Ngalam Mbois: Slamet Ciptakan Peluang Ekonomi Pertanian di Perkotaan

Ngalam Mbois: Slamet Ciptakan Peluang Ekonomi Pertanian di Perkotaan

M Bagus Ibrahim - detikJatim
Senin, 27 Mei 2024 13:00 WIB
Warga Malang sukses menekuni urban farming.
Warga Malang sukses menekuni urban farming. Foto: Dok. Slamet Hariyadi
Malang -

Masyarakat yang tinggal di perkotaan mungkin tidak akan berpikir untuk menjadi seorang petani. Mengingat lahan di perkotaan juga sangat terbatas. Namun, tidak berlaku bagi Slamet Hariyadi warga Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Meski tinggal di perkotaan, dia menekuni urban farming.

Bahkan, lewat pertanian perkotaan, ia telah menciptakan peluang keuntungan ekonomi dan berhasil menggerakkan puluhan warga di sekitarnya menjadi petani. Menariknya lagi, kelompok tani Poktan Lestari yang dibangun Slamet bersama warga berhasil membawa konsep urban farming menjadi salah satu percontohan di Kota Malang. Poktan Lestari juga menjadi pemenang Lomba Urban Farming dan Budidaya Ikan Dalam Ember tingkat Kota Malang tahun 2024.

Slamet menggunakan teknologi pintar atau smart farming budidaya ikan dengan empat kali filter hingga dukungan tenaga surya atau Solar Panel untuk energi listriknya. Hasil pertaniannya telah dikirim ke beberapa wilayah, salah satunya Gunung Kawi. Terbaru, pihaknya mendapat tawaran untuk melakukan pengiriman ke Bali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Baru saja ada peluang dari Bali untuk memasok. Sudah disampaikan harga yang ditawarkan mereka dan setelah saya lihat sangat sesuai," ujar Selamet, Senin (27/5/2024).

Kesuksesan itu bermula saat pandemi COVID-19 melanda. Kala itu, Slamet yang menjabat Ketua RT dan warga merasakan kesulitan mendapatkan pasokan bahan pangan, hingga pembatasan-pembatasan aktivitas sehari-hari. Dari situlah, ia mulai terpikirkan bertani guna memenuhi kebutuhan warganya.

ADVERTISEMENT

"Jadi saya menggerakkan beberapa warga untuk menanam sayur-sayuran dengan sistem hidroponik sederhana. Awalnya itu tidak ada kepikiran profit, murni untuk ketahanan pangan selama COVID-19," ungkap Selamet.

"Awal yang kami tanam itu seperti sawi, kubis, pokcoy, brokoli, terong, cabai, dan lain-lain. Intinya yang kami tanam itu kebutuhan untuk warga sehari-hari," sambungnya.

Berjalannya waktu, sistem pertanian itu mulai dikembangkan menjadi urban farming yang terintegrasi. Artinya, selain menanam sayuran, juga sekaligus berternak ikan.

Misalnya ada budi daya ikan dalam ember, di mana ikan lele diternak di dalam ember, sementara di atasnya ditanami dengan sayuran kangkung. Sehingga bisa memanfaatkan lahan yang ada dengan maksimal.

Urban farming ini lalu dikembangkan menjadi sustainable atau berkelanjutan. Jika salah satu jenis sayuran sudah memasuki masa panen, maka jenis lainnya akan menyusul panen sehingga terus berputar tidak ada henti.

Melihat peluang itu, banyak warga yang mulai ikut aktif menjadi petani di greenhouse yang sudah dikembangkan. Setidaknya, ada 20 warga di lingkungan RT Slamet yang menjadi petani.

Semakin banyak warga yang turut serta, membuat urban farming ini semakin unggul dengan sistem smart farming, di mana untuk penyiraman dilakukan secara otomatis melalui aplikasi dengan memanfaatkan internet. Sehingga sesuai waktu yang telah ditentukan, akan disiram secara otomatis menggunakan teknologi tersebut.

Tak berbeda dengan pertanian, budidaya ikan lele dan nila di Poktan Lestari juga unggul dengan menggunakan sistem resirculation aquacultur system. Ada empat filter yang digunakan, mulai filter mekanis, filter organis, hingga filter biologis. Dengan sistem ini, budidaya ikan bisa lebih maksimal dan mudah.

"Dengan menggunakan sistem ini air bisa selalu jernih dan tidak bau. Kemudian tidak perlu sering-sering mengganti air, sehingga menghemat air," terang Slamet.

Pertanian dan budidaya ikan ini bisa dipanen hasilnya secara berkelanjutan. Setidaknya setiap minggu minimal bisa sampai 10 kilogram sayur berbagai jenis. Sementara ikan minimal bisa mencapai 10 kilogram setiap kali panen.

"Khusus sayur-sayuran hasil panen bisa dikonsumsi warga sekitar secara gratis. Sedangkan warga luar harus beli, cuma dikenakan harga terjangkau. Kalau untuk ikan, warga setempat harus beli dengan harga murah," kata dia.

"Ikan lele dijual Rp 20 ribu per kilogram, dari harga normal untuk warga luar Rp 25 ribu per kilogram. Ukuran besar Rp 30 ribu per kilogram. Sedangkan ikan nila Rp 25 ribu per kilogram untuk warga sekitar, dan Rp 30 ribu per kilogram untuk warga luar," sambungnya.

Hasil penjualan sayur-sayuran dan ikan tersebut dimasukkan ke dalam kas Poktan Lestari. Tabungan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan di RT setempat.

Ngalam Mbois adalah rubrik spesial detikJatim yang mengupas seputar seluk-beluk, capaian, prestasi, dan kelokalan khas yang ada di Malang Raya. Ngalam Mbois tayang setiap hari Senin.

Halaman 2 dari 2
(irb/dte)


Hide Ads