Viral Ribut Warga dengan Sekolah Petra Surabaya Soal Iuran Keamanan

Viral Ribut Warga dengan Sekolah Petra Surabaya Soal Iuran Keamanan

Esti Widiyana - detikJatim
Rabu, 31 Jul 2024 16:05 WIB
Viral unggahan video Wakil Wali Kota Surabaya tentang konflik antara warga dengan salah satu sekolah di Surabaya.
Viral unggahan video Wakil Wali Kota Surabaya tentang konflik antara warga dengan salah satu sekolah di Surabaya. (Foto: tangkapan layar video viral)
Surabaya -

Viral di media sosial, Wakil Wali Kota Surabaya Armuji melalui akun TikTok-nya @cakj1 mengunggah momen sidaknya menengahi konflik antara warga dengan SMP Kristen Petra 2 dan SMA Kristen Petra 2 Jalan Raya Manyar Tirtosari. Salah satu akar masalahnya adalah iuran keamanan.

Video di akun @cakj1 itu sudah ditonton 5,1 juta kali. Armuji terlihat sedang sidak menemui warga dengan pihak sekolah Petra di depan SMA Kristen Petra 2. Suasana sempat tegang dengan nada suara tinggi karena kedua pihak merasa benar.

Permasalahan pertama soal kemacetan. Warga merasa kedatangan dan kepulangan siswa membuat kemacetan di Jalan Manyar Tirtomoyo. Pihak sekolah Petra mengatakan, itu karena ujung Jalan Manyar Tirtosari ditutup untuk akses ke sekolah. Karena itu timbul kemacetan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ujung ditutup akses menuju sekolah dan bejubel di depan," kata pihak sekolah Petra dalam video yang diunggah di akun TikTok @cakj1 seperti dilihat detikJatim, Rabu (31/7/2024).

Namun sepertinya, masalah utama yang menjadi ujung konflik ini adalah perkara iuran keamanan yang menurut warga tidak sesuai dengan yang diminta. Warga menyebut Petra enggan membayar, sebaliknya Petra mengaku keberatan dengan nominalnya dan sempat mendapatkan intimidasi.

ADVERTISEMENT

"Mewakili RW 4 mengatakan mengenai iuran penjagaan. Ada 4 iuran keamanan dari (RW) 04, (RW) 05 dan (RW) 07 dan Petra. Semua masuk uang ke bendahara keamanan untuk membiayai satpam di sini. Selama 5 tahun tidak naik, makanya dinaikkan. Awalnya Rp 32 juta per bulan kali 4 untuk bayar satpam di sini. Ada kantor, tempat usaha (Rp 200 ribu). Petra mengantarkan anak itu buat macet ditambah Petra ga mau bayar," kata warga.

Perwakilan Petra menyatakan selama ini pihaknya mendapatkan intimidasi, salah satunya dengan penutupan jalan. Soal jalan itu menurutnya sudah ada solusi tapi tidak dijalankan.

"Selama ini bertahun-tahun menerima intimidasi jalan ditutup dan sudah terjadi. Waktu di dewan sudah clear, jalan bersama dikelola Dishub dan sudah dibuatkan rekayasa. Kalau ada kegiatan, kemacetan pasti ada," jawab perwakilan dari Petra.

Menengahi debat antara warga dengan perwakilan Petra tersebut, Armuji mempertegas permasalahan apa yang terjadi dengan menanyakan apa yang menjadi keberatan warga?

"Keberatannya apa?" Tanya Armuji.

"Kami keberatan Rp 25 juta per bulan. Rp 100 juta dibagi 4 RW, per RW dapat Rp 25 juta. Awalnya Rp 32 juta dibayar, ada kenaikan tidak dibayar," ujar perwakilan dari warga.

Perwakilan Petra pun menjawab bahwa pihaknya menganggap bawa pertanggungjawaban atas uang iuran keamanan itu tidak jelas. Karena itulah mereka enggan membayar apa yang diminta warga. Apalagi Petra menemukan adanya dugaan penyalahgunaan uang iuran keamanan tersebut.

"Kami tidak percaya dengan perhitungannya, karena pertanggungjawabannya tidak jelas. Setelah kami tanya juga nggak dibayarkan, malah dibuat beli rokok," kata perwakilan Petra.

Armuji pun menyatakan bila ada rencana kenaikan maka sementara ini Petra cukup membayar Rp 32 juta. Bila Petra meminta pertanggungjawaban, maka warga harus memberi pertanggungjawaban yang jelas.

"Sudah kami kasih (pertanggungjawaban) tapi selalu dipersoalkan," sebut warga.

"Itu tidak valid. Direkayasa!," timpal perwakilan Petra.

Situasi makin memanas. Perwakilan warga mulai terpantik emosi hingga mengumpat perwakilan Petra tersebut di hadapan Armuji. Mereka tetap bersikeras bahwa iuran keamanan itu tidak pernah naik dan itu adalah kenaikan yang wajar karena pengembang perumahan di lokasi itu sudah hengkang.

"Nggak ada. Di mana sekolah ini berdiri? Di mana? Kamu yang gila. Kamu nggak ada di sini saya sudah ada di sini. Kamu yang ke mana saja?" ujar warga dengan nada tinggi.

"Awalnya Rp 30 juta, lalu naik Rp 32 juta, karena apa? Karena Tompotika hengkang dari sini, saya pengurus lama," tambah ibu-ibu perwakilan warga.

Armuji pun mempertegas bagaimana keinginan perwakilan Petra, apakah mau membayar atau tidak kenaikan iuran keamanan Rp 32 juta untuk 4 RW atau total sebanyak Rp 100 juta per bulan tersebut? Perwakilan Petra itu tetap menolak membayar karena punya hitungan sendiri dan merasa terintimidasi.

Karena tidak menemukan jalan tengah, Armuji pun mengambil sebuah kesimpulan. Masalah tersebut sebenarnya hanya karena masalah besaran iuran keamanan yang diminta warga terhadap Petra.

"Kalau ndak ada jalan keluar monggo silakan. Aku sudah memediasi untuk mengembalikan masalah iuran dan mengembalikan iuran Rp 32 juta. Tapi kalau Rp 32 juta tidak ada titik terang, ya sudah. Ini bukan masalah warga, ini masalah iuran yang tidak cocok. Wis," lanjut Armuji.

"Kemacetan juga," sergah warga.

Menanggapi celetukan warga itu, kini suara Armuji yang meninggi. Dia sampaikan bahwa ini bukan konflik soal kemacetan, ini lebih pada iuran keamanan.

"Macet bisa diatur. Ini jalan umum bukan jalan warga. Yang nggak cocok ini iuran, wis itu masalahnya. Bukan kemacetan. Iurannya yang nggak cocok, nggak klop, wis itu permasalahannya. Bukan kemacetan, kebisingan, endak. Iuran yang tidak cocok. Sampean ngomong kemacetan, kalau iurannya cocok sampean nggak ngomong kemacetan. Hayo wani taruhan berapa saya? Intinya itu iurannya belum cocok, makanya segala permasalahan diungkit. Kalau ibu iuran cocok nggak mungkin terjadi ribut-ribut," pungkas Armuji.

Sementara itu pihak Petra masih enggan untuk dikonfirmasi. detikJatim yang ingin melakukan konfirmasi disarankan untuk menemui kuasa hukum Petra yang ada di Pucang.

Empat ketua RW juga belum bisa ditemui. Mereka tidak ada di tempat karena masih bekerja dan ada keperluan lainnya.




(dpe/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads