Sidoarjo menjadi salah satu kota dengan potensi ekonomi penghasil udang dan bandeng. Selain itu, masih banyak warga Sidoarjo yang menjadi perajin batik, yang berhasil menyumbangkan pendapatan ekonomi menjanjikan.
Namun, nelangsa kini dirasakan perajin batik Sidoarjo. Mereka mengalami penurunan omzet secara drastis.
Salah satunya, perajin batik yang sudah ternama, Rumah Batik tulis Al-Huda milik Nurul Huda yang beralamat di Perum Sidokare Asri Blok AW 18 Sepande, Kecamatan Candi, Sidoarjo. Nurul Huda mengaku, setiap tahunnya ia mengalami penurunan omzet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penurunan omzet ini salah satunya dipicu karena kurangnya dukungan dari Pemkab Sidoarjo. Ia mengalami penurunan omzet sejak kemunculan COVID-19.
![]() |
"Omzet mulai turun itu sejak pandemi, sebelumnya dalam setahun beromzet Rp 4 miliar. Sampai saat ini hampir semua perajin batik asli Sidoarjo mengalami penurunan omzet secara drastis," kata Huda di rumah Batik Al-Huda, Kamis (3/10/2024).
"Penurunan omzet secara drastis tersebut dalam setahun, untuk menyentuh angka Rp 1 miliar sangat susah. Itu disebabkan karena kurang maksimalnya Pemkab Sidoarjo memberikan support terhadap perajin Batik asli Sidoarjo," imbuh Huda.
Huda kerap mendesain corak batik tulis dengan menonjolkan ciri khas Sidoarjo, seperti, beras utah, kembang tebu, kembang bayam dan yang paling menarik udang dan bandeng. Ia berharap, Pemkab Sidoarjo bisa men-support karyanya.
"Kami mengharapkan seragam ASN, sekolah di Sidoarjo ini menggunakan batik asli Sidoarjo. Agar perajin batik asli daerah ini terus membatik, jangan sampai seragam tersebut mendatangkan batik dari luar daerah," jelas Huda.
Huda menambahkan, selain peraturan daerah yang kurang maksimal, perajin batik saat ini terancam dengan serbuan produk printing dari China. Meski begitu, sejumlah perajin batik tulis di Sidoarjo tetap berusaha bertahan dan berupaya melestarikan warisan budaya lokal Indonesia yang sudah diakui UNESCO itu.
"Sebelum pandemi COVID-19, perajin batik sebenarnya mulai terimbas serbuan produk printing China. Orang mulai beralih menggunakan produk batik printing China, karena politik dagang mereka dengan harga sangat murah," ujarnya Huda.
"Selain COVID-19 dan serbuan China, peraturan daerah ternyata juga belum maksimal, dalam membantu perajin batik di Sidoarjo. Seperti seragam ASN mengenakan batik, seharusnya ada aturan yang mewajibkan menggunakan batik produk Sidoarjo dan bukan luar daerah," tandas Huda.
Sementara itu, Stefani (20) remaja putri asal Sidoarjo yang menyukai batik, mengaku generasi muda sebenarnya juga mulai menghargai warisan budaya batik ini.
"Hanya saja motif batik yang dikenakan cenderung dimodifikasi sesuai perkembangan zaman dan tidak harus untuk kemeja," kata Stefani.
(irb/hil)