannya terhadap rezim Assad tetapi enggan terlibat lebih jauh. Sedangkan Rusia dan Iran menyatakan diri sebagai sekutu Suriah.
Setahun kemudian, Rusia memberikan serangan udara terhadap para pemberontak Suriah untuk pertama kalinya. Serangan ini membuat rezim Assad menguasai Aleppo pada akhir tahun 2016 setelah empat tahun direbut pemberontak.
Pada 7 April 2017, AS kembali melancarkan tindakan militer ke pasukan Assad setelah menuduh Negeri Paman Sam melakukan serangan senjata kimia. Perang berlanjut hingga akhirnya di akhir tahun 2024, rezim Assad berhasil digulingkan.
Kibarkan Bendera Baru
Melansir arsip detikEdu, setelah rezim Assad digulingkan, oposisi memilih bendera baru. Bendera ini disebut sebagai bendera "kemerdekaan", yang dikibarkan selama perjuangan negara tersebut untuk merdeka dari Prancis.
Bendera baru ini memiliki unsur warna hijau, putih, hitam serta memiliki tiga bintang berwarna merah. Persegi panjang hijau pada bendera baru menggantikan warna merah horizontal pada bendera lama.
Adapun tiga bintang merah mewakili tiga distrik utama Suriah yakni Aleppo, Damaskus, dan Deir el-Zor. Seperti dikutip dari Reuters, bendera kemerdekaan telah menjadi lambang persatuan pengungsi Suriah di seluruh dunia dan dibawa oleh para pendukung oposisi di Washington, Madrid, London, dan sekitarnya.
Begitulah sejarah panjang negara Suriah. Semoga informasi ini bermanfaat ya detikers!
(det/pal)