Jembatan ini dibangun pada 2003 dan diresmikan pada 2009. Artinya, Jembatan Suramadu saat ini telah memasuki usia 21 tahun sejak pertama dibangun, atau 15 tahun sejak resmi dioperasikan.
Pakar Konstruksi ITS Dr Ir Mudji Irmawan menyampaikan sejumlah peringatan terkait aspek kerusakan yang mungkin bisa terjadi pada Jembatan Suramadu.
"Dampak paling krusial dan yang paling penting diperhatikan adalah pada balok. Balok ini kalau mengalami kerusakan bisa menyebabkan ambruk salah satu bentangnya. Apabila ada kerusakan sedikit pun bisa menyebabkan elemen strukturnya melemah," ujar Mudji kepada detikJatim, Kamis (15/8/2024).
Dia menjelaskan apabila ada retakan pada jembatan juga tentu akan berdampak sangat fatal. Karena itu dia mengingatkan pihak pengelola perlu memperhatikan dan melakukan pemeriksaan secara rutin.
"Kemudian kalau ada korosi pada beton bertulang, maka tentu akan dengan cepat kemampuan elemen struktur, balok, atau kolom bisa mengalami kerusakan. Satu saja elemen balok rusak bisa menyebabkan jembatan tidak bisa beroperasi. Biaya pemeliharaannya pun cukup besar," jelas Mudji.
Namun dirinya yakin bahwa pihak pengelola, dalam hal ini Kementerian PUPR telah memiliki upaya tersendiri dalam pemeliharaan Jembatan Suramadu agar bisa bertahan sesuai target.
"Aturan mitigasi kerusakan jembatan bentang panjang sudah dimiliki oleh PUPR. Maka apabila ditemukan kerusakan harus segera dilakukan penanganan teknis sehingga tidak menyebabkan kemampuan pelayanan beban berkurang," pungkasnya.
Dilansir dari situs resmi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), biaya pembuatan Jembatan Suramadu saat itu menelan lebih dari Rp 4,5 triliun.
Jembatan Suramadu memiliki panjang 5.438 meter dengan tinggi 146 m dengan lebar 30 m. Ada 3 bagian dari jembatan ini, yaitu jembatan penghubung, jalan layang, dan jembatan utama.
Tujuan pembuatan jembatan Suramadu adalah memberikan akses demi percepatan tingkat pembangunan di Madura beserta wilayah lainnya yang ada di Jawa Timur.
(dpe/iwd)