Kasus 16 eks karyawan PT Daya Satya Abrasives (PT DSA)yang pesangonnya belum dilunasi, memasuki babak baru. Disnaker Surabaya telah memanggil kedua pihak untuk melakukan mediasi, namun perusahaan itu mangkir.
16 eks karyawan tersebut pun menantikan iktikad baik perusahaan untuk mau membayarkan pesangon mereka yang masih tertahan. Mengingat berbagai upaya telah dilakukan untuk melakukan penagihan.
Rizki Merin Lawfirm & Partners selaku kuasa hukum korban mengatakan bahwa sebelumnya telah dilakukan dua kali biparit antara pihaknya dengan lawyer perusahaan. Biparit ini sendiri merupakan perundingan antara buru dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan pihaknya telah berupaya untuk menjualkan barang milik perusahaan yang bernilai ekonomis dengan harapan hasilnya bisa digunakan untuk melunasi pembayaran pesangon.
"Jadi, sudah dua kali bipartit ya, ketemu sama lawyer itu. Lalu pertemuan yang ketiga dilakukan untuk cek aset di pabrik PT DSA. Ada beberapa item yang punya nilai ekonomis, termasuk mesin dan sebagainya. Kita sempat membantu mencarikan pembeli karena pihak perusahaan bilang kalau barang-barang itu dijual, maka bisa dipakai untuk membayar karyawan," ujar Rizki Erwahyuningrum di Kantor Disnaker Surabaya, Jumat (9/5/2025).
Sayangnya, upaya yang dilakukan pada Maret 2025 lalu itu gagal. Perusahaan menolak menjual barang ataupun asetnya.
"Dalam surat somasi ada. Kita membantu untuk mencarikan pembeli, sudah ada tapi tiba-tiba mereka langsung nge-cut bilang harganya tidak sesuai. Harusnya perusahaan menjelaskan alasannya," tutur Rizki.
Sementara itu, salah satu eks karyawan yang sudah bekerja 31 tahun di PT DSA kini hanya bisa menunggu iktikad baik perusahaan. Sebab upaya-upaya penagihan yang dilakukan belum membuahkan hasil.
"Kami masih menunggu iktikad baik dari perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban mereka untuk membayar mantan karyawan. Mengingat karyawan seperti saya ini usianya sudah lebih dari 60 tahun. Saya pribadi, sudah berusia 61 tahun," ujar eks karyawan yang enggan disebutkan namanya.
Hak pesangonnya yang masih tertahan ada sekitar Rp 50 juta. Uang itu semestinya digunakan untuk membangun usaha demi melanjutkan hidup. Sebab, cicilan pesangon yang sudah dibayarkan sebelumnya telah habis digunakan.
"Uang pesangon belum dibayar sepenuhnya. Baru dibayar 50%, itu pun dicicil dan habis hanya untuk kebutuhan makan sehari-hari. Saya sempat berharap uang pesangon itu bisa digunakan untuk usaha, tapi uangnya tidak kunjung diberikan," ungkapnya.
Eks karyawan itu menyayangkan sikap perusahaan yang enggan membayarkan pesangon untuk eks karyawannya. Padahal mereka telah mencurahkan dedikasinya selama puluhan tahun bekerja di perusahaan tersebut.
"Hampir setengah umur saya di sana. Makanya saya sampai punya pikiran kok begitu balasannya, saya mengabdi dedikasi saya, saya curahkan semuanya, tapi ternyata di akhir masa kerjanya seperti ini," ucapnya.
Kini, usai melakukan hearing dengan DPRD Jatim pada Rabu (7/5) dan menjalani panggilan pertama Disnaker Surabaya pada hari ini, lansia tersebut berharap segera ada titik terang dan perusahaan mau membayarkan uang pesangonnya.
"Saya berharap semoga Allah segera memberikan petunjuk pimpinan PT DSA untuk bisa menyelesaikan permasalahan ini," harapnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah karyawan di Surabaya menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh PT Daya Satya Abrasives di Jalan Rungkut Industri IV, Nomor 22 pada September 2023. Namun hingga saat ini perusahaan tidak memberikan uang kompensasi sesuai kesepakatan dengan mereka.
"Jadi ketika September 2023 itu dilakukan PHK. Kemudian itu dijanjikan untuk pembayaran pesangon. Pesangonnya atau biaya kompensasinya itu dihitung sendiri dari perusahaan. Dan seluruh pegawai itu setuju. Padahal jika dihitung secara patokan undang-undang mungkin lebih. Karena ada yang kerja sudah 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun gitu," ujar kuasa hukum korban, Rizki Merin Lawfirm & Partners saat dihubungi detikJatim, Selasa (6/5/2025).
Skema pembayaran pesangon itu dicicil oleh perusahaan yang bersangkutan. Namun hingga saat ini cicilan itu tidak berjalan, bahkan ada beberapa yang belum pernah menerima pembayaran cicilan pesangon sama sekali.
"Baru sampai ada beberapa yang sudah dicicil sampai 2 kali atau 3 kali itu tadi. Kemudian ada beberapa yang malah belum pernah dibayarkan. Habis itu nggak pernah dibayarkan kembali," terang Merin.
(auh/hil)