Sebanyak 16 eks karyawan PT Daya Satya Abrasives (DSA) kecewa dengan pengakuan perusahaan yang tidak memiliki uang untuk melunasi sisa pesangon mereka. Tunggakan pesangon itu nominalnya sekitar Rp650 juta.
Mengingat selama ini belasan karyawan itu sudah mengabdikan diri selama 20 hingga 30 tahun di PT DSA. Akan tetapi di akhir masa kerjanya justru hak mereka dilanggar oleh perusahaan.
"Sangat kecewa sekali karena perusahaan itu sifatnya seperti tidak ada rasa itikad baik untuk bisa membayar. Karena selama ini hampir 2 tahun, pencicilannya tidak ada kejelasan, ditunggu sampai sekian lama tidak ada kepastian," ujar salah satu karyawan yang telah bekerja 30 tahun di PT DSA kepada detikJatim, Rabu (14/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eks karyawan yang berusia 60 tahun itu mengaku kesulitan melanjutkan hidup. Pasalnya tidak ada kepastian pembayaran pesangon.
Ingin bekerja di tempat lain usianya sudah tidak memungkinkan. Sementara untuk membangun usaha, ia tidak memiliki modal.
"Uang saya itu dihutang Pak Bobby (Direktur Utama PT DSA). Karena itu hak saya, kenapa tidak diberikan," tuturnya.
Apalagi nominal pesangon yang diterima mereka juga tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Nominal yang diberikan juga tidak sesuai dengan UU Ketenagakerjaan, itu hanya diberikan sekitar 0.5% dari total 1,75%. Kalau diberikan utuh nilainya lebih besar lagi. Sudah sekian persen (berkurang) malah diundur-undur," jelas eks karyawan yang enggan disebutkan identitasnya itu.
Dirinya pun menegaskan bahwa 16 eks karyawan PT DSA saat ini hanya menagih kepastian kapan sisa pesangon mereka akan dilunasi perusahaan.
Mereka juga telah menawarkan opsi pembayaran sebanyak dua termin saat mediasi bersama Disnaker Surabaya. Namun pihak perusahaan tidak sepakat. Mereka pun harus kembali menunggu dan mengupayakan langkah lanjutan di ranah hukum.
"Misalnya oke termin dua kali, dimulai dari bulan Juni 2025, yang kedua adalah bulan Agustus 2025 sudah selesai. Tapi ternyata dari pihak perusahaan tidak sanggup," ungkapnya.
Sementara itu Rizki Merin Lawfirm & Partners selaku kuasa hukum 16 eks karyawan menegaskan pihaknya akan menempuh jalur hukum ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Hal itu karena tidak tercapai kesepakatan ketika dilakukan mediasi antara perusahaan dengan eks karyawan di Kantor Disnaker Surabaya Jalan Penjaringan Sari.
"Kalau sudah pengadilan yang berbicara, sudah ada penetapan (hukum) kan (perusahaan) sudah tidak bisa mangkir lagi. Karena memang sudah ada penetapan dari negara, negara hadir di situ," tegas Rizki Erwahyuningrum.
Kepala Disnaker Surabaya Achmad Zaini pun telah menerangkan bahwa pihaknya dapat menerbitkan anjuran kepada para pihak terkait hasil mediasi yang sudah dilakukan.
Anjuran itu dapat digunakan untuk langkah selanjutnya yang akan ditempuh oleh para pihak.
"Anjuran itu (diterbitkan) kepada para pihak, baik perusahaan maupun pekerja. Apa isinya tergantung mediator. Tapi anjuran itu bisa dibawa ke PHI. Dalam hal ini kalau salah satu pihak, atau keduanya tidak sepakat maka keluarlah anjuran," terangnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah karyawan di Surabaya menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh PT Daya Satya Abrasives di Jalan Rungkut Industri IV, Nomor 22 pada September 2023. Namun hingga saat ini perusahaan tidak memberikan uang kompensasi sesuai kesepakatan dengan mereka.
"Jadi ketika September 2023 itu dilakukan PHK. Kemudian itu dijanjikan untuk pembayaran pesangon. Pesangonnya atau biaya kompensasinya itu dihitung sendiri dari perusahaan. Dan seluruh pegawai itu setuju. Padahal jika dihitung secara patokan undang-undang mungkin lebih. Karena ada yang kerja sudah 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun gitu," ujar kuasa hukum korban, Rizki Merin Lawfirm & Partners saat dihubungi detikJatim, Selasa (6/5/2025).
Skema pembayaran pesangon itu dicicil oleh perusahaan yang bersangkutan. Namun hingga saat ini cicilan itu tidak berjalan, bahkan ada beberapa yang belum pernah menerima pembayaran cicilan pesangon sama sekali.
"Baru sampai ada beberapa yang sudah dicicil sampai 2 kali atau 3 kali itu tadi. Kemudian ada beberapa yang malah belum pernah dibayarkan. Habis itu nggak pernah dibayarkan kembali," terang Merin.
Mereka pun sudah melakukan berbagai upaya lewat somasi, hearing dengan Komisi C DPRD Jatim, hingga mediasi dengan Disnaker Surabaya. Jalan terjal menagih sisa pesangon itu akhirnya akan dilanjutkan ke ranah hukum.
(auh/abq)