Cegah Resistensi Antibiotik, Ini yang Perlu Diwaspadai Masyarakat

Cegah Resistensi Antibiotik, Ini yang Perlu Diwaspadai Masyarakat

Aprilia Devi - detikJatim
Sabtu, 25 Mei 2024 23:30 WIB
Ketua Purna Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan 2014-2021 Dr. dr. Hari Paraton, SpOG(K).
Ketua Purna Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kemenkes 2014-2021 Dr. dr. Hari Paraton, SpOG(K). (Foto: Aprilia Devi/detikJatim)
Surabaya -

Jumlah kasus resistensi antibiotik terus mengalami peningkatan. Resistensi antibiotik ini dapat diartikan dengan bakteri yang menjadi kebal terhadap obat. Akibatnya proses penyembuhan bisa jadi lebih lama bahkan ketika dinyatakan sembuh pun hasilnya tidak akan sempurna.

Ketua Purna Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan 2014-2021 Dr. dr. Hari Paraton, SpOG(K) mengatakan bahwa resistensi antiobotik ini bisa dipicu oleh banyak hal.

"Resistensi bisa karena alamiah, kedua karena paparan antibiotik manapun. Seperti rumah sakit yang keliru dan dokter yang menduga-duga saja (dalam memberikan antibiotik) bisa menyebabkan bakteri makin ganas," ujar Dr. dr Hari kepada detikJatim, Sabtu (25/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam beberapa kasus pengobatan misalnya ada dokter yang sangat mudah memberikan antibiotik. Atau terkadang justru pasien yang berinisiatif meminta antibiotik.

Bahkan antibiotik juga kerap kali diberi masyarakat secara bebas tanpa resep dokter. Jika kebiasaan ini terus terjadi, kesalahan tidak hanya dibebankan di kalangan tertentu saja.

ADVERTISEMENT

Lebih dari itu yang perlu dilakukan saat ini adalah memberikan pemahaman baik kepada dokter, apoteker, maupun kepada masyarakat bahwa antibiotik bukanlah obat 'dewa'. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat bisa membuat bakteri menjadi resisten. Hal ini yang harus benar-benar diwaspadai.

"Kalau ke dokter dikasih antibiotik pasien berhak menanyakan 'apakah betul perlu antibiotik?' Kalau memang betul harus ditanyakan lagi, 'apa jenisnya?' Perlu dilakukan pencegahan yang tepat. Masyarakat harus dapat akses kesehatan yang bagus, diagnosis yang benar, kalau memang perlu antibiotik harus dimonitor penggunaannya," jelas Dr. dr Hari.

Dr dr Hari yang merupakan salah satu pakar kesehatan dari Unair itu juga mengatakan bahwa permasalahan resistensi antibiotik ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara-negara lain. Apalagi negara yang termasuk dalam golongan low and middle income countries.

Berbagai upaya pun tengah dilakukan untuk mencegah permasalahan ini. Di antaranya dengan penetapan regulasi yang tepat untuk penggunaan antibiotik, mencegah antibiotik bisa dibeli secara bebas, hingga memberikan sejumlah imbauan kepada masyarakat untuk selalu waspada.

"Harus ada regulasi resmi, (saat ini) sedang digodok. Masyarakat juga perlu terus diedukasi, kalau sakit harus berobat. Minimal pergi ke dokter daripada menggunakan antibiotik mandiri. Karena antibiotik termasuk daftar G, tidak boleh diperjualbelikan tanpa resep, termasuk lewat online shop. Itu melanggar undang-undang," tandasnya.




(dpe/fat)


Hide Ads