Bicara fashion, Kabupaten Mojokerto kini tak kalah dengan daerah lain. Selain banyak pilihan batik tulis yang kaya akan motif-motif unik, Bumi Majapahit juga mempunyai perajin tenun ikat tradisional. Motif tenun yang dihasilkan mempunyai ciri khas sehingga layak menjadi rujukan para pecinta busana etnik.
Tenun Ikat RH Lestari di Dusun/Desa Kedunguneng, Kecamatan Bangsal masih menjadi satu-satunya industri kecil tenun ikat tradisional di Kabupaten Mojokerto. Bisnis yang ditekuni pasangan Budhi Iswanto (38) dan Lina Hidayati (37) sejak 2008 ini menghasilkan beragam motif tenun ikat tradisional.
Menariknya lagi, Budhi kini memproduksi tenun khas Kabupaten Mojokerto. Salah satunya tenun bermotif Surya Majapahit dan Candi Wringinlawang. Motif Surya Majapahit telah ia patenkan sebulan lalu. Selain itu, kain yang dihasilkan berwarna kalem. Antara lain merah, biru toska, hijau, cokelat dan hitam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tenun kami mempunyai motif ikonik yang perajin lain belum ada. Keunggulan lainnya tenun kami dingin dan nyaman dipakai, warnanya tidak akan pudar," kata Budhi kepada detikJatim di rumahnya, Jumat (2/12/2022).
Bapak dua anak ini memanfaatkan sebuah ruangan di bagian belakang rumahnya untuk memproduksi tenun ikat tradisional. Di tempat inilah bahan baku benang katun melalui proses panjang selama 2 pekan sampai menjadi lembaran kain.
Tahap pertama pembuatan benang dasar berbahan benang katun impor dari India seharga Rp 220 ribu per Kg. Benang dasar lebih dulu diwarnai menggunakan pewarna naptol dan indantren. Selanjutnya benang dasar melalui proses ngeban, yakni dibentangkan pada alat tenun bukan mesin (ATBM).
![]() |
Satu ATBM diisi dengan 84 ban benang dasar selebar 90 cm. Setiap ban terdiri dari 35 putaran benang. Jarak antar ban dibuat sekitar 1 cm. Benang yang dibutuhkan pun sangat panjang, yaitu 3.200 helai. Panjang masing-masing helai benang mencapai 35 meter.
"Saya pilih benang impor dari India karena kualitasnya lebih kuat dan mudah menyerap warna daripada benang lokal. Begitu juga benang untuk pakan," terangnya.
Menyiapkan benang pakan menjadi tahap kedua. Budhi menggunakan benang katun putih polos seharga Rp 200 ribu per Kg. Awalnya benang ini digulung ke 55 gulungan yang dipasang di sebuah kerangka kayu. Selanjutnya 55 benang pakan melalui proses ngerek, yakni digulung di sebuah kerangka kayu selebar 94 cm.
Setelah benang pakan berada di bingkai, barulah Budhi menggambar motifnya. Proses pun dilanjutkan dengan mengikat motif menggunakan tali rafia agar tidak tembus air. Gulungan benang pakan lebih dulu direndam dengan air deterjen satu hari satu malam agar mudah meresap saat dicelupkan ke pewarna naptol dan indantren.
"Kalau sudah pewarnaan, ikatan dilepas semua, lalu benang melalui proses pindah, yakni benang pakan dipecah per helai, setiap helai digulung. Butuh waktu 3 hari paling cepat untuk memecah benang per helai," ungkapnya.
Pembuatan tenun lantas diserahkan ke 2 karyawati yang mengoperasikan ATBM. Benang dasar dan benang pakan ditenun hingga menjadi lembaran kain. Rata-rata satu pekerja hanya mampu menenun 1 potong kain per hari. Masing-masing kain berukuran 90 x 250 cm. Terakhir, kain dicelupkan ke pewarna untuk mewarnai motif yang sudah dibuat.
Tenun merek RHL ini dijual Budhi dengan harga yang sama, yaitu Rp 250 ribu per potong untuk semua motif. Tidak hanya berupa kain, ia juga memproduksi kemeja, jaket, syal, tas dan sarung berbahan tenun. Kemeja lengan panjang ia banderol Rp 400 ribu, jaket Rp 500 ribu, tas tangan Rp 100 ribu, sarung Rp 350 ribu sedangkan syal Rp 150 ribu.
Selama ini Budhi memasarkan tenun buatannya melalui akun Instagram @budhi_tenun, WhatsApp 085608157386, serta akun Facebook Budhi Iswanto. Pemesan pun datang dari berbagai daerah di Jatim, seperti Surabaya, Kediri dan Mojokerto sendiri.
"Pemesan kebanyakan instansi untuk serangam. Paling banyak yang dipesan motif yang sudah umum. Kalau motif Surya Majapahit dipesan orang Mojokerto sendiri," jelasnya.
Sebelum bergelut dengan benang, Budhi merupakan buruh pabrik lampu di Pasuruan. Kontrak kerjanya yang habis 2008 memaksa suami Lina ini memutar otak. Ia lantas belajar menenun ke kakak iparnya di Mojoroto, Kediri hanya sepekan.
![]() |
Selanjutnya bapak dua anak ini nekat membeli ATBM lengkap dengan bahan bakunya yang ketika itu Rp 5 juta. Tahap uji coba ia lalui selama 1 bulan. Ketekunan dan keuletan membuat Budhi mampu memproduksi tenun di rumahnya sendiri. Namun, ketika itu ia mendompleng pemasaran ke kakak iparnya.
"Tahun-tahun pertama omzet paling banyak Rp 3 juta per bulan. Sekarang alhamdulillah paling sepi omzet saya Rp 3-4 juta. Kalau ramai tender Rp 7-10 juta," jelasnya.
Kini Budhi menjadi salah satu perajin binaan Disperindag Kabupaten Mojokerto. Ia mempunyai 3 ATBM yang salah satunya bantuan dari pemerintah. Tidak hanya itu, pemerintah juga melatih 10 emak-emak di Dusun Kedunguneng agar terampil menenun.
Ke depan, Budhi akan memberdayakan 4 tenaga terampil itu untuk menambah karyawannya yang kini baru 6 orang. Selain itu, ia juga menanti bantuan 2 ATBM baru dari Disperindag Kabupaten Mojokerto tahun ini. Sehingga nantinya ia bakal mempunyai 5 alat tenun.
"Saya sudah mengajukan ke Disperindag 2 ATBM baru, rencananya tahun ini direalisasikan," tandasnya.
Simak Video "Video: Fadli Zon Nobatkan Cevi Yusuf Jadi Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan"
[Gambas:Video 20detik]
(abq/fat)