Tahun baru Islam selalu dikaitkan dengan malam 1 Suro. Banyak yang mengira peringatan keduanya jatuh pada hari yang sama. Lantas, kapan malam 1 Suro 2024?
Suro adalah bulan pertama dalam kalender Jawa. Sedangkan, malam 1 Suro berarti malam pertama di bulan pertama dalam penanggalan Jawa.
Kapan Malam 1 Suro 2024?
Dalam kalender Hijriah, bulan Muharram bertepatan dengan bulan Suro. Dan tahun ini, bulan Muharram jatuh pada bulan Juli 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan SKB 3 Menteri, tahun baru Islam ditetapkan sebagai hari libur nasional. Tahun baru Islam sendiri diperingati setiap 1 Muharram.
Pemerintah telah menetapkan tahun baru Islam jatuh pada hari Minggu 7 Juli 2024. Sementara dalam kalender Jawa, 1 Suro berbeda satu hari dengan 1 Muharram.
Beberapa orang mungkin beranggapan 1 Suro dan 1 Muharram sama. Padahal, penanggalan Jawa dan Hijriah itu sebenarnya berbeda.
Menurut Kalender Jawa Indonesia 2024, 1 Suro 1958 TJ jatuh pada Senin Legi 8 Juli 2024. Hari pertama pada kalender Hijriah dan Jawa ini memiliki perbedaan satu hari.
Dengan begitu, maka malam 1 Suro jatuh pada Minggu Kliwon 7 Juli 2024. Artinya, malam 1 Suro bertepatan dengan tahun baru Islam 1 Muharram 1446 Hijriah.
Sejarah Malam 1 Suro
Malam 1 Suro atau awal penanggalan kalender Jawa mulanya digunakan untuk memperkenalkan kalender Islam di kalangan masyarakat Jawa. Pada 931 Hijriah atau 1443 Tahun Jawa, tepatnya pada zaman Kerajaan Demak, Sunan Giri II telah membuat penyesuaian antara sistem kalender Hijriah dengan kalender Jawa pada masa itu.
Menurut catatan sejarah lainnya, 1 Suro ditetapkan sebagai awal tahun baru Jawa pada zaman Kerajaan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645). Pada 1633 Masehi atau 1555 tahun Jawa, Sultan Agung menetapkan Tahun Jawa atau tahun baru Saka diberlakukan di bumi Mataram dan menetapkan 1 Suro sebagai tanda awal tahun baru Jawa.
Pada saat itu, masyarakat umumnya mengikuti sistem penanggalan tahun Saka yang diwariskan dari tradisi Hindu, sedangkan Kesultanan Mataram Islam menggunakan kalender Hijriah. Sultan Agung yang ingin memperluas ajaran Islam di tanah Jawa berinisiatif memadukan kalender Saka dengan kalender Hijriah menjadi kalender Jawa.
Sultan Agung juga ingin mempersatukan rakyatnya untuk melawan Belanda di Batavia, termasuk menyatukan Pulau Jawa. Ia tidak ingin rakyatnya terpecah belah karena perbedaan keyakinan agama.
Penyatuan kalender Saka dan Hijriah menjadi kalender Jawa dimulai sejak Jumat Legi bulan Jumadil akhir tahun 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi. Dan untuk menyatukan kelompok santri dan abangan, setiap hari Jumat Legi dilakukan laporan pemerintahan setempat sambil pengajian dan ziarah kubur serta haul ke makam Ngampel dan Giri.
Dengan demikian, tanggal 1 Muharram atau 1 Suro Jawa yang dimulai pada hari Jumat Legi juga turut dikeramatkan. Bahkan, dianggap sial jika ada orang yang memanfaatkan hari tersebut di luar kepentingan mengaji, ziarah, dan haul.
Makna Malam 1 Suro
Sejak saat itu hingga kini, malam 1 Suro dimaknai sebagai bulan pertama dalam kalender Jawa-Islam. Penyebutan kata 'Suro' bagi masyarakat Jawa artinya bulan Muharram dalam kalender Hijriah. Kata tersebut berasal dari kata 'Asyura' dalam bahasa Arab dan dicetuskan pemimpin Kerajaan Mataram Islam Sultan Agung.
Namun, Sultan Agung masih memadupadankan penanggalan Hijriah dengan tarikh Saka, tujuannya agar dapat merayakan keagamaan diadakan bersamaan dengan seluruh umat Islam, dan menyatukan masyarakat Jawa yang terpecah saat itu antara kaum Abangan (Kejawen) dan Putihan (Islam).
Makna malam 1 Suro bagi masyarakat Jawa di beberapa daerah mengenai diartikan sebagai bulan yang menyeramkan, seperti penuh bencana dan bulannya para makhluk gaib. Beberapa masyarakat juga masih percaya dengan berbagai macam mitos yang pantang dilanggar, seperti larangan malam 1 Suro untuk keluar rumah.
(irb/iwd)