Feri Setyawan alias Setiawan Brungki (48) sukses meraup cuan dari mengolah sampah akar bambu. Seniman asal Dusun Kelompok, Desa Mojogebang, Kemlagi, Kabupaten Mojokerto ini menyulap akar bambu menjadi hiasan dinding dan meja, serta asbak dan kentongan yang artistik.
Di sela kesibukannya menjadi sopir truk, Setiawan Brungki juga berbisnis mebel bambu sejak 1 tahun lalu. Namun, penjualan meja dan kursi berbahan bambu duri atau pring ori itu kurang maksimal. Sekitar 3 bulan lalu, bapak 2 anak ini mulai melirik akar bambu duri.
Akar bambu duri yang biasa disebut brungki itu melimpah di Kecamatan Kemlagi karena dianggap sampah. Sebab, masyarakat hanya memanfaatkan batang bambu untuk kerajinan. Seperti di Dusun Kelompok, terdapat 50 perajin tempat tidur berbahan pring ori.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya mengolah akar bambu yang dianggap sampah oleh masyarakat sini. Biasanya untuk kayu bakar, tidak ada harganya," kata Feri kepada detikJatim di rumahnya, Kamis (17/8/2023).
Oleh sebab itu, Setiawan Brungki menjadi panggilan akrabnya. Sebab, ia satu-satunya perajin yang mengolah akar bambu duri. Ia lantas mencari referensi dari internet tentang produk yang bisa dihasilkan menggunakan brungki.
Keterampilannya sebagai seniman lukis membuat Feri piawai mengolah akar bambu. Berkat kerja kerasnya, brungki yang sebelumnya merupakan sampah mulai bernilai. Sebab, ia membeli dari kebun warga Rp 5.000 per potong ukuran standar.
![]() |
Di bengkel sebelah rumahnya, Feri mengolah brungki menjadi berbagai kerajinan yang artistik. Mulai dari hiasan dinding berbentuk wajah manusia yang lucu dan unik, aneka hiasan meja, asbak berbentuk wajah, tangan, ikan dan sandal jepit hingga kentongan.
"Untuk saat ini produk yang paling laris hiasan dinding berbentuk wajah manusia," terangnya.
Rata-rata dalam sehari, Feri mampu membuat 3 sampai 4 kerajinan berbahan akar bambu. Semuanya masih ia kerjakan sendirian secara manual. Mulai tahap memangkas bagian brungki yang tak terpakai. Kemudian brungki dipahat manual.
Setelah itu, brungki dihaluskan menggunakan gerinda. Baru kemudian produk dicat menggunakan cat kayu dan pernis. Tahap pewarnaan dilakukan Feri hingga 2 kali agar warna kian estetis.
"Misalnya hiasan dinding, wujud wajah menyesuaikan bentuk brungki. Estetikanya di sisa potongan bambu dan serabut akarnya yang bisa dibentuk rambut dan jenggot," jelasnya.
Setiawan Brungki menjual produknya dengan harga bervariasi, tergantung tingkat kerumitan dalam produksinya. Hiasan dinding berbentuk wajah manusia ia jual Rp 100 ribu sampai Rp 250 ribu, asbak Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu, sedangkan kentongan Rp 50 ribu karena lebih sederhana bentuknya.
![]() |
Dalam 3 bulan terakhir, Feri baru memasarkan produknya di Mojokerto saja. Baik pemasaran secara online maupun melalui pameran. Omzet penjualannya rata-rata Rp 2,5 juta per bulan.
"Keunggulan kerajinan saya kualitas standar dengan harga lebih murah daripada tempat lain. Produk saya juga awet," cetusnya.
Bisnis yang dirintis Feri ini terkendala modal dan alat produksi. Ia berharap, Pemkab Mojokerto memberi bantuan mesin potong akar bambu. "Karena selama ini saya pakai gergaji cepat tumpul sebab brungki keras," tandasnya.
(hil/iwd)