Fidyah disebut sebagai denda yang wajib dibayarkan bagi seorang muslim yang meninggalkan kewajiban berpuasa di bulan Ramadan. Denda yang dimaksud dapat berupa pemberian kepada fakir miskin maupun orang-orang yang membutuhkan
Bagi sebagian orang yang tidak mampu berpuasa secara permanen seperti orang tua renta, pekerja berat, perempuan yang lemah, orang sakit parah yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya maka mendapat keringanan untuk tidak melaksanakan puasa Ramadan. Sebagai gantinya, mereka wajib membayar fidyah atau kafarat (denda).
Namun, sebagian orang-orang masih bertanya-tanya perihal hukum membayar fidyah. Lantas bagaimana hukum membayar fidyah dengan uang? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini.
Baca juga: Bayar Fidyah dengan Uang, Berapa Besarannya? |
Hukum Membayar Fidyah dengan Uang Menurut Para Ulama
Melansir dari laman Nahdatul Ulama (NU) Online, mayoritas ulama (Jumhur ulama) berpendapat jika fidyah harus ditunaikan dalam bentuk makanan pokok daerah setempat. Pendapat tersebut sebagaimana didasarkan pada nash syariat yang secara tegas memerintahkan untuk memberi makan fakir miskin bukan memberi uang.
Seorang ulama Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh (9/7156) menyebutkan:
"(Mengeluarkan) nominal (makanan) tidak mencukupi menurut mayoritas ulama di dalam kafarat, sebab mengamalkan nash-nash yang memerintahkan pemberian makanan."
Ketentuan Membayar Fidyah Sesuai Mazhab
Masih melansir dari NU Online, pembayaran fidyah didasarkan pada pendapat sejumlah ulama. Menurut Mazhab Imam Syafi'i menyatakan bahwa fidyah yang wajib dikeluarkan adalah satu mud (675 gram/6,75 ons) per hari puasa yang ditinggalkan. Fidyah tersebut dapat berupa makanan pokok daerah setempat seperti beras di Indonesia. Jika tidak berpuasa selama 30 hari penuh, maka wajib membayar 30 mud (20.250 gram atau 20,25 kg).
Namun, pandangan berbeda muncul dari ulama bermazhab Hanafi. Menurut mereka, fidyah bisa dibayarkan dalam bentuk uang. Ulama Hanafiyah cenderung lebih fleksibel dalam menafsirkan dalil yang menekankan pemberian makanan kepada fakir miskin.
Menurut pandangannya, tujuan dari memberikan makanan kepada fakir miskin adalah untuk memenuhi kebutuhan mereka yang dapat dicapai dengan membayar sejumlah qimah (nilai nominal harta) setara dengan nilai makanan yang diberikan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah konsep makanan pokok menurut Hanafiyah yang tidak sama dengan mazhab lainnya, baik dari segi jenis maupun kadarnya. Oleh karena itu, nominalnya (qimah) atas makanan yang diberikan.
Dalam sudut pandang Hanafiyah, makanan yang menjadi standar fidyah berada pada jenis makanan yang dinash dalam hadits Nabi. Diantaranya adalah kurma, al burr (gandum), anggur, dan al sya'ir (jewawut). Mazhab Hanafiyah tidak menggunakan standar makanan pokok dari daerah masing-masing.
Besaran Fidyah yang Dapat Dibayarkan
Untuk kadar fidyah yang dibayarkan setara dengan satu sha' untuk jenis kurma, jewawut dan anggur. Sementara untuk gandum ukurannya setengah dari sha'. Menurut mazhab Hanafiyah, ukuran satu sha' setara dengan 3,25 kg. Sedangkan setengah dari sha' adalah 1,625 kg.
Dengan demikian, pembayaran fidyah dengan uang menurut pandangan Hanafiyah yaitu jumlah nominal uang yang setara dengan harga kurma, anggur, atau jewawut seberat 3,25 kilogram (untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan, dan selebihnya mengikuti kelipatan jumlah hari puasa yang ditinggalkan).
Selain itu, pembayaran fidyah juga ditunaikan dengan menggunakan nilai nominal gandum seberat 1,625 kg (untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya mengikuti kelipatan puasa yang ditinggalkan).
Itulah penjelasan terkait hukum membayar fidyah dengan uang yang didasarkan pada pendapat mazhab para ulama. Pada intinya, hukum menunaikan fidyah dengan uang diperbolehkan. Namun, saat mengamalkan fidyah dari mazhab ulama harus diikuti dengan konsep-konsep terkait agar tidak terjadi kebingungan atas pendapat yang dilarang.
Artikel ini ditulis oleh An Nisa Maulidiyah, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Simak Video "Video: Ibunda Mita The Virgin Dimakamkan Satu Liang Lahat dengan Anaknya"
(irb/fat)