Melempar jumrah merupakan salah satu bagian dari wajib haji yang harus ditunaikan oleh para jemaah haji mulai tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah. Calon jemaah haji perlu mengetahui tata cara melempar jumrah agar ibadah hajinya menjadi sempurna.
Pelaksanaan lempar jumrah harus dilakukan secara berurutan sebagaimana mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Bagi jemaah haji yang tidak melaksanakan lempar jumrah dengan sengaja maka akan dikenai denda atau dam seekor kambing.
Lantas, apakah lempar jumrah bisa diwakilkan? Apa saja tiga jenis jumrah yang harus dilempar oleh para jamaah haji? Untuk mengetahui informasinya lebih lanjut, simak selengkapnya berikut ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kategori Lempar Jumrah
Salah satu rangkaian wajib haji adalah melempar jumrah. Kewajiban ini dibarengi dengan kegiatan mabit (menginap) di daerah Mina. Jarak antara pemondokan Mina dengan area melempar sekitar 4 km.
Dengan hal ini dapat diketahui bahwa saat akan melontar, jemaah setidaknya harus berjalan pulang pergi sejauh 8 km. Kondisi ini akan terasa semakin berat diiringi dengan pergerakan ribuan jamaah secara bersamaan hingga memadati area jalan.
Dilansir dari laman Nahdlatul Ulama (NU), Naib Amirul Hajj selaku Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Dr. Abdul Mu'thi kepada Media Center Haji di Makkah, menyebutkan bahwa Badal (pengganti) diberikan sebagai bentuk aturan khusus dalam ibadah haji.
Adapun dua kategori badal, pertama badal secara keseluruhan yang dilakukan sejak dari tanah air. Misalnya memiliki nazar untuk melaksanakan ibadah haji, namun karena sakit atau wafat maka tidak bisa dilanjutkan. Kedua, badal haji bisa dilakukan di Tanah Suci yang dilaksanakan saat tiba di Tanah Suci baik dalam kondisi sakit, atau lainnya yang menyebabkan ketidakmungkinannya menunaikan salah satu rukun atau wajib ibadah haji.
Pada kategori kedua, badal haji dapat diberlakukan bagi jemaah yang berhalangan mengerjakan wajib haji dan sebagian rukun haji maka wajib haji tersebut boleh dibadalkan termasuk Jumrah.
Apakah Lempar Jumrah Bisa Diwakilkan?
Badal lempar jumrah diperbolehkan atas kondisi tertentu, dalam bahasa agama disebut dengan al masyaqqah (kesulitan). Artinya saat beribadah, kita tidak boleh melaksanakan sesuatu yang bersifat membahayakan keselamatan diri sendiri atau orang lain bahkan mengancam keselamatan jiwa.
Dalam bahasa fiqih, hal ini disebut sebagai al masyaqqah tajlibut taysir yang artinya kesulitan itu menjadikan sumber diperbolehkannya sesuatu, sebagai suatu bentuk kemudahan beragama. Sebagaimana disebutkan dalam potongan surat Al-Hajj ayat 78, yang berbunyi:
"Wa maa ja'ala alaikum fiddini min harajin,"
Artinya: "Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama".
Potongan ayat suci tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT tidak menjadikan bagi manusia sebuah kesulitan dalam beragama. Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa badal haji boleh dilakukan bagi jemaah yang memang berada dalam kondisi tidak mampu menunaikan.
Naib Amirul Hajj selaku Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Dr. Abdul Mu'thi berpendapat bahwa seseorang tidak boleh membadalkan lebih dari satu jamaah haji. Badal haji dilakukan ketika seseorang telah menunaikan wajib terlebih dahulu.
Jadi, orang yang akan membadalkan harus terlebih dahulu menunaikan ibadah tersebut untuk dirinya sendiri. Setelah itu, barulah dia dapat melaksanakan ibadah untuk orang yang dibadalkan. Kedua ibadah ini harus dilakukan secara terpisah dengan urutan dimulai dari diri sendiri, kemudian dilanjutkan dengan jamaah yang dibadalkan.
Jenis Lempar Jumrah
Lempar jumrah dilaksanakan pada tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah. Lempar jumrah merupakan melempar batu kerikil pada waktu, tempat, dan jumlah yang sudah ditentukan.
Dilansir dari laman Pondok Pesantren Darunnajah, rangkaian ibadah haji badal jumrah terdiri atas tiga bagian di Mina. Pertama, Jumrah ula terletak dekat dengan masjid khoif dengan jarak jumrah wustho dan jumrah ula mencapai kurang lebih 156,5 meter. Kedua, Jumrah Wustho yang terletak di tengah antara jumlah ula dan jumrah aqabah. Dengan jarak antara jumlah ula dan jumrah aqabah kurang lebih 117 meter. Ketiga, Jumrah Aqabah memiliki letak yang paling dekat dengan Mekkah.
Artikel ini ditulis oleh An Nisa Maulidiyah, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(abq/iwd)