Candi Pandegong Jombang Aliran Hindu Siwa Abad 10, Sebelum Majapahit Berdiri

Candi Pandegong Jombang Aliran Hindu Siwa Abad 10, Sebelum Majapahit Berdiri

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Sabtu, 26 Mar 2022 19:51 WIB
Candi Pandegong jombang
Candi Pandegong Jombang (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Jombang - Situs purbakala di Punden Pandegong, Jombang ternyata berupa candi cukup megah. Struktur bangunan suci ini tampak keseluruhan setelah melalui dua tahap ekskavasi. Selain menampakkan seluruh struktur kaki candi, dua tahap ekskavasi juga menemukan berbagai bukti arkeologi terkait aliran dan periode pembangunan Candi Pandegong.

Struktur purbakala ini diyakini sebagai candi beraliran Hindu Siwa yang dibangun abad 10 masehi, jauh sebelum Kerajaan Majapahit berdiri. Temuan yang membuktikan Candi Pandegong beraliran Hindu Siwa adalah arca Nandiswara dan Mahakala.

Arca Nandiswara bagian perut sampai kepala dengan tinggi 32, lebar 26 tebal 12 cm ditemukan pada ekskavasi tahap pertama 12-21 November 2021. Bagian perut sampai kaki arca berbahan batu andesit abu-abu itu ditemukan pada ekskavasi tahap dua 16-26 Maret 2022.

Nandiswara merupakan lembu tunggangan Dewa Siwa yang diwujudkan dalam bentuk manusia. Sedangkan Arca Mahakala ditemukan dalam kondisi utuh pada ekskavasi tahap pertama. Arca berbahan batu andesit warna kemerah-merahan ini mempunyai ukuran tinggi 63, lebar 30 dan tebal 12 cm. Mahakala merupakan sosok dewa pembinasa bersenjata gada.

Mahakala maupun Nandiswara merupakan pancaran atau emanasi Dewa Siwa dalam mitologi Hindu. Kedua tokoh ini menjadi penjaga Dewa Siwa dan pasangannya, Dewi Parwati. Oleh sebab itu, Arca Nandiswara dan Mahakala diletakkan di relung atau lubang di dinding bagian depan tubuh Candi Pandegong.

Di dalam tubuh candi terdapat garbhagraha atau rungan paling suci tempat bagi perwujudan Dewa Siwa dan Dewi Parwati. Pasangan dewa dan dewi inilah yang disembah para umat Hindu di masa lalu. Sayangnya, bagian tubuh Candi Pandegong sudah runtuh. Sehingga tersisa bagian kaki dan fondasinya saja.

"Arca Nandiswara dan Mahakala sebagai penjaga pintu garbhagraha. Menariknya, punggung arca, serta sisi kanan dan kirinya kasar dan masih ada tempelan bata-bata. Itu mengindikasikan arca ditempel di dalam relung candi," kata Ketua Tim Ekskavasi Situs Pandegong, Vidi Susanto kepada wartawan di lokasi ekskavasi, Sabtu (26/3/2022).

Runtuhnya tubuh Candi Pandegong membuat bagian suci struktur purbakala ini nyaris tak tersisa. Tim ekskavasi dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim hanya menemukan sumur di tengah-tengah struktur kaki candi. Lubang sumur pada permukaan atas kaki candi berbentuk persegi 2,34 x 2,34 meter. Kedalaman sumur ini lebih dari 3 meter.

Sumur tersebut untuk menyimpan pripih, yakni benda yang menjadi roh candi. Pripih beserta kotaknya belum ditemukan meski tim ekskavasi telah menggali hingga kedalaman 3 meter. Menurut Vidi, di atas sumur inilah tempat garbhagraha berada. Di dalam rungan suci tersebut terdapat batu yoni sebagai perwujudan Dewi Parwati. Namun, sampai saat ini yoni belum ditemukan.

"Yoni inti candi belum diketahui. Di atas sumur harus yoni karena candi ini beraliran Hindu Siwa," terangnya.

Arkeolog BPCB Jatim ini menjelaskan, perwujudan Dewa Siwa sebagai pasangan batu yoni tidak selalu dalam bentuk batu lingga. Merujuk pada beberapa candi di Jateng, Dewa Siwa diwujudkan dalam bentuk Arca Siwa. Arca tersebut diletakkan di atas yoni di dalam garbhagraha. Ia menduga, Dewa Siwa di Candi Pandegong juga diwujudkan dalam bentuk arca.

Karena Juru Kunci Punden Pandegong, Jayadi (38) menemukan sebuah kepala arca pada April 2017. Kepala arca itu ditemukan di sebelah barat Candi Pandegong saat Jayadi menggali akar pohon yang tumbang. Vidi meyakini, kepala arca yang sudah diamankan BPCB Jatim itu bagian dari Arca Siwa Catur Puja atau berkepala empat.

