Sejumlah karyawan di Surabaya menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh PT Daya Satya Abrasives di Jalan Rungkut Industri IV, Nomor 22, pada 13 September 2023. Namun hingga saat ini perusahaan tidak memberikan uang kompensasi sesuai kesepakatan dengan mereka.
Kuasa hukum korban PHK, Merine Harie Saputri menyebut bahwa ada sekitar 32 karyawan yang menjadi korban. Sebanyak 16 di antaranya meminta bantuan kepada dirinya untuk mendapatkan hak sebagai tenaga kerja.
"Jadi ketika September 2023 itu dilakukan PHK. Kemudian itu dijanjikan untuk pembayaran pesangon. Pesangonnya atau biaya kompensasinya itu dihitung sendiri dari perusahaan. Dan seluruh pegawai itu setuju. Padahal jika dihitung secara patokan undang-undang mungkin lebih. Karena ada yang kerja sudah 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun gitu," ujar Merine saat dihubungi detikJatim, Selasa (6/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Skema pembayaran pesangon itu dicicil oleh perusahaan yang bersangkutan. Namun hingga saat ini cicilan itu tidak berjalan, bahkan ada beberapa yang belum pernah menerima pembayaran cicilan pesangon sama sekali.
"Baru sampai ada beberapa yang sudah dicicil sampai 2 kali atau 3 kali itu tadi. Kemudian ada beberapa yang malah belum pernah dibayarkan. Habis itu nggak pernah dibayarkan kembali," terang Merine.
Merine menegaskan bahwa cicilan pesangon itu tercatat hanya terjadi 2 kali hingga sekitar awal 2024 dan hingga saat ini belum pernah ada kelanjutannya lagi.
"Tidak pernah ada pencicilan lagi, pembayaran lagi itu nggak ada, sampai saat ini," tegasnya.
Padahal perusahaan yang bergerak di pembuatan kertas penggosok (abrasive paper) itu dinilai masih memiliki sumber daya yang cukup untuk membayar hak kompensasi pekerja yang di-PHK. Perusahaan yang berlokasi di Surabaya itu masih aktif beroperasi. Lalu juga ada perusahaan lain di Jakarta.
"(Selain di Surabaya) ada Jakarta itu namanya Daya Satya, pergudangan. Nah itu kemudian kan saya cek itu masih beroperasi, kita sudah dari pihaknya buruh itu sudah nyoba konfirmasi ke sana. Karena ini banyak (eks karyawan) yang sudah sepuh, jadi mengandalkan (kompensasi) buat uang usaha tapi nggak pernah dibayarkan," ungkap Merine.
Selain itu ada beberapa hal yang kian mengkhawatirkan nasib para eks karyawan. Diantaranya, mereka pernah diminta untuk membantu menjual produk perusahaan yang hasilnya akan dijanjikan untuk membayar pesangon, namun hingga saat ini tidak ada uang yang diterima.
"Kita dapat informasi juga setiap barang yang terjual itu nggak pernah diperuntukkan untuk pembayaran pesangon. Tapi masuk perusahaan lagi. Jadi memang sejak Januari tahun 2024 awal itu sudah tidak ada lagi pembayaran," ucap Merine.
Maka selain menempuh upaya hukum berupa melayangkan somasi untuk pihak perusahaan agar segera membayarkan kompensasi, Merine dan 16 korban PHK itu juga telah membuat ke Disnaker Kota Surabaya.
"Kalau kemarin di Surabaya, masih pertemuan pertama, pemanggilan dari pihaknya kami. Kalau dari pihaknya sana kayaknya belum ada komunikasi lebih lanjut," bebernya.
Selain itu pihaknya juga akan difasilitasi oleh DPRD Jawa Timur untuk melakukan hearing dengan Komisi C terkait polemik yang terjadi pada Rabu (7/5) besok.
(dpe/abq)