Memasuki tahun baru hijriah, masyarakat Jawa pasti tak asing dengan istilah 1 Suro. Lantas, apakah 1 Muharram sama dengan 1 Suro? Simak penjelasannya berikut ini.
Dalam kalender Islam, 1 Muharram menjadi penanda pergantian tahun baru hijriah. Peringatan tahun baru 1446 H atau Tahun Baru Islam 2024 jatuh pada Minggu, 7 Juli 2024.
Itu artinya peringatan 1 Muharram tinggal menghitung hari. Umumnya, umat muslim menyambut pergantian tahun ini dengan melaksanakan sejumlah amalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring dengan datangnya bulan Muharram, masyarakat Jawa pun tak ketinggalan dengan berbagai tradisi Suroannya. Ini merupakan momen sakral bagi kalangan masyarakat Jawa.
Baca juga: Makna dan Hikmah Hari Pertama Bulan Muharram |
Apakah 1 Muharram Sama dengan 1 Suro?
Pada dasarnya, tidak ada perbedaan antara 1 Muharram dengan 1 Suro. Sebab, keduanya merupakan bulan baru yang menjadi penanda pergantian tahun.
Namun, 1 Suro berhubungan erat dengan peringatan Tahun Baru Jawa. Penanggalan dalam kalender Jawa dikenal sama seperi penanggalan Islam.
Pasalnya, pergantian hari atau tanggal dimulai seusai terbenamnya matahari atau tepat pada waktu magrib. Hal tersebut berbeda dengan pergantian tanggal kalender masehi yang terjadi pada pukul tengah malam atau 00.00 WIB.
Arti 1 Muharram bagi Umat Islam
Dilansir laman Nahdlatul Ulama (NU) Online, Muharram jadi bulan pertama dalam kalender Islam berdasarkan penanggalan qomariyah. Bulan ini termasuk dalam satu di antara asyhurul hurum atau bulan yang dimuliakan Allah SWT.
Selain Muharram, bulan-bulan asyhurul hurum lainnya meliputi zulqa'dah, zulhijah dan Rajab. Keutamaan keempat bulan itu diabadikan dalam surah At-Taubah ayat 36.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Artinya: "Sungguh bilangan bulan pada sisi Allah terdiri atas dua belas bulan, dalam ketentuan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketentuan) agama yang lurus. Janganlah kamu menganiaya diri kamu pada bulan yang empat itu. Perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa." (At-Taubah: 36)
Sebagai bulan yang dimuliakan, umat muslim sangat dianjurkan mengerjakan berbagai amalan. Salah satunya, puasa Asyura yang dilaksanakan 9, 10 dan 11 Muharam yang tingkatannya berada satu level di bawah puasa Ramadan. Hal tersebut sebagaimana yang dikatakan Imam Ibnu Katsir.
"Bulan Muharram termasuk salah satu bulan yang dimuliakan Allah. Oleh karena itu, jika seseorang berbuat dosa pada bulan-bulan itu akan lebih besar dan lebih jelas balasannya dari pada bulan-bulan yang lain, laksana maksiat di tanah haram juga akan berlipat dosanya, sebagaimana firman Allah, Dan siapa yang bermaksud di dalamnya malakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih." (QS. Al-Hajj: 25)
Arti 1 Suro bagi Masyarakat Jawa
Sementara arti 1 Suro bagi masyarakat Jawa tidak jauh berbeda dengan 1 Muharram bagi umat Islam seperti dihimpun detikJatim. Sebab, penyebutan malam 1 Suro dimaknai sebagai bulan pertama dalam kalender Jawa dan Islam.
Kata 'Suro' rupanya diambil dari kata 'Asyura' dalam bahasa Arab. Sebutan ini pertama kali diinisiasi oleh Sultan Agung sebagai Pemimpin Kerajaan Matyaram Islam. Saat itu, dirinya menggabungkan penanggalan hijriah dengan tarikh Saka.
Penggabungan kedua penanggalan itu bertujuan agar perayaan keagaaman dapat digelar secara bersamaan. Terlebih, ini menjadi wadah untuk mempersatukan masyarakat Jawa yang kala itu masih terpecah. Mereka terdiri atas kaum Abangan atau Kejawen dan kaum Putihan atau Islam.
Sebagian masyarakat Jawa percaya bahwa malam 1 Suro sebagai waktu yang menyeramkan. Terjadi berbagai bencana dan bulannya para makhluk halus menjadi pemicu munculnya anggapan tersebut.
Oleh karena itu, tak sedikit dari mereka yang percaya dengan beragam mitos yang tidak boleh dilanggar ketika datangnya malam 1 Suro. Salah satu mitos yang masih dipercaya hingga kini adalah larangan keluar rumah saat malam 1 Suro.
Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/fat)