Karya lukis pada papan kayu dengan teknik bakar atau pirografi kini banyak digemari masyarakat. Lukisan ini biasanya digunakan sebagai ornamen dekorasi rumah, kafe, hingga suvernir.
Salah satu pelaku seni pirografi adalah Robeth Zarkasi (30), warga Desa Rejowinangun, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek. Ia menekuni seni lukis bakar sejak enam tahun lalu.
"Awalnya itu setelah lulus kuliah kan bingung kerjaan, kemudian cari referensi dari teman-teman ada yang menyarankan, gambar (pirografi) ini loh bagus," kata Robeth Zarkasi, Sabtu (6/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbekal keahliannya dalam melukis, ia akhirnya mencari ilmu lukis bakar di YouTube, dan memberanikan diri membuat karya di atas papan kayu. "Ternyata banyak peminatnya," ujarnya.
Untuk membuat lukisan pirografi, Robeth memanfaatkan alat sederhana berupa solder pirografi rakitan sendiri. Tak seperti solder umumnya, pada bagian ujung terdapat dua jarum bengkok yang berfungsi menggores papan kayu dengan efek bakar.
"Sebelum dilukis bakar, dibuat sketsa dulu agar lebih mudah," ujarnya.
![]() |
Dengan cekatan tangannya menggoreskan pensil pada papan kayu pinus berbentuk talenan. Setelah sketsa gambar tuntas, tahap selanjutnya adalah menggoreskan solder di atas papan kayu.
Meskipun terlihat sederhana, namun proses pirografi membutuhkan keahlian khusus. Ketepatan goresan dan kerapian menjadi penentu hasil karya lukis bakar.
"Kalau salah tidak bisa dihapus, harus pakai papan baru lagi. Makanya harus sekali jadi. Itulah pentingnya membuat sketsa dulu," jelasnya.
Dalam sehari Robeth biasanya mampu menyelesaikan satu unit lukisan dengan ukuran A4 atau 210 mm x 297 mm. Itu pun tergantung dari tingkat kerumitannya, semakin rumit maka membutuhkan waktu lebih lama.
Hasil karya lukisan pirografi Robeth biasanya dijual mulai dari harga Rp 50 ribu hingga jutaan rupiah. Harga ini tergantung ukuran dan tingkat kesulitan.
Selama menjadi pelukis pirografi, ia lebih banyak menerima order berupa lukisan wajah. Karyanya biasanya dipakai sebagai hiasan dinding, ornamen dekorasi, hingga kenang-kenangan.
"Untuk pemasaran, saya biasanya pakai media sosial," kata alumni Pesantren Kedunglo, Kediri ini.
Saat ini, karya lukis bakar tersebut telah dipasarkan ke berbagai daerah di pulau Jawa. "Pernah juga kirim ke Kalimantan," imbuhnya.
(irb/fat)