Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI memberi peringatan keras kepada apotek yang menjual antibiotik tanpa resep dokter. Apabila masih menjual antibiotik secara sembarangan, izin usahanya akan dicabut.
"BPOM sebagai lembaga yang mengusut ini menjadi lembaga penelitian kami, kami punya hak cara pemberian layanan nanti kita bisa cabut, ini warning," tegas Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, dilansir dari detikHealth, Minggu (1/12/2024).
Resistensi Antibiotik Meningkat
Taruna mengungkapkan tren resistensi antibiotik di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan hasil pantauan BPOM, banyak sarana layanan kefarmasian yang masih menjual antibiotik tanpa resep dokter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Indonesia berturut-turut peningkatannya, dari 2021 hingga 2023 ada sekitar 79,5 persen apotek yang memberikan antibiotik tanpa resep. Artinya, hanya 20 persen pemakaian antibiotik yang sesuai dengan indikasi," ujar Taruna.
Taruna memperkirakan angka ini meningkat pada 2024. Oleh karena itu, BPOM mengimbau apoteker untuk mematuhi regulasi terkait pemberian antibiotik.
"BPOM sebagai lembaga yang mengawasi ini memiliki kewenangan untuk mencabut izin layanan jika tidak patuh. Ini menjadi peringatan keras bagi sarana kefarmasian," tegasnya.
Bahaya Resistensi Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat memicu resistensi. Kondisi ini terjadi ketika infeksi bakteri tidak lagi dapat diatasi dengan antibiotik yang tersedia. BPOM memperkirakan, dalam 10 tahun mendatang, resistensi dapat meluas hingga ke antibiotik generasi baru jika tidak segera diatasi.
Anak-Anak Kelompok Paling Rentan
Dokter spesialis anak, dr Arifianto, SpA(K), mengingatkan bahwa anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap resistensi antibiotik. Ia menuturkan, banyak pasien anak yang harus dirawat intensif di rumah sakit akibat infeksi bakteri resisten.
"Kuman yang sudah tidak mempan diberikan antibiotik golongan pertama, bahkan sampai ketiga, akhirnya bayi-bayi ini meninggal bukan karena kondisi tadi misalnya prematurnya, atau paru-parunya belum bertahan, tetapi karena kuman 'kebal' antibiotik yang nebeng semasa perawatan," jelas Arifianto.
Ia juga memperingatkan kemungkinan dunia medis menghadapi 'post-antibiotic era', yaitu kondisi ketika tidak ada antibiotik yang efektif melawan bakteri.
Ribuan Kematian Akibat Resistensi Antimikroba
Menurut dr Robert Sinto dari Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), resistensi antimikroba telah menyebabkan 150 ribu kematian di Indonesia berdasarkan proyeksi dua tahun lalu.
"Artinya, setiap 4 menit ada satu orang meninggal akibat resistensi antimikroba," ungkap dr Robert dalam sebuah diskusi, Jumat (29/11/2024).
Tiga Penyebab Utama Resistensi
Dr Robert menjelaskan tiga faktor utama yang memicu resistensi mikroba:
- Penggunaan Antibiotik Tanpa Indikasi: Pasien sering meminta resep antibiotik meski tidak diperlukan, dengan harapan sembuh lebih cepat.
- Penggunaan Tidak Tuntas: Pasien yang tidak menghabiskan antibiotik sesuai dosis juga berkontribusi terhadap resistensi.
- Limbah Antibiotik: Kebiasaan membuang sisa antibiotik sembarangan menyebabkan bakteri di lingkungan menjadi resisten.
BPOM dan para ahli menegaskan perlunya edukasi masyarakat serta penegakan regulasi untuk menekan laju resistensi antibiotik di Indonesia.
Artikel ini telah tayang di detikHealth. Baca selengkapnya di sini!
(dpw/dpw)