Sejumlah karyawan PT Daya Satya Abrasives di Jalan Rungkut Industri IV, Nomor 22 menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak 2023 dan belum mendapatkan uang kompensasi sesuai kesepakatan hingga saat ini. Mereka pun bertahan di tengah ketidakpastian.
Dari catatan Rizky & Merin Law Firm selaku kuasa hukum korban, ada 16 eks karyawan yang saat ini tengah berjuang agar pesangonnya dibayar secara penuh oleh perusahaan.
Beberapa upaya penagihan, somasi, hingga melayangkan laporan Disnaker Kota Surabaya telah dilakukan. Kini, mereka juga meminta bantuan kepada Komisi C DPRD Provinsi Jawa Timur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada 16 orang, (nominal pesangon yang belum terbayarkan) sekitar Rp 650 juta. Itu belum mencapai 50% dari pembayaran yang disepakati perusahaan dengan masing-masing karyawan," ujar Merin saat hearing bersama Komisi C DPRD Jatim, Rabu (7/5/2025).
Sementara itu, salah satu eks karyawan yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, ia sudah bekerja di perusahaan tersebut selama 21 tahun dan terkena gelombang PHK pada November 2023.
Nominal uang kompensasi atau pesangon yang berhak diterimanya sekitar Rp 200 juta. Namun, nominal tiap individu bisa berbeda tergantung dengan masa kerja dan gaji pokok masing-masing.
"Saya baru terbayar 40%, itu dicicil sekitar 3-4 kali aja, setelah itu ndak ada lagi. Jadi nominal tanggungan cicilan perusahaan ke tiap eks karyawan ini sekitar Rp 10 sampai Rp 100 juta per orang," jelasnya.
Kini, hampir dua tahun ia menantikan janji perusahaan untuk membayarkan uang pesangon sesuai kesepakatan.
"Para pekerja lain ada yang 20 sampai 30 tahun bekerja. PHK saat itu dilakukan bertahap, sekitar 3 kali sejak tahun 2022. Bedanya yang (PHK) 2022 (pesangonnya) lunas. Kita yang berikutnya pun masih positive thinking lunas, saya sendiri ngadep direkturnya dijanjikan Desember 2023 paling lambat Februari 2024 lunas, sampai sekarang belum ada," ungkapnya.
Apalagi, para eks karyawan itu juga tidak tergabung dalam serikat pekerja selama bekerja di PT Daya Satya Abrasives.
Menurutnya, saat itu pihak perusahaan mengatakan bahwa serikat pekerja tidak diperlukan. Hal itu karena hubungan yang dibangun antara perusahaan dengan karyawan telah didasari dengan kepercayaan.
"Sekarang kita bingung mau ke mana. Akhirnya bersama 16 orang ini coba berjuang lewat kuasa hukum. Harapannya sih apapun langkah yang diambil PT DSA itu jelas. Harapan kami juga ketemu Pak Fuad (Anggota Komisi C DPRD Jatim), apa yang bisa dibantu, kira-kira dorong ke arah mana (penyelesaian perkara)," tukasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi C DPRD Jawa Timur Fuad Benardi telah menerima aduan dan informasi dari 16 eks karyawan yang jadi korban PHK dan hak pesangonnya belum terbayar lunas.
"Pastinya nanti lewat dinas dan karena perusahaan lokasinya di Surabaya maka yang bisa menjembatani dari Disnaker. Nanti saya coba lihat dan tanyakan juga ke Kadisnya," kata Fuad kepada perwakilan eks karyawan.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah karyawan di Surabaya menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh PT Daya Satya Abrasives di Jalan Rungkut Industri IV, Nomor 22, pada 13 September 2023. Namun hingga saat ini perusahaan tidak memberikan uang kompensasi sesuai kesepakatan dengan mereka.
Kuasa hukum korban, Merin menyebut bahwa ada sekitar 32 karyawan yang menjadi korban. Sebanyak 16 di antaranya meminta bantuan kepada dirinya untuk mendapatkan hak sebagai tenaga kerja.
"Jadi ketika September 2023 itu dilakukan PHK. Kemudian itu dijanjikan untuk pembayaran pesangon. Pesangonnya atau biaya kompensasinya itu dihitung sendiri dari perusahaan. Dan seluruh pegawai itu setuju. Padahal jika dihitung secara patokan undang-undang mungkin lebih. Karena ada yang kerja sudah 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun gitu," ujar Merin saat dihubungi detikJatim, Selasa (6/5/2025).
Skema pembayaran pesangon itu dicicil oleh perusahaan yang bersangkutan. Namun hingga saat ini cicilan itu tidak berjalan, bahkan ada beberapa yang belum pernah menerima pembayaran cicilan pesangon sama sekali.
"Baru sampai ada beberapa yang sudah dicicil sampai 2 kali atau 3 kali itu tadi. Kemudian ada beberapa yang malah belum pernah dibayarkan. Habis itu nggak pernah dibayarkan kembali," terang Merine.
Mirisnya lagi, beberapa eks karyawan sempat diminta membantu menjual produk perusahaan, dengan janji bahwa hasil penjualannya akan digunakan untuk membayar pesangon. Namun upaya itu juga sia-sia.
(auh/hil)