Candi Pandegong jombangCandi Pandegong Jombang/ Foto: Enggran Eko Budianto

"Kalau merujuk pada beberapa literatur di Jateng, arca ini malah diduga Siwa kepala empat atau catur puja. Arca itu kemungkinan mengarah ke siwa," jelasnya.

Dengan begitu, lanjut Vidi, terdapat 4 arca dan yoni inti Candi Pandegong yang belum ditemukan. Yaitu bagian tubuh arca Dewa Siwa, arca durga yang biasa ditempatkan di relung tubuh candi sisi utara, arca Ganesa di relung sisi timur, serta arca Agastya di relung sisi selatan.

Terkait periode pembangunan Candi Pandegong, Vidi menduga bangunan suci ini berasal dari Kerajaan Medang abad 10 masehi. Kerajaan ini didirikan Mpu Sindok tahun 929 masehi. Tentu saja jauh sebelum Kerajaan Majapahit yang didirikan Raden Wijaya tahun 1293 masehi.

"Candi Pandegong dibangun abad 10 masehi. Interpretasi kami berdasarkan denah candi dan gaya arcanya merujuk ke abad 10," ungkapnya.

Menurut Vidi, Candi Pandegong mempunyai denah cruciform karena terdapat penampil di keempat sisinya. Denah candi ini mirip dengan Candi Gemekan di Desa Gemekan, Sooko, Mojokerto. Candi Gemekan sudah dipastikan dibangun pada zaman Mpu Sindok berdasarkan Prasasti Masahar berangka tahun 852 saka atau 930 masehi yang ditemukan di lokasi yang sama.

Arca Nandiswara dan Mahakala di Candi Pandegong, kata Vidi juga mirip dengan dengan arca yang ditemukan di Situs Srigading, Malang. Situs Srigading juga dibangun pada masa Mpu Sindok. Selain itu, Arca Mahakala di Candi Pandegong juga identik dengan arca yang ditemukan Belanda di Sooko, Mojokerto sekitar tahun 1800.

"Gaya khas arca zaman Medang cenderung kaku, beda dengan masa Singosari pahatannya dalam dan halus," cetusnya.

Interpretasi tersebut, tambah Vidi, juga didukung temuan fragmen keramik di Situs Pandegong yang berasal dari Dinasti Tang dan Song di Tiongkok. Dinasti Tang berkuasa abad 7-10, sedangkan Song abad 10-13. Artinya, Candi Pandegong setidaknya sudah digunakan sebagai tempat pemujaan pada abad 10 masehi.

"Fragmen keramik paling banyak dari Dinasti Tang abad 7-10, juga ada dari Dinasti Song yang lebih muda," tandasnya.

Setelah melalui 2 tahap ekskavasi, denah maupun struktur kaki Candi Pandegong sudah nampak seluruhnya. Bangunan utama berdenah cruciform karena terdapat penampil atau tonjolan struktur di setiap sisinya. Struktur kaki candi ini seluas 8x8 meter persegi dengan tinggi bangunan yang tersisa 1,5-2 meter. Sedangkan tinggi fondasi candi sekitar 50 cm.

Bekas bangunan suci ini tersusun dari bata merah kuno. Panjang dan lebar masing-masing bata penyusunnya sama, yakni 35x22 cm. Hanya ketebalannya yang bervariasi, mulai dari 5, 8 sampai 10 cm. Tinggi kaki candi yang tak sama, serta permukaannya yang tidak rata membuktikan adanya tubuh candi yang telah runtuh. Banyak sekali pecahan bata kuno di sekeliling candi ini.

Struktur utama kaki Candi Pandegong mempunyai tiga macam hiasan. Yaitu hiasan palang yunani atau tapak dara pada setiap bidang struktur, panil geometris di bagian bawah kaki candi, serta ragam hias garis lengkung. Sayangnya, bangunan kaki candi tidak sepenuhnya utuh. Kerusakan paling parah pada penampil sisi timur candi. Sehingga hanya tersisa struktur 50x50 cm.

Sementara penampil atau tonjolan struktur sisi barat Candi Pandegong bersambung dengan tangga yang juga berbahan bata merah kuno. Struktur tangga sepanjang 210 cm dari barat ke timur. Sedangkan lebarnya dari selatan ke utara 230 cm. Bagian paling tinggi tangga ini 100 cm. Posisi tangga membuktikan bangunan suci ini menghadap ke barat. Orientasi pemujaan ke garbhagraha pada tubuh candi tempat yoni dan Arca Dewa Siwa.


(fat/fat)


Hide Ads