Konflik antara perwakilan 3 RW dengan Sekolah Petra di Jalan Manyar Tirtoasri, Surabaya menjadi sorotan publik. Perwakilan RW pada akhirnya menjelaskan duduk perkara kenaikan iuran keamanan yang sempat dibebankan kepada Sekolah Petra tersebut.
Jubir RW IV, V, dan VII Kompleks Perumahan Tompotika Surabaya Triawan Kustiya memberikan penjelasan iuran keamanan itu. Dia menceritakan pada awal 2024 pihak RW memang menaikkan iuran dari Rp 32 juta menjadi Rp 35 juta per bulan yang akan dikelola bendahara keamanan untuk kenaikan gaji satpam.
Di Komplek Perumahan Tompotika dia sebutkan ada sebanyak 40 satpam yang menurutnya hampir 4 tahun ini tidak pernah naik gaji. Gaji mereka per orang Rp 2,7 juta per bulan dan pihak RW berinisiatif menaikkannya jadi Rp 3 juta dengan menaikkan iuran keamanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkaitan masalah kenaikan iuran keamanan itu, Sekolah Petra menyebutkan pihaknya tidak pernah dilibatkan. Atas pernyataan pengelola sekolah Petra itu, Triawan membantahnya.
"Kami sudah memberi tahu ke Petra bahwa akan terjadi kenaikan Rp 35 juta. Di sinilah awal mulanya Petra tidak mau membayar Rp 35 juta. Padahal 3 RW ini tetap membayar Rp 35 juta ini. Dia menyatakan dia tidak pernah diajak berunding, padahal dulu dari Rp 30 juta ke Rp 32 juta sama juga, ribet juga masalah ini. Setelah dijelaskan mengerti. Sekarang dijelaskan tidak mau mengerti," ujarnya.
Selain itu pihak Petra mengeluhkan tidak pernah diberi laporan pertanggungjawaban keuangan sejak penerapan iuran keamanan pada 2017 hingga 2024. Triawan menyebutkan bahwa mereka telah memberikan laporan pertanggungjawaban itu dan menunjukkan bukti foto penyerahan itu.
"Kami mengirimkan, juga sudah ada tanda terimanya. Laporan keuangan mulai bulan Januari-Februari. Kami laporkan ke Petra. Petra tidak memberikan jawaban apa-apa terhadap laporan keuangan itu," katanya.
Triawan pun bermaksud meluruskan informasi yang dia nilai keliru. Di mana disebutkan dalam video Cak Ji yang viral Petra membayar Rp 32 juta kepada setiap RW di kompleks Perumahan Tompotika per bulan atau dengan total Rp 100 juta lebih. Menurutnya tidak demikian yang terjadi.
"Setiap RW posisi Rp 32 juta memasukkan uang Rp 32 juta tarikan dari warga ke bendahara keamanan. Jadi RW IV masukkan uang Rp 32 juta, RW V masukkan uang Rp 32 juta, RW VII masukkan uang Rp 32 juta, Petra memasukkan juga uang Rp 32 juta. Bukan seolah-olah Petra memberikan uang Rp 32 juta kepada 3 RW. Itu salah, aturannya bukan begitu," tegasnya.
Dia juga menjelaskan bahwa sejak awal tidak pernah ada perjanjian yang menyebutkan bahwa pihak RW harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas iuran keuangan kepada Petra. Sejak sebelum kenaikan iuran itu, menurutnya pihak Petra juga tak pernah meminta laporan pertanggungjawaban.
"Dan itulah yang dimintai pertanggungjawaban oleh Petra, duit yang dia setor Rp 32 juta. Pada waktu Rp 32 juta Petra tidak pernah minta laporan keuangan, kami tidak punya agreement dengan Petra membuat laporan keuangan. Tidak ada (perjanjian) RW memberi laporan pertanggungjawaban keuangan ke Petra," pungkasnya.
Pihak RW Merasa Dipojokkan
Konflik ini berlanjut dengan mediasi di DPRD Surabaya. Petra melaporkan masalah itu ke Komisi C DPRD Surabaya dan pihak RW dipanggil dalam rapat dengar pendapat. Dia mengaku saat pertemuan di Komisi C justru dirinya merasa dipojokkan dan didesak oleh DPRD.
"Akhirnya karena itu hasil rapat Komisi C, hasil resume pihak RW harus memberikan laporan keuangan yang telah diberikan Petra Rp 32 juta mulai bulan Mei 2023 sampai Januari 2024. Sudah kami berikan dan akhirnya sudah diterima pihak Petra dan akan dipelajari. Tetapi Petra mencari celah seolah-olah kami berbuat kesalahan di dalam laporan keuangan itu. Katanya dibuat beli rokok. Nggak ada seperti itu," kata Triawan.
Dia sebutkan rapat dengan Komisi C DPRD Surabaya berlangsung 2 kali. Terakhir pada 17 Juli 2024 dan pihak RW sampai meninggalkan ruangan karena merasa tersudutkan saat ditanya soal status jalan kompleks ke Sekolah Petra yang disebut merupakan fasilitas umum (fasum). Pihak RW bersikeras menyatakan jalan itu bukan fasum.
"Jadi, mereka menyatakan ini tidak boleh ditutup karena tanah ini sudah ada penyerahan ke pemkot. Pihak komisi C dengan Petra menganggap bahwa ini adalah fasum. Padahal kalau kami bilang, betul sudah ada penyerahan, tapi ini bukan fasum. Itu yang kami anggap. Nanti lah detailnya kami akan jelaskan secara lanjut," tegasnya.
Pihak sekolah Petra menurutnya sejak Maret sudah tidak membayar iuran. Pihak RW pun juga tidak meminta atau menerima iuran, hingga pada 1 Juli 2024 sekolah Petra dikeluarkan dari kawasan atau menjadi tamu di komplek Perumahan Tompotika.
"Akhirnya kalau Petra tidak mau bayar ya sudah, kami keluarkan. Kami buat surat pernyataan tanggal 1 Juli Petra bukan bagian dari RW, kedudukan Petra di sini sebagai tamu. Petra sebagai tamu dia harus taat dengan aturan warga di sini, terutama aturan RW. Kedua, kami berharap Petra hanya mempunyai satu akses jalan. Jadi tidak mengganggu warga. Silakan, tapi jangan menggunakan akses kami, silahkan menggunakan akses jalan mana. Toh berada di RW III Manyar Sebrangan. Kami tidak akan minta uang sepeser pun kepada Petra. Tidak," bebernya.
"Bahkan kami mulai 1 Agustus sudah menaikkan iuran dan tidak ada penolakan dari warga dan setuju dinaikkan pengganti Petra nggak apa-apa. Sudah 5 bulan. Warga kami menerima," tambahnya.
(dpe/iwd)