Bediding Saat Kemarau, Pakar Unair Ingatkan Dampak Serius ke Kesehatan

Aprilia Devi - detikJatim
Jumat, 18 Jul 2025 08:30 WIB
Ilustrasi suhu dingin (Foto: iStock)
Surabaya -

Fenomena bediding atau suhu dingin yang terjadi ketika malam hingga pagi hari di musim kemarau masih terjadi. Ternyata, pakar menyebut ada risiko serta potensi gangguan serius untuk kesehatan manusia dan keseimbangan lingkungan dari hal ini.

Pakar Teknik Lingkungan Unair, Wahid Dianbudiyanto mengungkapkan fenomena ini sebagai penurunan tajam suhu udara di malam hari akibat hilangnya penutup awan selama musim kemarau.

"Permukaan bumi kehilangan panas lebih cepat karena tidak ada awan yang menahan radiasi balik ke atmosfer," ungkap Wahid, Jumat (18/7/2025).

Ia menjelaskan, penyebab utama dari bediding yakni hembusan angin muson timur dari Australia yang mengalami musim dingin.

Kemudian massa udara dingin serta kering itu masuk ke Indonesia bagian selatan, dipicu perbedaan tekanan antara benua Asia dengan Australia.

"Inilah mengapa suhu malam hari bisa turun hingga 17 derajat Celcius, bahkan lebih rendah di dataran tinggi," bebernya.

Wahid menyebut bahwa fenomena ini diperkirakan bahkan berlangsung hingga September, sebagaimana pola dari puncak musim kemarau.

Meskipun fenomena tahunan ini terlihat wajar dan alami, dirinya mengingatkan bahwa terjadinya perubahan iklim global dapat memperparah siklus bediding di masa depan.

Apalagi penurunan suhu yang drastis ketika bediding juga bukan hanya menimbulkan rasa tidak nyaman, namun berdampak nyata.

"Suhu dingin bisa memicu penyakit pernapasan seperti flu dan asma. Bagi peternakan dan pertanian, suhu ini bisa mengganggu produktivitas dan menyebabkan kematian ternak," bebernya.

Meskipun saat ini belum ada laporan signifikan dari dampak bediding, namun Wahid meningkatkan bahwa risiko bisa jadi meningkat apabila fenomena ini berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama.

"Masyarakat harus mewaspadai efek jangka pendek yang sering diabaikan. Bukan hanya tubuh yang menggigil, tapi juga ketahanan tubuh yang menurun," tuturnya.

Terakhir, ia turut menyampaikan sejumlah imbauan. Fenomena bediding ini memang bukan merupakan bencana, tetapi jika terus diabaikan, bisa menjadi peringatan dari alam mengenai pentingnya kesiapsiagaan lingkungan.

"Minimal, masyarakat perlu rutin memantau prakiraan cuaca, memakai pakaian hangat saat malam, dan menjaga daya tahan tubuh lewat pola makan sehat dan vitamin," imbaunya.



Simak Video "Video: Embun Es di Jawa, Fenomena Langka di Dataran Tinggi Dieng"

(auh/hil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork