Usai ramai-ramai konflik tiga rukun warga (RW) dengan sekolah Kristen Petra di Jalan Raya Manyar Tirtosari, perwakilan tiga RW akhirnya buka suara. Mereka mengungkapkan pembelaan hingga terkait iuran keamanan yang menjadi penyebab konflik tersebut.
Di lingkungan sekitar Sekolah Petra Surabaya, terdapat tiga RW, yaitu RW IV Menur Pumpungan, Kelurahan Menur Pumpungan, Kecamatan Sukolilo; RW V Manyar Sabrangan, Kelurahan Manyar Sabrangan, Kecamatan Mulyorejo; dan RW VII Klampis Ngasem, Kelurahan Klampis Ngasem, Kecamatan Sukolilo.
Ketiga RW itu menyatakan akar masalah konflik dengan Sekolah Petra adalah kemacetan saat jam masuk dan pulang sekolah yang disebabkan kendaraan para orang tua wali murid, dan masalah iuran keamanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jubir RW IV, V, dan VII Kompleks Perumahan Tompotika Surabaya Triawan Kustiya mengatakan, sekolah Petra memiliki 1.700 siswa. Ia mencontohkan bila dari 1.700 siswa yang diantar ada 1.000 anak, maka ada 1.000 kendaraan saat mengantar dan menjemput siswa. Ada 7-8 pintu masuk Kompleks Perumahan Tompotika untuk menuju sekolah Petra.
"Jalan yang ada di Tompotika ini kan bukan jalan kelas satu yang tidak bisa diisi dengan kendaraan yang banyak sehingga membuat trouble (macet). Padahal, masalah kemacetan itu kami tujuh pintu, itu kami buka semua dan masih macet," ujar Triawan kepada detikJatim di rumah Ketua RW VII Yasid Asmudi, Jumat (2/8/2024).
Triawan menyebut ada tiga tempat drop off atau tempat diturunkannya siswa, yakni perempatan Manyar Tirtomulyo dan dua titik di Manyar Tirto Asri. Namun, semuanya macet saat jam mengantar dan menjemput siswa.
"Dengan macet seperti itu, kami merasa tidak nyaman. Karena pikiran kami kalau terjadi sesuatu, misalnya ada kebakaran, sementara Petra mengantar atau jemput anak sekolah, sementara pintu masuknya itu macet, terus mobil damkar harus segera menuju ke sini, bagaimana pertanggungjawabannya? Belum lagi emergency warga, misalnya kena serangan jantung harus pergi dijemput ambulans nggak bisa juga. Itulah yang menjadi persoalan di warga kami, sehingga warga kami sebenarnya keberatan dengan adanya Petra di sini," ujarnya.
Soal pengakuan Petra yang menyebut ada penutupan akses jalan ke sekolah, Triawan menjelaskan, pihak RW pernah menerapkan one gate system untuk mengurai kemacetan. Hasilnya justru ketiga RW wilayah kompleks dipanggil polsek setempat untuk mediasi diminta membuka portal.
"Ternyata dalam percobaan itu terjadi kemacetan. Akhirnya kami didatangi polsek. Sempat kapolsek marah-marah ke saya kenapa ditutup, tidak ada haknya warga itu menutup jalan ini. Akhirnya dimediasi di polsek. Itu di sana malah kami yang ditekan sama pihak polsek," jelasnya.
Sementara itu, Dishub Surabaya menegaskan akar masalah konflik antara perwakilan RW di Manyar dengan sekolah Petra bukanlah kemacetan. Kabid Lalu Lintas Dishub Surabaya Irwan Andeksa menyebutkan faktor utama konflik adalah tidak adanya kesepakatan iuran keamanan.
"Kemacetan dilihat sampai sekarang ini bukan masalah utama. Ya memang kalau kedatangan dan kepulangan ada drop off, berdampak tapi tidak sampai panjang ke mana-mana," ujar Irwan saat dihubungi detikJatim, Rabu (31/7/2024).
"Sebenarnya intinya di iuran warga yang menjadi masalah. Mungkin belum ketemu. Karena sekolah Petra disidak Wawali IMB keluar tahun 1979, memang sudah lama juga. Intinya belum ketemu terkait iuran, kontribusi Petra ke RW jumlahnya belum ketemu. Belum sepakat intinya," katanya.
Irwan menjelaskan pihaknya sudah beberapa kali diundang rapat di Komisi C DPRD Surabaya untuk membahas konflik tersebut. Berdasarkan data, jalan yang disebut warga merupakan milik warga itu sudah diserahkan ke Pemkot Surabaya sebagai fasilitas umum.
Penjelasan RW soal iuran keamanan baca di halaman selanjutnya...
Terkait masalah iuran keamanan itu, Triawan mengakui pihak RW memang menaikkan iuran dari Rp 32 juta menjadi Rp 35 juta per bulan pada awal 2024. Uang iuran itu akan dikelola bendahara keamanan untuk kenaikan gaji satpam.
Komplek Perumahan Tompotika memiliki 40 satpam yang menurutnya hampir empat tahun ini tidak pernah naik gaji. Gaji mereka per orang Rp 2,7 juta per bulan, dan pihak RW berinisiatif menaikkannya jadi Rp 3 juta dengan menaikkan iuran keamanan. Triawan pun membantah pernyataan sekolah Petra yang menyebut tidak pernah dilibatkan masalah kenaikan iuran keamanan.
"Kami sudah memberi tahu ke Petra bahwa akan terjadi kenaikan Rp 35 juta. Di sinilah awal mulanya Petra tidak mau membayar Rp 35 juta. Padahal tiga RW ini tetap membayar Rp 35 juta. Dia menyatakan dia tidak pernah diajak berunding, padahal dulu dari Rp 30 juta ke Rp 32 juta sama juga, ribet juga masalah ini. Setelah dijelaskan mengerti. Sekarang dijelaskan tidak mau mengerti," ujarnya.
Begitu juga soal pernyataan pihak Petra yang mengeluhkan tidak pernah diberi laporan pertanggungjawaban keuangan sejak penerapan iuran keamanan pada 2017 hingga 2024. Triawan menegaskan pihaknya telah memberikan laporan pertanggungjawaban itu dan menunjukkan bukti foto penyerahannya.
"Kami mengirimkan, juga sudah ada tanda terimanya. Laporan keuangan mulai bulan Januari-Februari. Kami laporkan ke Petra. Petra tidak memberikan jawaban apa-apa terhadap laporan keuangan itu," katanya.
Terkait video Cak Ji yang viral Petra membayar Rp 32 juta kepada setiap RW di kompleks Perumahan Tompotika per bulan atau dengan total Rp 100 juta lebih, menurutnya tidak demikian yang terjadi. Ia menilai informasi itu keliru.
"Setiap RW posisi Rp 32 juta memasukkan uang Rp 32 juta tarikan dari warga ke bendahara keamanan. Jadi RW IV masukkan uang Rp 32 juta, RW V masukkan uang Rp 32 juta, RW VII masukkan uang Rp 32 juta, Petra memasukkan juga uang Rp 32 juta. Bukan seolah-olah Petra memberikan uang Rp 32 juta kepada tiga RW. Itu salah, aturannya bukan begitu," tegasnya.
Dia juga menjelaskan bahwa sejak awal tidak pernah ada perjanjian yang menyebutkan pihak RW harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas iuran keuangan kepada Petra. Sejak sebelum kenaikan iuran itu, menurutnya pihak Petra juga tak pernah meminta laporan pertanggungjawaban.
"Dan, itulah yang dimintai pertanggungjawaban oleh Petra, duit yang dia setor Rp 32 juta. Pada waktu Rp 32 juta Petra tidak pernah minta laporan keuangan, kami tidak punya agreement dengan Petra membuat laporan keuangan. Tidak ada (perjanjian) RW memberi laporan pertanggungjawaban keuangan ke Petra," pungkasnya.
Konflik ini berlanjut dengan mediasi di DPRD Surabaya. Petra melaporkan masalah itu ke Komisi C DPRD Surabaya dan pihak RW dipanggil dalam rapat dengar pendapat. Dia mengaku saat pertemuan di Komisi C justru merasa dipojokkan dan didesak DPRD.
"Akhirnya karena itu hasil rapat Komisi C, hasil resume pihak RW harus memberikan laporan keuangan yang telah diberikan Petra Rp 32 juta mulai bulan Mei 2023 sampai Januari 2024. Sudah kami berikan dan akhirnya sudah diterima pihak Petra dan akan dipelajari. Tetapi, Petra mencari celah seolah-olah kami berbuat kesalahan di dalam laporan keuangan itu. Katanya dibuat beli rokok. Nggak ada seperti itu," kata Triawan.
Dia sebutkan rapat dengan Komisi C DPRD Surabaya berlangsung dua kali. Terakhir pada 17 Juli 2024, dan pihak RW sampai meninggalkan ruangan karena merasa tersudutkan saat ditanya soal status jalan kompleks ke sekolah Petra yang disebut merupakan fasilitas umum (fasum). Pihak RW bersikeras menyatakan jalan itu bukan fasum.
"Jadi, mereka menyatakan ini tidak boleh ditutup karena tanah ini sudah ada penyerahan ke pemkot. Pihak komisi C dengan Petra menganggap bahwa ini adalah fasum. Padahal kalau kami bilang, betul sudah ada penyerahan, tapi ini bukan fasum. Itu yang kami anggap. Nanti lah detailnya kami akan jelaskan secara lanjut," tegasnya.
Pihak sekolah Petra menurutnya sejak Maret sudah tidak membayar iuran. Pihak RW pun juga tidak meminta atau menerima iuran, hingga pada 1 Juli 2024 sekolah Petra dikeluarkan dari kawasan atau menjadi tamu di Komplek Perumahan Tompotika.
"Akhirnya kalau Petra tidak mau bayar ya sudah, kami keluarkan. Kami buat surat pernyataan tanggal 1 Juli, Petra bukan bagian dari RW, kedudukan Petra di sini sebagai tamu. Petra sebagai tamu dia harus taat dengan aturan warga di sini, terutama aturan RW. Kedua, kami berharap Petra hanya mempunyai satu akses jalan. Jadi tidak mengganggu warga. Silakan, tapi jangan menggunakan akses kami, silakan menggunakan akses jalan mana. Toh berada di RW III Manyar Sebrangan. Kami tidak akan minta uang sepeser pun kepada Petra. Tidak," bebernya.
"Bahkan kami mulai 1 Agustus sudah menaikkan iuran dan tidak ada penolakan dari warga dan setuju dinaikkan pengganti Petra nggak apa-apa. Sudah lima bulan. Warga kami menerima," tambahnya.